Barapen, Ritual Perdamaian dan Seruan Bersaudara di Papua

Kesepakatan perdamaian, biasanya berisi kedua pihak bersepakat hidup damai dan bersaudara, serta kedua kubu yang bertikai bersepakat menghindari isu provokatif.

oleh Katharina Janur diperbarui 26 Apr 2019, 01:01 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2019, 01:01 WIB
Memasak dengan barapen atau bakar batu di Papua.
Ritual barapen atau memasak dengan bakar batu, menjadi salah satu cara untuk menghentikan konflik di Papua. (Liputan6.com/Katharina Janur)

Liputan6.com, Jayapura - Barapen atau bakar batu, menjadi ritual khusus bagi masyarakat di pegunungan tengah Papua, untuk penyelesaian konflik yang terjadi di tengah masyarakat.

Sebelum dilakukan barapen, biasanya kedua kubu yang bertikai melakukan pemanahan terhadap seekor babi yang telah disepakati bersama.

Babi yang dipanah harus langsung mati, sebagai pertanda acara perdamaian akan sukses. Berbeda jika babi yang dipanah tak langsung mati, maka kepercayaan masyarakat setempat, acara perdamaian tak bisa dilakukan yang biasanya juga berarti masih ada dendam diantara kedua kubu yang bertikai.

Alex Silo Doga, Kepala Suku Omargma, yang menempati Distrik Asologaima hingga Distrik Soekarno Doga di Kabupaten Jayawijaya menuturkan biasanya jika masih ada dendam antara kedua kubu, maka berimbas pada pemanahan ke arah babi akan meleset dan pesta bakar batu batal dilakukan

"Makanya panglima perang biasanya membidik mata panah ke arah organ vital babi, misalnya ulu hati ataupun tempat-tempat yang langsung bisa mematikan," ujarnya kepada Liputan6.com.

Usai dilakukan panah babi, ritual selanjutnya biasanya dilakukan dengan patah panah dan busur yang berarti mengakhiri konflik atau peperangan yang selama ini terjadi. Kemudian penandatangan kesepakatan perdamaian akan dilakukan bersama.

"Kesepakatan perdamaian, biasanya berisi kedua pihak bersepakat hidup damai dan bersaudara, serta kedua kubu yang bertikai bersepakat menghindari isu provokatif," kata Alex.

Perdamaian dengan adat barapen atau bakar batu, biasanya dihadiri ribuan orang dari kedua kubu yang bertikai, tokoh adat, agama, pemuka masyarakat dan kepala daerah atau muspida, sebagai perwakilan pemerintah di daerah itu.

* Ikuti Hitung Cepat atau Quick Count Hasil Pilpres 2019 dan Pemilu 2019 di sini

Santapan Menu Barapen

Menu daging babi di barapen
Menu daging babi yang selalu ada setiap upacara barapen atau bakar batu di wilayah pegunungan tengah Papua. (Liputan6.com/Katharina Janur)

Usai melewati prosesi itu semua. Babi yang tadi dipanah dan telah mati, langsung bisa dipotong dan dibakar dengan cara barapen, bersama dengan umbi-umbian dan sayur mayur, serta hasil kebun lainnya yang akan disantap bersama, antara kedua kubu yang bertikai.

Memasak dengan cara barapen dilakukan dengan batu yang sebelumnya telah dipanaskan terlebih dahulu dengan kayu dan api. Memasak dengan barapen dilakukan dengan waktu 1-2 jam, tergantung panasnya batu dan ketebalan menu makanan yang dimasak.

Kata Alex, biasanya batu-batu panas disiapkan oleh kaum laki-laki, sementara menu makanan disiapkan oleh kaum perempuan.

"Sambil menunggu makanan barapen siap santap, biasanya dilakukan pesan-pesan kesepakatan antara kedua kubu, untuk tidak lagi saling serang atau kesepakatan pembayaran adat yang telah disepakati sebelumnya," jelasnya.

Menyantap menu barapen juga ada aturannya. Masyarakat yang menghadiri acara perdamaian biasanya dikumpulkan dalam sebuah lapangan dan duduk berkelompok.

Setiap kelompok, terdiri dari 10-20 orang dan duduk melingkar, untuk memudahkan pembagian makanan yang telah dimasak dengan cara barapen.

Per kelompok warga, berisi kaum lelaki dewasa berkumpul dengan lelaki lainnya, begitu juga dengan perempuan dan anak-anak akan membentuk kelompoknya sendiri, sesuai tingkatan umur.

"Makanan yang siap santap diletakkan ditengah-tengah warg yang telah duduk berkelompok. Makanan yang sudah matang dialasi daun pisang dan diletakkan ditengah kelompok yang duduk melingkar," jelas Alex.

Per kelompok biasanya mendapatkan menu lengkap dan sama, berupa sayuran, umbi-umbian sebagai pengganti nasi dan lauk berupa daging babi yang keseluruhannya dimasak barapen.

Makan bersama dipercaya masyarakat di Papua dapat mengangkat solidaritas dan kebersamaan warga yang sebelumnya bertikai. Makan bersama juga sebagai bentuk rasa syukur pertikaian sudah usai.

"Warga yang terlibat akan merasa lebih dekat dengan proses masak dan makan bersama. Seusai makan bersama, semua perselisihan diaggap telah selesai," ujarnya.

Saat ini, barapen tak hanya untuk penyelesaian konflik, namun dapat dilakukan saat ucapan syukur perayaan kelahiran atau syukur atas sebuah keberhasilan, temasuk untuk menyambut tamu besar yang sedang berkunjung ke Papua, misalnya pejabat negara, gubernur atau lainnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya