Makan Bajamba, Cerminan Kebinekaan di Kota Arang

Ajang tahunan ini sekaligus menjadi kalender resmi pemerintah kota setempat memperingati HUT ke-128 Sawahlunto yang berjuluk Kota Arang.

oleh Erinaldi diperbarui 29 Nov 2016, 20:19 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2016, 20:19 WIB
Tradisi Bajamba
Tradisi makan bajamba atau makan bersama di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. (Foto: Istimewa/Media Sosial)

Liputan6.com, Padang - Puluhan ribu warga Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, bakal berduyun-duyun membawa talam (nampan lebar) untuk persiapan Makan Bajamba di Lapangan Segitiga, Kamis, 1 Desember mendatang.

Ajang tahunan ini sekaligus menjadi kalender resmi pemerintah kota setempat memperingati Hari Ulang Tahun ke-128 Sawahlunto yang berjuluk Kota Arang. Sawahlunto memang terkenal dengan hasil tambang batu baranya.

Wali Kota Sawahlunto Ali Yusuf mengatakan, tak kurang dari 22 ribu warga akan ambil bagian saat Makan Bajamba.

"Warga dari multietnis, dari Tionghoa, Jawa, Batak, Minang, akan berbaur untuk makan bajamba di hari itu," ucap Ali saat dihubungi melalui sambungan telepon oleh Liputan6.com dari Kota Padang, Selasa (29/11/2016).

Menurut Ali, Makan Bajamba ini mencerminkan kebinekaan Sawahlunto sebagai kota kecil yang dihuni masyarakat dari multietnis. Sejak tambang batu bara beroperasi, Sawahlunto menjadi Kota Metropolis yang hingga kini masih menyisakan beragam bangunan tua bergaya Eropa.

"Mereka akan tampil dengan gaya busana masing-masing etnis, ini akan ramai sekali. Silakan datang," ujar Wali Kota Ali Yusuf.

Sawahlunto terkenal dengan keberagaman etnis yang mendiami kota tambang batu bara yang mulai beroperasi pada pertengahan abad 19. Sejarah mencatat, tambang batu bara Ombilin dimulai pada 1868 oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Pada 1891, eksploitasi tambang dimulai dengan total cadangan batu bara mencapai 205 juta ton.

Swadaya Masyarakat

Ada hal menarik untuk menyiapkan jumlah masakan dan penganan kue-kue kecil asli Sawahlunto pada perayaan tersebut. Pemerintah setempat tidak mengeluarkan dana besar untuk menggelar hajatan ini.

"Makanan dan kue-kue yang menjadi menu Makan Bajamba ini dari swadaya masyarakat, mereka yang menyediakan semuanya," ujar Ali Yusuf.

Malahan, kata dia, kalau tidak diberi kesempatan membawa talam, masyarakat justru kecewa.

Berdasarkan hitungan kasar, Makan Bajamba untuk 22 ribu orang diperkirakan menelan biaya sekitar Rp 300 juta. Yakni, bila satu porsi makanan dihitung Rp 15 ribu.

Adapun makanan khas seperti jengkol, pinyaram, kareh-kareh, serta sonok (ubi kayu rebus dan diberi santan) akan menjadi hidangan penarik selera saat Makan Bajamba.

Sejak digelar pada tahun 2006, Makan Bajamba menjadi daya tarik Kota Sawahlunto untuk mendatangkan pelancong. Setiap tahunnya, turis dari Irlandia, Belanda, Skotlandia, dan Prancis, menjadi tamu tetap yang tidak pernah absen di Makan Bajamba.

"Turis Eropa mendominasi kunjungan wisatawan mancanegara ke Sawahlunto," Ali menuturkan.

Target 1 Juta Turis

Tahun lalu, misalnya, tingkat kunjungan wisatawan ke Sawahlunto mencapai 810 ribu. Menurut sang wali kota, tahun ini, pemerintah pusat menargetkan Sawahlunto bisa diakses satu juta turis. Hingga September 2016, kunjungan wisatawan lokal maupun asing ke Sawahlunto sudah mencapai 670 ribu wisatawan.

Boleh dibilang, kota tua Sawahlunto menjadi salah satu lokasi favorit wisatawan mancanegara saat berkunjung ke Sumatera Barat. Saat ini, sebagian kota tua tersebut sudah dialihfungsikan pemiliknya sebagai homestay dengan kapasitas sekitar 150 kamar tidur.

Program mempertahankan kota tua ini dilakukan pemerintah setempat sejak 2012 dan 2014 lewat bantuan pemerintah sebesar Rp 10 juta kepada setiap pemilik bangunan.

Kini, homestay di kota tua tersebut terkenal dengan fasilitas hotel bintang tiga dan dinominasikan sebagai homestay terbaik ke-5 di Asia Tenggara pada 2015. "Kita optimistis, target satu juta dari Kementerian Pariwisata bisa terwujud," Wali Kota Sawahlunto memungkasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya