Liputan6.com, Jakarta - Keselamatan berkendara kembali menjadi perhatian, terutama bagi anak-anak dan remaja yang menggunakan sepeda motor. Pengamat Transportasi Universitas Indonesia (UI), Tri Tjahjono, menyoroti tingginya angka kecelakaan yang melibatkan kelompok usia 10 hingga 19 tahun.
Berdasarkan data UNICEF tahun 2022, kelompok usia ini menjadi penyumbang terbesar dalam kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan roda dua.
Baca Juga
Tri mengungkapkan bahwa kecelakaan yang menimpa anak-anak dan remaja kerap kali terjadi karena mereka belum memenuhi syarat legal berkendara, seperti memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).
Advertisement
"Dari data UNICEF, 30 persen kematian remaja usia 10-19 tahun disebabkan oleh kecelakaan, dan sebagian besar merupakan pengguna sepeda motor yang jelas belum memiliki SIM. Ini perlu mendapat perhatian serius,” ujarnya, dalam keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, Senin (11/3/2025).
Selain faktor legalitas berkendara, Tri juga menyoroti pentingnya penggunaan helm yang sesuai standar bagi anak-anak. Ia menilai, saat ini Indonesia belum memiliki helm khusus anak yang dapat berkembang seiring pertumbuhan mereka.
"Helm anak itu seperti sepatu anak, harus sering diganti sesuai ukuran kepalanya. Namun di Indonesia, helm anak-anak nyaris tidak tersedia," tambahnya.
Tri mengusulkan agar ada organisasi atau LSM yang berperan dalam menyediakan dan memastikan ketersediaan helm anak yang layak pakai.
Hal ini dinilai penting agar keselamatan anak-anak yang terpaksa dibonceng atau bahkan berkendara sendiri bisa lebih terjamin.
Tak hanya soal ketersediaan helm anak, Tri juga menyoroti maraknya peredaran helm berstandar SNI palsu.
Ia mengkhawatirkan bahwa banyak helm yang dijual di pasaran hanya menempelkan logo SNI tanpa memenuhi standar keselamatan yang sesungguhnya.
Helm SNI Dipertanyakan
"Saya curiga, apakah helm yang beredar di pasaran benar-benar sudah standar SNI atau hanya sekadar ditempel label SNI? Jika ini dibiarkan tanpa pengawasan, istilah helm SNI bisa kehilangan maknanya,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya inspeksi ketat terhadap helm yang beredar di pasaran untuk memastikan kualitasnya.
“Kalau SNI dibiarkan tanpa pengawasan, nanti malah muncul stigma bahwa helm SNI itu kalau jatuh pasti pecah. Ini yang harus dicegah,” pungkasnya.
Dengan tingginya angka kecelakaan yang melibatkan anak-anak dan remaja, penting bagi semua pihak, baik pemerintah, orang tua, hingga produsen perlengkapan keselamatan untuk lebih serius dalam memastikan keamanan berkendara, termasuk menyediakan helm yang sesuai bagi anak-anak.
Advertisement
