Liputan6.com, Halmahera - Bekerja di pertambangan emas tak selalu diiringi nasib kinclong seperti emas. Ancaman pemecatan masih mengintai para pekerja emas. Demikian potret puluhan pekerja tambang emas milik perusahaan Australia dan perusahaan pelat merah di Halmahera, Maluku Utara.
Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) perusahaan bersangkutan, Iswan Marus, menjelaskan pemecatan terhadap puluhan tenaga kerja lokal terjadi sejak April 2017 hingga saat ini. Pada tahap pertama, sebanyak 62 pekerja lokal di perusahaan tersebut dipecat.
"Pemecatan itu dilakukan secara mendadak dan tanpa alasan yang jelas sehingga membuat resah para pekerja. Kebetulan seluruh pekerja yang dipecat merupakan putra daerah Halmahera," ujar Iswan dalam keterangan tertulis, Rabu (18/10).
Advertisement
Perusahaan kemudian melanjutkan langkah pemecatan belasan pekerja lainnya dari pelbagai divisi tanpa alasan dan keterangan resmi. Langkah itu, lanjut Iswan, amat sangat disayangkan apalagi perusahaan pernah melakukan proses lain seperti perundingan.
“Kami di-PHK tanpa proses perundingan dan notifikasi waktu yang pantas. Pada bulan Maret terjadi kesepakatan ada diskusi lanjutan antara karyawan, serikat pekerja, dan perusahaan. Namun yang terjadi sebaliknya, bulan April kawan-kawan kami dipecat tanpa proses yang sesuai dengan UU Tenaga Kerja. Tidak ada SP1 atau SP2. Siang kami dikabari dipecat, besok tidak bisa datang lagi ke kantor,” ujar Iswan.
Menurut Iswan, perusahaan tidak pernah mengadakan diskusi terlebih dahulu seperti yang biasa dilakukan perusahaan-perusahaan pada umumnya. Perusahaan juga tidak memberi masa transisi kepada pekerja yang di-PHK.
"Itulah yang membuat para pekerja kaget dan resah karena pemecatan dilakukan secara mendadak tanpa ada pembicaraan secara resmi dan alasan yang jelas dengan pihak tenaga kerja yang akan di-PHK," ujar Iswan.
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) perusahaan, Abdul Majid menambahkan, perusahaan telah melakukan pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa pemecatan harus dilakukan secara musyawarah, transparan mengenai alasan pemecatan, dan tidak merugikan pihak karyawan.
"Bahkan, beberapa perusahaan kerap memberikan masa transisi sampai pembekalan kepada para pekerja untuk kehidupan pasca-PHK. Namun, hal itu tidak dilakukan," ujar Abdul.
Menurut Abdul, sebagian pekerja yang dipecat bahkan masih produktif dan memiliki kinerja dengan bagus atas performance appraisal (penilaian performa kerja) bagus. Anehnya, lanjut Abdul, pekerja yang berada pada masa usia pensiun dan sudah tak produktif justru masih dipertahankan. Perusahaan juga merekrut beberapa karyawan baru.
Saksikan video pilihan di bawah ini: