Liputan6.com, Purwokerto - Sosok Kiai Haji Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai pejuang demokrasi, toleransi, dan kesetaraan, melahirkan gerakan-gerakan inklusif. Komunitas Gusdurian yang lahir di berbagai kota menjadi salah satu bukti.
Media sosial, di luar fungsinya sebagai media pertemanan dan berbagi, kerap menjadi ajang kampanye, apalagi pada tahun-tahun politik seperti pilkada ataupun pilpres. Ujaran kebencian pun meruap di tengah persaingan memperebutkan suara.
Ujaran kebencian bertajuk perbedaan suku, agama, rasa, dan antargolongan (SARA) telah menjadi komoditas yang diproduksi dan disebarkan secara sistematis.
Advertisement
Baca Juga
Menyikapi itu, Gusdurian mesti menyiapkan narasi alternatif untuk meredam merebaknya ujaran kebencian. Salah satu yang diperjuangkan adalah persamaan hak bagi mayoritas maupun minoritas. Itu termasuk kesetaraan hak politik warga negara seperti yang diajarkan Gus Dur atau Presiden ke-4 RI tersebut.
"Kita fokus pada nilai-nilai yang kita perjuangkan dengan memberikan narasi alternatif. Tugas kita bukan menginsafkan orang-orang yang berseberangan dengan kita, tapi memperjuangkan apa yang menjadi kebutuhan mereka," ucap Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, Rabu sore, 28 Maret 2018.
Menurut putri sulung mendiang Gus Dur itu, dalam perjuangan kesetaraan hak, tentu ada pihak-pihak yang gerah. Oleh karena itu, ia meminta agar Gusdurian tetap fokus dan menanggapinya dengan santai seperti juga pernah dicontohkan oleh Gus Dur.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Win-win Solution ala Gus Dur
Begitu pun saat merespons ujaran kebencian dan melempar narasi alternatif, Gusdurian harus memegang prinsip bahwa "aku" adalah "kita". Pemahamannya, bukan memusuhi yang berbeda pandangan, tetapi mencoba mencari celah untuk menemukan yang terbaik.
Dengan jalan itu diharapkan tak ada konflik dalam memperjuangkan nilai-nilai Gus Dur. Begitu pula dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat, Gusdurian harus menggunakan prinsip win-win solution sebagai seni berjuang.
"Menjadi Gusdurian itu santai saja, jangan terlalu serius, karena Gus Dur saja orangnya santai. Tapi, jangan kehilangan prinsip-prinsip yang dulu pernah diteladankan oleh Gus Dur," dia menjelaskan, dalam acara temu Gusdurian Purbalingga.
Koordinator Gusdurian Purbalingga, Basyir Fadhulah menerangkan, untuk menerjemahkan nilai perjuangan Gus Dur, salah satunya bisa dilihat dari keanggotaan Gusdurian Purbalingga tak terbatas pada sekat ras, agama, dan golongan.
Advertisement
Menyasar Generasi Milenial untuk Kampanye Nilai Ajaran Gusdur
Beragam cara ditempuh Gusdurian Purbalingga untuk mengajarkan nilai-nilai ajaran Gus Dur yang langsung bisa diaplikasikan. Salah satunya dengan workshop film dokumenter yang nantinya diproyeksi sebagai media kampanye ajaran Gus Dur.
Workshop film itu merupakan program rutin tahun 2018 dan gratis. Pesertanya adalah remaja lintas iman Purbalingga. Gusdurian menggandeng Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga.
Workshop film diharapkan mampu menjembatani generasi milenial untuk turut bersumbangsih dengan kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar sesuai semangat dan nilai-nilai Gus Dur.
"Pemikiran Gus Dur itu tak sekadar lintas agama dan iman, namun juga lintas generasi," Basyir mengungkapkan.
Selain mengajak generasi muda lintas agama dan organisasi agama lewat kegiatan film, sekaligus penerapan nilai-nilai yang diajarkan Gus Dur semasa hidupnya.
"Yaitu kesetaraan, bahwa kita berusaha membangun pemahaman tentang keberagaman untuk tidak menghambat kreativitas, namun menjadi pendukung utama majunya generasi muda Indonesia," dia menjelaskan.