Awas Gunung Agung, Bagaimana Nasib Benda Sakral Pura Besakih?

Seiring lonjakan aktivitas vulkanik Gunung Agung, Lombok juga terimbas dampaknya.

oleh Hans Bahanan diperbarui 28 Sep 2017, 11:02 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2017, 11:02 WIB
Pura Besakih
Pura Besakih di kaki Gunung Agung, Bali

Liputan6.com, Mataram - Pura Besakih, tempat suci umat Hindu, berlokasi di lereng Gunung Agung (3.143 mdpl) di Karangasem, Bali. Sementara, saat ini Gunung Agung berstatus Awas (Level IV) dan berpotensi terjadi letusan dengan estimasi ketinggian 5 hingga 10 kilometer.

Tempat suci itu konon fondasinya dibangun Resi Markandeya dari India pada zaman pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (1007 Masehi). Pura Besakih terdiri atas 16 pura yang menjadi satu-kesatuan tak terpisah dan masing-masing memiliki benda saktal atau pratima.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sejak Jumat (22/9/2017) telah meningkatkan status Gunung Agung dari Siaga (Level III) menjadi Awas (Level IV).

Dengan demikian, wilayah steril yang semula radius 6 kilometer dari puncak gunung itu diperluas menjadi 9 kilometer, serta ditambah perluasan wilayah sektoral yang semula 7,5 kilometer menjadi 12 kilometer ke arah utara, timur laut, tenggara, dan selatan-barat daya, sehingga kawasan suci itu masuk dalam radius berbahaya. Kawasan suci Pura Besakih masuk dalam radius wilayah berbahaya yang harus dikosongkan.

Seperti dilansir Antara, Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali I Gusti Ngurah Sudiana mengatakan di tiga pura kawasan suci Besakih, yakni Pura Bangun Sakti, Basukian, dan Pura Pangubengan telah dilaksanakan ritual "Pengelempana" atau penduh jagat pada hari Rabu (20/9/2017).

Berdasarkan hasil rapat dengan para pangemong (penanggung jawab wilayah) dan pemangku (pemuka agama) Pura Besakih, benda-benda sakral yang disucikan pada 16 kompleks itu tidak akan dipindahkan meskipun status Gunung Agung sudah pada level Awas. Dalam rapat yang membahas upaya penyelamatan pratima menurut Sudiana yang juga Guru Besar Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, tak ada pemindahan benda-benda saktral di puluhan pura yang berada di lereng kaki Gunung Agung.

Hal itu menurut para pangemong dan pemangku sesuai dengan sejarah Gunung Agung  yang pernah empat kali pernah meletus, yakni pada 1808, 1821, 1843, dan 1963. Saat itu benda-benda yang disakralkan di Pura Besakih itu bergeser ke mana-nama dan selama ini terbukti aman. Mereka pun meyakini hal sama akan terjadi kali ini. Jika terjadi erupsi Gunung Agung, juga tidak akan menyentuh pratima-pratima di kawasan Pura Besakih, kata Prof. Sudiana.

Untuk menghindari benda sakral dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab, juga telah dilakukan koordinasi dengan aparat keamanan dalam bentuk keamanan terpadu. Namun, pratima maupun lontar-lontar dari sejumlah pura dadia (pura keluarga) dan pura kahyangan tiga (pura di lingkungan desa adat) Besakih sudah dikumpulkan dan disimpan di tempat yang aman.

Hal itu dilakukan karena sebagian besar masyarakat di lereng Gunung Agung telah mengungsi, yakni sebanyak 96.086 orang tersebar ke 430 titik di delapan kabupaten dan satu kota di Bali.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika meminta semua pihak memikirkan dan mengkaji untuk penyelamatan pratima atau benda sakral di kawasan Pura Besakih. Aset-aset Pura Besakih itu harus dapat diamankan dan diselamatkan karena semua itu adalah perjalanan sejarah umat Hindu. Oleh sebab itu, semua pihak juga memikirkan dampak terburuk dari erupsi Gunung Agung.

Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Penanggulangan Bencana Adaerah (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan bahwa pihaknya memasang lima unit sirene peringatan dini jika Gunung Agung itu meletus.

Lokasi pemasangan sirene tersebut, antara lain, di Polsek Kubu, Pos Polisi Tianyar, Polsek Selat, dan Polsek Rendang di Kabupaten Karangasem. Sirene "Mobile iCast Rapid Deployment Public Notification System" itu dipasang sebagai sarana peringatan kepada masyarakat agar segera mengungsi atau menghindar dari bahaya letusan Gunung Agung.

Suara sirene itu mampu menjangkau masyarakat dengan kekuatan bunyi mencapai 2 kilometer. Sirene dibunyikan secara manual oleh petugas jaga yang terhubung Pos Komando Utama di Karangasem.

Selain itu, juga telah dipasang rambu-rambu evakuasi yang menginformasikan posisi di lapangan dari radius berbahaya. Peta radius berbahaya letusan Gunung Agung ditetapkan di peta dengan rambu bertuliskan "Anda saat ini berada di radius 9 kilometer dari puncak kawah Gunung Agung".

Turis ke Lombok Anjlok

Meski lokasi Gunung Agung berada di Bali, pengaruh aktivitasnya sampai ke Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Sejak ditetapkan status Awas pada Jumat, 22 September 2017 lalu, tingkat kunjungan wisatawan ke Lombok menurun.

Ketua Gili Hotel Association, Vicky Hanoi, menyebutkan kunjungan wisatawan ke Pulau Lombok, khususnya ke tiga Gili, menurun sejak lima hari yang lalu. Hal itu diduga disebabkan para turis mengkhawatirkan dampak erupsi Gunung Agung.

"Para turis sudah dapat info dari social media. Jadi, mereka khawatir akan risiko yang akan terjadi jika berkunjung ke Lombok," ujar Vicky dihubungi dari Mataram, Rabu, 27 September 2017.

Dia menjelaskan, penurunan angka kunjungan itu diketahui dari jumlah wisatawan yang membatalkan keberangkatan dari Bali ke Gili Trawangan menggunakan kapal cepat. Begitu pula dengan tingkat hunian hotel.

Para wisatawan ini terkesan takut ke Gili karena lokasi ketiga pulau itu berdekatan dengan Gunung Agung. Selain itu, keluarnya travel advice dari 10 negara agar warganya berhati-hati datang ke Bali juga turut mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Lombok.

Kendati demikian, dia belum bisa memperkirakan presentase penurunan angka kunjungan wisatawan sejak status Gunung Agung di level Awas. Namun, dia menegaskan kembali bahwa kunjungan wisatawan tidak meningkat, tetapi justru menurun.

“Beberapa yang saya tanya ke teman hotel, mereka mengaku berdampak, tapi beda-beda persentasenya karena ada juga tamu yang datang direct langsung ke Lombok tanpa melalui Bali," kata Vicky.

Sementara itu, pembina Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, I Gusti Lanang Patra mengatakan, Pulau Lombok pasti akan terkena imbas negatif akibat potensi erupsi Gunung Agung.

Sebab, kata dia, separuh dari total jumlah wisatawan yang datang ke Lombok, berasal dari Bali. Karena itu, dia khawatir erupsi Gunung Agung akan mempengaruhi target kunjungan 3,5 juta wisatawan pada 2017 ini.

"Hampir 50 persen wisatawan yang datang ke Lombok itu berasal dari Bali. Jadi, kalau Bali menurun otomatis Lombok juga menurun. Dan sulit mencapai target 3,5 juta wisatawan itu. Kita berdoa sajalah semoga tidak terjadi apa-apa," kata Lanang.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya