Liputan6.com, Palembang - Praktik pemasungan terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), berdasarkan data Dinas Kesehatan Sumatera Selatan, sebanyak 386 orang. Jumlah kasus pasung ODGJ di provinsi yang berpenduduk 10,6 juta jiwa ini paling banyak berada di Kabupaten Empat Lawang.
Empat Lawang merupakan kawasan pemekaran dari Kabupaten Lahat dan diresmikan pada 20 April 2007. Luas daerah sekitar 2.256,44 km2 dengan jumlah penduduk 238.118 jiwa di tahun 2015. Awalnya daerah ini mempunyai tujuh kecamatan sebelum akhirnya dimekarkan menjadi 10.
"Praktik pemasungan sudah ada sejak dulu. bukan orang gila saja (yang dipasung), tapi pencuri yang tertangkap oleh pesirah (pejabat desa) juga dihukum agar tidak kabur. Salah satunya dengan dipasang balok kayu di kakinya," ucap Bupati Empat Lawang Syahril Hanafiah kepada Liputan6.com, saat ditulis pada Jumat, 6 Oktober 2017.
Advertisement
Baca Juga
Selain karena faktor tradisi, masyarakat juga sulit menerima kondisi keluarganya yang menderita gangguan jiwa. Terlebih keluarga penderita jiwa agak tertutup karena malu dan mengganggap ini aib. Akhirnya pemasungan dipilih sebagai solusi terakhir.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Empat Lawang, Hasbullah mengatakan, pasung merupakan salah satu tradisi untuk menyembuhkan penderita gangguan jiwa. Berbeda dengan saat ini, di masa lalu pemasungan dilakukan mengggunakan batang pohon pinang.
"Dulu tidak ada rantai atau borgol, hanya batang Pohon Pinang untuk memasung, sebutannya Geladak,” ujarnya.
Geladak sendiri merupakan cara penyembuhan seperti pemasungan dengan mengapit kaki penderita gangguan jiwa menggunakan batang pohon pinang yang sudah dibelah dua. Masing-masing kakinya diikatkan dengan batang pohonnya. Geladak adalah tradisi warga Kabupaten Empat Lawang dari zaman nenek moyang yang dipercaya bisa menyembuhkan penderita gangguan jiwa.
Selain itu, akses ke kecamatan di kabupaten ini terbatas, terutama menjelang sore hari. Sebab, kriminalitas seperti perampokan, pembegalan, dan pemerkosaan di jalan menuju daerah itu cukup tinggi. Sehingga, untuk mengakses ke kecamatan harus dilakukan pagi dan siang hari.
Prof Dr. Abdullah Idi, Sosiolog sekaligus Dosen Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fattah Palembang, mengatakan kasus pemasungan bukan hanya terjadi di Sumsel saja.
Selama ini pemasungan terhadap penderita gangguan kejiwaan dipilih untuk mengantisipasi agar tidak mengganggu warga sekitar lainnya. Ada juga alasan bahwa pemasungan penderita gangguan jiwa ini dilakukan karena mereka dinilai menjadi beban keluarga.
"Seiring perkembangan zaman, cara itu sudah tak layak lagi diteruskan karena perkembangan dunia medis yang memungkinkan untuk memberikan pengobatan. Hukum juga melarang pemasungan. Itu juga melanggar HAM," kata Abdullah.
Menurutnya, ada banyak sebab dari penderita gangguan jiwa terpaksa dipasung. Kemiskinan juga faktor, tapi bukan yang utama. Sebab, banyak juga pelaku pemasungan bukan orang miskin. Yang utama adalah karena kurangnya pengetahuan.
"Semakin maju suatu daerah, pasti semakin berkurang angka pemasungan,” kata dia. Faktor lainnya adalah soal kurangnya fasilitas kesehatan karena keterbatasan anggaran," ucapnya.
Jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya, Empat Lawang bukan termasuk daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi.
Ekonomi Rendah Picu Pemasungan
Dari data Badan Pusat Statistik Sumsel tahun 2015, penduduk miskin di kabupaten ini 31.741 jiwa atau sekitar 13,33 persen dari total penduduk 238.118 jiwa.
