Balada Marsono Tambakrejo, Menyelamatkan Ayam Kehilangan Rumah

Penggusuran kampung Tambakrejo Semarang menyalahi kesepakatan yang diinisiasi Komnas HAM, namun ada cerita menarik tentang ayam Marsono dibalik itu semua.

oleh Felek Wahyu diperbarui 11 Mei 2019, 19:01 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2019, 19:01 WIB
tambakrejo
Warga Tambakrejo Semarang tak lagi punya kegiatan ekonomi sehingga mengisi waktu dengan "petan" (mencari kuu/uban). (foto: Liputan6.com / felek wahyu)

Liputan6.com, Semarang - Proses penggusuran Tambakrejo di Semarang Utara menyisakan berbagai kisah haru. Salah satunya dari Marsono yang memilih bergerak menyelamatkan ayam-ayamnya daripada mempertahankan rumahnya.

Kisah dimulai ketika buldozer berdatangan. Marsono sejak malam hari seperti mendapat firasat, ia mengurung semua ayam miliknya.

Ketika penghancuran rumah dimulai, dan warga banyak yang tak sempat mengevakuasi barang-barangnya keluar rumah, Marsono juga sibuk menjinjing kantong plastik berisi makanan ayam. Ia berjuang mencegah tercerai berainya ayam-ayam itu akibat proses penggusuran Tambakrejo.

"Krrr...krrr....krrr...," teriak Marsono berulang memanggil ayam-ayamnya.

Tangannya merogoh kantong plastik itu. Sulit. Sungguh sulit mengumpulkan ayam dalam suasana gaduh. Beruntunglah Marsono sudah mengurung ayam-ayam itu.

"Ini ayam-ayam pada panik juga. Suasana gaduh," kata Marsono.

Marsono bercerita karena menyelamatkan ayam-ayamnya. Ia tak tahu proses penghancuran rumahnya oleh buldozer Satpol PP. Ia memang sangat sibuk menenangkan ayam-ayamnya.

"Saya bisa menyelamatkan rumah ayam-ayam ini. Sayang saya tak bisa menyelamatkan rumah saya sendiri," katanya.

Harta yang tersisa adalah puluhan ekor ayam itu. Marsono lalu memutuskan untuk menjual keseluruhan secara borongan.

"Selain untuk bertahan hidup, sulit memelihara ayam dalam situasi seperti ini. Ini ada 45 ekor, tadi ada yang nawar enam ratus, belum saya lepas," katanya di puing-puing sisa penggusuran Tambakrejo.

Simak video pilihan berikut terkait proses penggusuran Tambakrejo.

Wali Kota Menjawab Isi Kesepakatan

tambakrejo
Kondisi lahan yang disepakati untuk relokasi masih berupa genangan air. (foto: Liputan6.com / felek wahyu)

Marsono kemudian bercerita, dibalik penggusuran itu, sebenarnya sudah ada kesepakatan pada akhir tahun 2018. Kesepakatan antara warga dengan pemerintah Kota Semarang itu juga dihadiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) dan perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Tujuannya untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM.

"Saat itu warga sepakat direlokasi ke penampungan di tepi Sungai Banjir  Kanal. Tapi myatanya saat ini tempat yang disepakati untuk relokasi masih berupa genangan air," kata Marsono.

Marsono dan warga yang lain hingga hari ketiga penggusuran, Sabtu (11/5/2019), warga belum mendapatkan tempat relokasi. Mereka tak tahu akan kemana, dan sementara tinggal di tenda-tenda serta bivak yang berasal dari reruntuhan rumah mereka.

Dalam pertemuan itu juga disampaikan bahwa warga Tambakrejo di bantaran BKT mendukung proyek normalisasi BKT. Karenanya sudah dicapai kesepakatan relokasi itu.

"Tapi seharusnya nunggu dulu biar lahan relokasi siap. Jangan dihancurkan seperti ini sehingga warga tidak memiliki tempat tinggal," katanya.

Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi menyebutkan bahwa perobohan bangunan milik warga itu untuk mempercepat proses normalisasi BKT. Atas kesulitan warga, Hendi menyebut bisa memanfaatkan lahan yang telah ada.

"Yang sudah ada ditempati dulu. Jadi nanti bisa segera mengerjakan yang lain," kata Hendi.

Jika warga mau menempati lahan yang disediakan, maka pengerukan bisa segera dilakukan dan tanah yang disepakati untuk relokasi bisa segera diurug.

"Supaya yang lain segera bisa dikerjakan," katanya.

Dalam pantauan Liputan6.com, lahan yang disepakati untuk relokasi memang belum siap. baru sekitar 40 persen saja yang sudah diurug, sementara sisanya masih berupa genangan air.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya