Liputan6.com, Jakarta Pasokan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah tahun 2015 kemarin tercatat hanya mencapai 690 ribuan unit. Sementara menurut pu.go.id, data per Agustus 2016 menunjukkan angka 400 ribu unit rumah yang telah terbangun.
Total 400 ribu tersebut terdiri dari 220.000 unit penyaluran pembiayaan perumahan oleh BTN, 100.000 unit dari pemerintah pusat, 8.800 dari pemerintah daerah, 16.000 unit dari kementerian dan lembaga lain, dan sisanya dari perumahan komersial.
Baca Juga
Untuk tahun ini target Program Sejuta Rumah terdiri dari 700.000 unit untuk MBR dan 300.000 unit lainnya untuk non MBR.
Advertisement
Kesimpulannya, hanya tersisa waktu empat bulan lagi untuk mengejar target hingga mencapai angka satu juta rumah.
Berbagai fakta ditelaah guna menemukan kendala utama yang memicu sukarnya program ini berjalan secara optimal. Ternyata, perizinan merupakan masalah terbesar yang dialami sejumlah pengembang.
Untuk menyederhanakan perizinan, Pemerintah menerbitkan Inpres Nomor 1/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Peraturan baru lainnya adalah Perpres Nomor 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan Inpres Nomor 3/2016 tentang Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan.
Penyederhanaan perizinan ini semata-mata ditujukan untuk mendukung percepatan pelaksanaan Program Sejuta Rumah bagi MBR.
Beberapa kemudahan perizinan antara lain adalah kemudahan administrasi dan pelayanan, kemudahan waktu penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan kemudahan dalam bantuan teknis dan informasi.
Kemudahan tersebut diberikan pada penyediaan rumah, baik dalam bentuk rumah sederhana tapak maupun rumah susun sederhana yang dibangun sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan Pemerintah.
Perizinan Memakan Biaya Besar
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Syarif Burhanuddin, mengatakan, “Program Sejuta Rumah bukan program yang hanya dilihat dari aspek fisiknya saja namun masih banyak aspek lainnya, seperti aspek pembiayaan dan regulasi.”
Syarif mengakui bahwa dalam perjalanannya masih banyak masalah penyediaan perumahan yang belum clear sampai saat ini.
“Ada beberapa poin yang menjadi persoalan dan salah satunya yaitu masih menyangkut perizinan,” ujarnya.
“Sebabnya adalah perizinan ini bersifat high cost dan memakan waktu yang lama dan hal tersebut yang akan terus disempurnakan oleh Pemerintah,” Syarif menambahkan.
“Jadi, mewujudkan sebuah rumah ternyata tidak hanya membangun fisik saja tapi sangat ditentukan oleh regulasi yang ada,” Syarif menambahkan.
Dengan adanya penyederhanaan regulasi maka akan ada peningkatan dan percepatan terwujudnya pembangunan sejuta rumah setiap tahunnya.
“Saya yakin kemudahan perizinan jika dapat terealisasi dengan baik, maka akan lebih baik lagi, karena ada yang sampai satu tahun belum keluar juga izinnya,” ia menjelaskan.
Selain memberikan kemudahan perizinan, Pemerintah juga memberikan bantuan pembiayaan perumahan untuk mendukung Program Sejuta Rumah khususnya bagi MBR.
Beberapa bantuan tersebut antara lain Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga (SSB), Bantuan Uang Muka (BUM), pembebasan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk rumah sederhana tapak dan rusunami, dan pemberian PSU untuk rumah sederhana tapak.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, Maurin Sitorus mengatakan bahwa penyederhanaan perizinan ini selalu disuarakan oleh pengembang.
Karena terkait perizinan, selama ini dianggap tidak ada kepastian waktu dan biayanya.
Maurin menambahkan bahwa untuk 2016, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran FLPP senilai Rp9,22 triliun untuk memfasilitasi penerbitan KPR FLPP sebanyak 84.000 unit.
Sementara dana SSB dialokasikan sebesar Rp 2,05 triliun dan Bantuan Uang Muka (BUM) sebesar 1,2 triliun.
Sumber: Rumah.com
Advertisement