Liputan6.com, Sumenep - Di antara beragam jenis satai, Satai Madura termasuk yang terpopuler. Padahal, kuliner khas Indonesia itu sejatinya berasal dari Pulau Jawa yang dibawa masuk ke Pulau Madura melalui pedagang jalanan.
Budayawan Sumenep Ibnu Hajar menuturkan, satai pertama kali masuk ke Madura pada awal abad 19. Semula, satai yang dibawa hanya berbumbu kecap dan irisan bawang merah saja.
Dalam perkembangannya, warga Madura kemudian menambahkan tumbukan kacang goreng, irisan bawang putih goreng dan jeruk nipis untuk menambah nikmat rasa.
"Sate ini di Madura awalnya tidak dikenal pada waktu dibawa ke sini. Namun, sate yang betul-betul berkembang dan ditangkap oleh masyarakat Madura yaitu sate ayam. Itu pertama," kata Ibnu kepada Liputan6.com, Jumat, 24 Februari 2017.
Setelah satai ayam diterima lidah warga, improvisasi resep satai semakin berkembang dengan kedatangan orang-orang Arab ke Pulau Madura. Merekalah yang memperkenalkan jika satai tidak hanya bisa berbahan dasar ayam, tetapi juga daging kambing.
Advertisement
Baca Juga
"Bahkan seiring perkembangan itu, daging sapi juga disate," kata dia.
Menurut dia, lidah orang Madura mengubah pelafalan kata satai menjadi sate. Kata satai sendiri berarti potongan daging diiris kemudian ditusuk dengan bambu dan dibakar menggunakan arang.
Ada lagi yang berbeda dalam pemasakan satai sebelum masuk dan setelah masuk Pulau Madura. Ibnu mengungkapkan, proses pembakaran satai awalnya menggunakan arang kayu.
Namun, warga Madura beralih menggunakan arang batok kelapa yang beraroma khas karena sumber bahan arang cukup mudah ditemukan di Pulau Garam itu.
"Apalagi, daerah yang dikenal dengan Pulau Garam ini notabene masyarakatnya membudidaya tanaman kelapa, sehingga batok yang bijinya telah diambil untuk dijadikan kopra, kemudian dimanfaatkan menjadi arang sebagai bahan membakar sate," kata Ibnu.
Oleh para pelaut dan penjajah Belanda, Satai Madura dibawa berkeliling dunia. Kini, satai sudah banyak diterima di berbagai negara, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
"Pelaut kita itu suka bebakaran, seperti ikan bakar. Namun ketika mereka rindu masakan daerah asal dan semacamnya, mereka mencoba memasak sate," kata Ibnu.