Daerah yang lebih miskin dari Empat Lawang adalah Musi Rawas Utara, Musi Banyuasin, dan Lahat. Prosentase penduduk miskin Musi Rawas Utara 19,73 persen dari total penduduk 182.828 jiwa. Di Musi Banyuasin (Muba), prosentasenya 18,35 persen dari 611.506 jiwa, Lahat 18,02 persen dari 393.235 jiwa.
Yos Rudiansyah, Kepala BPS Sumsel mengatakan, Kabupaten Empat Lawang merupakan daerah baru sehingga belum memiliki fasilitas kesehatan (faskes) lengkap.
"Faskesnya masih terbatas,” kata dia. Di daerah ini baru terdapat satu sumah sakit, Puskesmas 9 unit, Posyandu 143 unit dan Polindes 17 unit. Rumah sakit bersalin belum ada.
Ketimpangan jumlah faskes di Kabupaten Empat Lawang dengan total di Sumsel bisa dilihat dari data BPS Sumsel tahun 2015. Total jumlah faskes yang terdata hingga 2015 sebanyak 170 unit. Jumlah ini hanya 3,1 persen dari total faskes se-Sumsel yang angkanya mencapai 5.447 unit.
Ada sejumlah faktor yang membuat penanganan orang gangguan jiwa di Empat Lawang kurang maksimal. Salah satunya adalah karena akses jalan dari kota Tebingtinggi Kabupaten Empat Lawang ke kecamatan yang terbatas. Bukan karena infrastrukturnya yang kurang mendukung, namun karena masalah keamanan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinkes Empat Lawang Syahrial Qodril mengatakan, kebanyakan penderita gangguan kejiwaan tinggal di pedesaan dan berasal dari keluarga kurang mampu. “Kemungkinan ini yang menyebabkan banyaknya ODGJ. Pihak keluarga juga sering menolak ODGJ dirawat di rumah sakit, salah satunya karena mereka sudah pasrah dengan kondisi anggota keluarganya tersebut," ujarnya.
Syahril mengakui beberapa pasien belum mempunyai kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan. Sehingga, sebelum mengurus surat rujukan, pihaknya berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan untuk mendapatkan program berobat gratis.
Di tahun 2016, Dinkes Empat Lawang sudah merujuk sekitar 58 penderita gangguan jiwa dirawat ke RSJ Ernaldi Bahar Palembang. Namun karena kapasitas rumah sakit terbatas, para ODGJ harus mengantri untuk mendapatkan giliran perawatan.
"Kalau tahun ini, kita belum mendengar adanya ODGJ yang dipasung dari puskesmas. Tapi kalau tahun kemarin, semua yang dipasung sudah ditangani dan sedang menjalani perawatan di RSJ Ernaldi Bahar Palembang," kata Syahrial.
Untuk memudahkan pengobatan ODGJ, Dinas Kesehatan Empat Lawang memberikan pelayanan gratis berupa fasilitas antar jemput dari rumah pasien menuju ke RSJ Ernaldi Bahar di Palembang. Ada anggaran khusus untuk pelayanan ini dan sudah dijalankan sejak tahun 2015 lalu.
Syahrial menambahkan, pemasungan ini sebenarnya tidak secara kontinu dilakukan. Jika kondisi emosional ODGJ sudah membaik, belenggu pasungnya bisa dilepas. Namun jika masih mengganggu, bahkan mengancam keselamatan jiwa orang sekitarnya, pemasungan kembali dilakukan.
Kepala Puskesmas Muara Pinang Kabupaten Empat Lawang Cerianti menambahkan, pelayanan ODGJ tidak bisa maksimal jika pihak keluarga tidak berperan serta.
"Terkadang tidak mungkin petugas kami ke sana terus, sedangkan keluarga tidak mendukung. Seluruh pengobatan maupun fasilitas untuk ODGJ diberikan secara gratis. Sejauh ini pasokan obat dari Dinas Kesehatan Sumsel selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan para penderita kejiwaan itu,” katanya.