Liputan6.com, Purbalingga - Kartu tani menjadi program unggulan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang diadopsi sebagai program nasional. Salah satu kabupaten dengan realisasi kartu tani terbaik di Jawa Tengah adalah Purbalingga.
Di wilayah lereng Gunung Slamet ini, tingginya tingkat realisasi juga didukung dengan ketatnya distribusi pupuk. Ini untuk memastikan pupuk bersubsidi diperoleh oleh petani yang berhak.
Sebenarnya, kartu tani tak sekadar kartu untuk memperoleh pupuk. Kartu tani sekaligus kartu debit atau ATM yang terintegrasi dengan rekening bank.
Advertisement
Baca Juga
Rupanya, kesadaran untuk menggunakan kartu tani untuk transaksi perbankan juga sudah dimulai di Purbalingga. Contohnya di Desa Beji, Kecamatan Bojongsari, Purbalingga.
Kebetulan, penyalur atau pengecer pupuk bersubsidi di desa ini adalah gabungan kelompok tani (Gapoktan) Ngudi Jaya, milik warga Beji.
Layaknya penyalur pupuk bersubsidi lainnya, toko yang dikelola oleh Gapoktan Ngudi Jaya juga berfasilitas elektronik data capture (EDC).
Selain itu, fasilitas lain yang diberikan oleh pihak bank memungkinkan petani bertransaksi langsung di toko milik gapoktan dengan kartu tani yang dimilikinya. Tercatat, sekitar 10 persen petani sudah menggunakan kartu tani untuk transaksi perbankan.
"Kartu tani ada yang untuk transfer, menabung, ada juga yang untuk mengangsur," kata Ketua Gapoktan Ngudi Jaya, Dedy Gunawan, Senin 2 September 2019.
Beda Nasib Gapoktan Pengecer Pupuk Bersubsidi
Menurut Dedy, transaksi perbankan ini setidaknya akan membantu gapoktan memperoleh keuntungan lebih. Sebabnya, keuntungan dari pupuk bersubsidi sangat tipis.
Pupuk urea misalnya, berharga Rp 87 ribu dari distributor. Sedangkan Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah Rp 90 ribu. Dari HET Rp 90 ribu, anggota gapoktan sepakat untuk menambah Rp 2.000 per kantong sebagai biasa transport.
"Jadi keuntungan gapoktan hanya Rp 3.000 per kantong. Sangat tipis. Tapi tidak apa-apa, karena kami juga mengambil untung dari lainnya, misalnya pestisida," dia menerangkan.
Lantaran prestasinya, Gapoktan Ngudi Jaya kini mengampu penyaluran pupuk bersubsidi di tiga desa. Selain Beji, gapoktan ini juga bertanggung jawab atas distribusi pupuk di Desa Metenggeng dan Bojongsari, dengan jumlah total sekitar 500 petani.
Kepala Dinas Pertanian Purbalingga, Mukodam mendorong agar Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) menjadi penyalur pupuk bersubsidi.
Tercatat, di Purbalingga baru ada 15 gapoktan yang menjadi penyalur. Belakangan, angka ini menciut hanya jadi lima gapoktan. Kelima gapoktan mengampu distribusi pupuk bersubsidi di 15 desa.
Distribusi kartu tani yang berakibat langsung kepada ketepatan penerimaan pupuk bersubsidi diyakini akan meningkatkan produksi pertanian Purbalingga. Sebab, kebutuhan pupuk tercukupi.
Terbukti, pada 2018 lalu Purbalingga surplus sebanyak 59 ribu ton beras. Angka in meningkat cukup signifikan dibanding tahun 2017 yang hanya surplus kisaran 53 ribu ton beras.
Advertisement
Menekan Disparitas Harga Pupuk Bersubsidi
"Produksi pertanian dipengaruhi oleh intensifikasi pertanian. Salah satunya kecukupan pupuk. Per hektare sawah di Purbalingga rata-rata menghasilkan 6,644 ton gabah kering," kata Mukodam.
Di luar keberhasilan realisasi kartu tani, Mukodam pun mengakui masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi. Terutama pada sistem update atau pembaruan data penggarap lahan.
Sebab, luasan garapan petani penyewa fluktuatif dan sangat dinamis. Hampir tiap tahun terjadi perubahan luasan lahan garapan.
Sebab itu, Dinas Pertanian menugaskan kepada Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) untuk intensif bertemu dengan kelompok tani untuk mengetahui perubahan luasan lahan garapan petani.
Dari kelompok tani, perubahan akan dilaporkan kepada PPL yang lantas melaporkannya ke pusat data. Pusat data akan mengubah jatah peruntukan pupuk sesuai dengan luasan lahan terkini.
"Karena sistem prosesnya berjenjang. Untuk mengantisipasi kekurangan pupuk bagi petani penggarap, bisa meminta surat keterangan dari kepala desa atau lurah bahwa luas lahan garapannya telah berubah. Bertambah atau berkurang," dia menerangkan.
Meski sudah dilakukan dengan distribusi yang sangat ketat, tetapi tetap terjadi perbedaan harga antara satu desa dengan lainnya. Transportasi menjadi penyebab disparitas harga pupuk bersubsidi.
Upaya untuk menekan disparitas harga pupuk bersubsidi juga terus dilakukan. Misalnya, dengan mendekatkan pengecer ke konsumennya. Hanya saja, Dinas Pertanian tak bisa turut campur dalam penunjukan penyalur atau pengecer pupuk bersubsidi.
"Pengecer ini kan yang menujuk distributor. Ada pertimbangan-pertimbangan tertentu," dia menerangkan.
Saksikan video pilihan berikut ini: