Liputan6.com, Cilacap - Temuan tumpukan batu bata kuno berukuran raksasa di Kalikudi, Kecamatan Adipala, sempat menghebohkan warga Cilacap, Jawa Tengah, September 2018 lalu. Spekulasi pun beredar, mulai dari candi kuno, benteng, hingga makam.
Ukuran batu batanya memang tak biasa, yakni 35x25 sentimeter atau dua kali lipat dibanding batu bata masa kini. Ada pula yang berspekulasi bahwa, bisa jadi, pada masa lalu, Kalikudi adalah pusat pembuatan batu bata untuk pembangunan kota lama dan benteng-benteng di Cilacap.
Advertisement
Bisa jadi, semuanya benar. Tak tertutup kemungkinan pula, seluruh dugaan itu salah.
Advertisement
Musababnya, hingga saat ini Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah masih meneliti situs batu bata kuno berukuran jumbo di Cilacap ini. Tim bekerja keras untuk menelusuri asal muasal situs ini.
Terlepas dari penelitian ini, ternyata di Jawa Tengah sendiri ada dua candi kuno yang dibangun dengan batu bata merah. Dua candi itu adalah Candi Retno, Magelang, dan Candi Kayen, Pati.
Baca Juga
Struktur bangunan klasik atau kuno yang berasal dari zaman kerajaan itu menggunakan batu bata merah berukuran besar. Namun, dua candi kuno itu tak bisa dijadikan patokan situs yang ditemukan di Kalikudi.
Pasalnya, pada zaman yang lebih muda, yakni pada zaman kolonial Belanda dan Jepang, juga banyak bangunan yang terbuat dari batu bata merah. Misalnya, benteng, perkantoran, maupun perumahan yang dibangun dengan batu bata berukuran lebih besar dari batu bata zaman sekarang.
"Yang pasti di Jawa Tengah ada dua candi yang terbuat dari bata merah. Tapi itu tidak bisa jadi tolak ukur," Staf BPCB Jateng, Harun Al Rasyid, menerangkan kepada Liputan6.com, Kamis, 1 November 2018.
Harun mengungkapkan, hingga saat ini BPBC belum bisa menduga-duga struktur bangunan pada situs batu bata kuno berukuran raksasa di Cilacap ini. Bisa saja candi kuno, atau bisa pula lainnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Antara Zaman Klasik atau Kolonial
Sayangnya, saat meneliti langsung di lokasi, situs terendam air keruh. Akibatnya, tim tak bisa menggali untuk mengetahui dasar atau pondasi situs batu bata kuno yang masih terpendam di dalam tanah ini.
"Nah, tapi kalau sampai, apa namanya, itu perkiraan apa, kita ya belum bisa. Karena kemarin saat kita ke Kalikudi itu sedang banyak air. Jadi, kita tidak bisa melihat sampai ke bawah," katanya.
Untuk itu, ia meminta agar masyarakat dan seluruh pihak terkait mengamankan situs batu bata kuno ini. Patut diduga situs itu adalah cagar budaya yang bisa menyingkap sejarah, khususnya di Cilacap. Karenanya, situs ini mesti dijaga dari kerusakan atau vandalisme.
"Tidak boleh lagi ada penggalian," dia menegaskan.
BPCB hingga saat ini juga masih meneliti muasal batu bata ini, apakah dari zaman klasik atau masa yang lebih muda, misalnya zaman kolonial.
Melihat situs secara keseluruhan adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan jika masih memungkinkan. Dari struktur yang terbentuk itu, bisa diduga struktur bangunan situs yang ditemukan.
BPCB juga masih meneliti batu bata kuno berukuran jumbo yang ditemukan di Kalikudi di laboratorium BPCB. Dari penelitian itu, diharapkan akan diketahui umur batu bata untuk mengetahui muasalnya.
Selain itu, tim peneliti BPCB juga menelusuri kesesuaian data yang mengarah pada terungkapnya situs batu bata kuno di Kalikudi ini.
"Kemarin kita mengambil sampel itu dan sedang diuji di laboratorium. Nah, kemudian juga sedang menelusuri data-data untuk mencari kesesuaian dengan batu bata itu," dia menerangkan.
Advertisement
Cara Warga Kalikudi Jaga Situs Batu Bata Kuno
Harun mengemukakan, BPCB juga sudah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Cilacap serta masyarakat Kalikudi untuk mengamankan situs ini. Caranya, yakni dengan tidak lagi menggali di sekitar lokasi.
Di lokasi penemuan situs utama yang sudah terbuka juga telah dipagar. Namun, ia tak melarang petani menggarap sawah di lokasi yang tak dipagar tersebut.
"Kita kemarin memang meminta agar lokasi di sekitar situ diamankan," ucapnya.
Terkait penemuan terbaru artefak berupa batu berbentuk kombinasi bulat dan persegi di situs itu, Harun juga belum berani berspekulasi. Tetapi, dia bisa batu lonjong itu bukanlah lingga.
"Lingga berbeda. Tapi untuk mengetahui tentu harus diteliti lebih jauh lagi," Harun menambahkan.
Seperti diketahui, warga Kalikudi, Mistam kembali menemukan dua batu yang setelah diangkat ternyata berbentuk kombinasi silinder dan pipih memanjang dengan ujung tumpul membulat.
Batu kedua ditemukan setelah Mistam curiga lantaran batu pertama patah. Warga menduga batu itu mirip nisan atau cungkup makam.
"Mirip nisan. Tapi kita juga belum tahu itu apa. Bukan batu koral, lebih lunak," ucap Ketua Paguyuban Adat Rasa Sejati, Kalikudi, Nakam Wimbo Prawiro.
Nakam menyebut, warga sangat mendukung langkah BPCB. Sebelum BPCB tiba di Kalikudi, warga bahkan sudah mengamankan sekitar 50 batu bata kuno berukuran jumbo agar tidak rusak atau dicuri.
"Tapi tidak ada yang mau dititipi, jadi disimpannya di pos ronda. Katanya takut," Nakam mengungkapkan.