Liputan6.com, Jakarta - Gempa yang mengguncang Situbondo pada Kamis (11/10/2018) pukul 01.44.57 WIB masih menyisakan ketakutan bagi warga. Khususnya bagi warga di Jawa Timur, terlebih yang tinggal di pesisir pantai.
Setelah melewati proses pemutakhiran, gempa di Situbondo dinyatakan berkekuatan magnitudo 6,0 (sebelumnya disebut magnitudo 6,4).
Ketakutan terjadinya tsunami pada tahun 1994 yang terjadi di Banyuwangi kembali menyeruak di pikiran.
Advertisement
Kepala Bagian Humas BMKG Hary Tirto mengatakan, masyarakat, khususnya warga Jawa Timur tidak perlu kelewat khawatir. Menurut dia, peristiwa gempa yang mengguncang Situbondo berbeda dengan gempa Banyuwangi.
Baca Juga
Untuk gempa Situbondo, episenter terletak pada koordinat 7,46 LS dan 114,44 BT atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 56 km arah timur laut kota Situbondo pada kedalaman 12 km.
"Lokasinya berbeda ya. Kalau gempa tahun 1994 lokasinya di Samudera Hindia selatan Banyuwangi. Dan gempa Situbondo dari Utara jadi memang bukan yang berpotensi tsunami," kata Hary saat dihubungi Liputan6.com.
Dia menjelaskan, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa yang terjadi di Situbondo merupakan jenis gempa dangkal. Kemudian berdasarkan peta dan sejarah kegempaannya, zona ini merupakan kawasan seismisitas (memiliki potensi gempa) rendah.
Guncangan ini dilaporkan dirasakan di pulau Madura, Jawa Timur, dan Bali. Tiga orang dilaporkan tewas diduga akibat tertimpa bangunan yang runtuh. Gempa juga mengakibatkan kerusakan bangunan di sejumlah wilayah. Dari sejumlah temuan dan laporan tersebut, gempa Situbondo tidak berpotensi tsunami.
"Hasil pemodelan menunjukkan gempa bumi tidak berpotensi tsunami. Masyarakat diimbau tenang dan tidak terpengaruh info yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya," ujar Hary.
Â
Â
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Siklus Tahunan?
Dan jika memutar sejarah gempa, provinsi di Jawa Timur termasuk langganan gempa dengan jarak waktu sekitar 15 tahun sampai 20 tahun.
Berikut beberapa peristiwa gempa di Jawa Timur yang berhasil dirangkum dari Pusat Vulkanologi Departemen Energi.
1. Gempa terjadi pada 22 Maret 1836 di Mojokerto. Tidak diketahui berapa kekuatan gempa tersebut, namun skala intensitas dampak gempa mencapai VII-VIII MMI. Akibat gempa ini terjadi kerusakan pada bangunan.
2. Gempa terjadi pada 20 November 1862 di Madiun dengan skala intensitas gempa mencapai VII MMI. Akibat gempa ini sejumlah bangunan retak.
3. Gempa terjadi pada 15 Agustus 1896 di Wlingi, Blitar, dengan skala intensitas gempa mencapai VII MMI. Gempa terasa sampai Brangah. Kerusakan pada bangunan dan rumah penduduk.
4. Gempa terjadi pada 20 Agustus 1902 di Tulungagung dengan skala intensitas gempa mencapai VII MMI. Akibat gempa terjadi kerusakan pada bangunan.
5. Gempa terjadi pada 11 Agustus 1939 di Jawa Timur dengan skala intensitas VII MMI. Getaran gempa terasa hingga Rembang, Jawa Tengah. Sebuah rumah roboh di Brondong.
6. Gempa terjadi pada 19 Juni 1950 di Jawa Timur dengan skala intensitas gempa mencapai VI MMI. Beberapa bangunan retak. Getaran terasa sampai Kalimantan dan Jawa Barat. 20/11/1958Gempa terjadi di Malang dengan skala intensitas gempa mencapai VII-VIII MMI. Akibat gempa terjadi retakan pada bangunan, tanah, dan 8 orang tewas.
7. Gempa terjadi pada 19 Februari 1967 di Malang dengan skala intensitas gempa sebesar VII - IX MMI. Kerusakan terparah terjadi di Dampit, 1.539 rumah rusak, 14 orang tewas, 72 orang luka-luka. Di Gondanglegi 9 orang tewas, 49 orang luka-luka, 119 bangunan roboh, 402 retak, 5 masjid rusak. Di Trenggalek 33 rumah bambu retak. Getaran gempa terasa hingga Banyumas dan Cilacap di Jawa Tengah.
8. Gempa terjadi pada 4 Oktober 1972Â di Blitar-Trenggalek dengan kekuatan 6 skala Richter dan skala intensitas gempa sebesar V-VI MMI. Akibatnya, terjadi kerusakan sejumlah bangunan di Gandusari & Trenggalek. Goncangan terasa kuat sehingga mengakibatkan 250 orang meninggal, 127 orang hilang, 423 luka, 1.500 rumah rusak, 278 perahu rusak dan hilang. Gempa ini juga menimbulkan terjangan tsunami dengan ketinggian gelombang belasan meter dan terjangan gelombang hingga mencapai 500 meter dari pantai.
9. Gempa terjadi pada 3 Juni 1994Â di Banyuwangi dengan kekuatan gempa mencapai 7 skala Richter dan skala intensitas gempa VIII MMI. Akibat gempa menimbulkan bencana di Rajegwesi, Gerangan, Lampon, Pancer, Pulau Sempu, Grajagan, Pulau Merah, Teluk Hijau, Sukamade, Watu Ulo, Teluk Sipelori dan Teluk Tambakan. Efek tsunami mencapai pantai Banyuwangi, Jember, Malang, Blitar, Tulung Agung, Trenggalek & Pacitan.
10. Gempa terjadi pada 20 Juli 2003 di Pacitan dengan kekuatan 5,9 skala Richter. Akibatnya terjadi kerusakan pada sejumlah bangunan dan plester dinding lepas di rumah dinas Polres Pacitan, 4 rumah di desa Pucang Sewu, 1 rumah di desa Sambong, 1 rumah di desa Ponggok, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan; 1 rumah di desa Wonocoyo, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek; pasar Madiun dan sebuah Ruko di kota Yogyakarta. Getaran terasa di Pacitan, Trenggalek, Madiun, Surakarta, Yogyakarta hingga Surabaya. Terjadi gempabumi susulan.
Sementara, untuk sejarah tsunami di Perairan Selatan Jawa mencatat, sejak awal abad ke-20, pantai selatan Jawa telah dilanda 20 kali kejadian tsunami yang dipicu goncangan gempa bumi.
Adapun wilayah yang pernah dilanda tsunami adalah Pangandaran tahun 1921 dan tahun 2006, Kebumen tahun 1904, Purworejo tahun 1957, Bantul tahun 1840, Tulungagung tahun 1859, Jember tahun 1921 dan Banyuwangi tahun 1818, tahun 1925 dan tahun 1994.Â
Saat itu, tsunami Banyuwangi dipicu gempa bumi dengan magnitudo 7,2 dan menyebabkan 377 orang meninggal. Dan untuk tsunami Pangandaran dipicu gempa magnitudo 7,7Â yang menghasilkan gelombang tsunami dengan tinggi 1-6 m.
Advertisement