Liputan6.com, Jakarta - Revisi Undang-Undang Pilkada telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat paripurna beberapa waktu lalu. Namun, ada satu poin yang berpotensi mengganggu independensi kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Potensi itu tampak pada Pasal 9 A UU Pilkada Nomor 1 Tahun 2015. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa KPU menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan setelah berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah.
"Pengaturan seperti itu KPU sulit membuat keputusan mandiri. Tapi perhatikan pasal itu bukan hanya konsultasi, tapi ‎coba baca seluruhnya pasal itu mengatur bahwa keputusan rapat dengar pendapat (RPD) antara KPU, DPR, pemerintah itu mengikat," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (8/6/2016).
Hadar menjelaskan, KPU dibentuk sebagai lembaga negara yang independen memutuskan peraturan dari penjabaran undang-undang, yang dibuat pemerintah dan DPR.
Namun jika keputusan teknis yang akan dijalankan KPU harus sesuai keinginan pemerintah dan DPR, maka independensi KPU sebagai lembaga yang netral akan terganggu.
"Menurut hemat kami itu pengaturan yang bertentangan dengan konstitusi, KPU itu mandiri artinya tidak boleh mengambil keputusan karena ada keterpaksaan, tekanan atau mengikuti pihak lain. KPU harus dengan keyakinannya sendiri membuat peraturan, tanpa melanggar UU," Hadar menjelaskan.
"Misal RDP, KPU maunya A tapi pemerintah dan DPR maunya B dan lalu disimpulkan harus B maka KPU tidak bisa independen lagi, itu karena pasal tersebut berbunyi mengikat hasil RDP. Selama ini kita selalu konsultasi dengan DPR tapi kan putusannya tetap di KPU,"‎ dia menambahkan.
Saat ini, Hadar berujar, pihaknya hanya bisa mengikuti apa yang diinginkan pemerintah dan DPR dengan memasukkan beberapa poin dalam revisi UU Pilkada tersebut yang tinggal menjadi UU dalam waktu yang tidak lama lagi.
Baca Juga
Meskipun, lanjut dia, KPU sudah memberikan masukan-masukan kepada DPR untuk membuat lembaganya tetap independen dan netral dalam membuat peraturan yang disebut PKPU.
"Sekarang tinggal mengundangkan saja oleh pemerintah paling lambat 30 hari setelah disahkan dalam paripurna. Kami tidak pernah diundang konsultasi, hanya dimintai masukan saja. Tapi bunyinya itu mengikat,"Â Hadar menandaskan.
Advertisement