Buntut Skandal Rekrutmen Panwascam Blora, Ombudsman Turun Tangan

Ombudsman juga siap membantu pengusutan rekrutmen panwascam yang diduga bermasalah ini

oleh Ahmad Adirin diperbarui 09 Okt 2020, 13:08 WIB
Diterbitkan 28 Des 2019, 17:00 WIB
Wakil Ketua DPRD Blora, Siswanto (Foto: Liputan6.com/Ahmad Adirin)
Wakil Ketua DPRD Blora, Siswanto (Foto: Liputan6.com/Ahmad Adirin)

Liputan6.com, Blora - Gagalnya klarifikasi yang difasilitasi DPRD Kabupaten Blora, Jawa Tengah, antara pihak yang merasa dirugikan saat seleksi Panitia Pengawas Kecamatan atau Panwascam dengan Bawaslu Kabupaten Blora berbuntut panjang.

Berbagai elemen menyoroti kinerja Panwascam. Diantaranya, masyarakat sipil yang membentuk koalisi usut kasus seleksi Panwascam Blora, Pemerintah Kabupaten Blora. Belakangan, Ombudsman juga siap membantu pengusutan rekrutmen Panwascam yang diduga bermasalah ini.

Kepala Keasistenan Pemeriksaaan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, Sabarudin Hulu menjelaskan, lembaga yang menggunakan anggaran yang dimiliki pemerintah seperti halnya seleksi penerimaan anggota Panwascam harus tunduk dengan peraturan dan persyaratan yang telah ditetapkan.

"Prosesnya harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai peraturan yang ada," jelas Sabarudin kepada Liputan6.com, Jumat (27/12/2019).

Apabila ada proses seleksi panwascam yang diduga menyalahi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan terkait seleksi panwascam, maka dapat berpotensi terjadi maladministrasi.

"Itu bisa dilaporkan ke Ombusdmand RI Jawa Tengah agar mendapatkan ditindaklanjuti," ujarnya.

Sabarudin menyarankan, bagi masyarakat yang merasa dirugikan sebetulnya ada titik temu yang bisa dilakukan yaitu langsung berhubungan dengan Bawaslu dengan melaporkan tertulis.

Dipanggil DPRD Blora, Bawaslu Mangkir

Kepala Keasistenan Pemeriksaaan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, Sabarudin Hulu (Foto: Liputan6.com/Sabarudin hulu/Ahmad Adirin)
Kepala Keasistenan Pemeriksaaan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, Sabarudin Hulu (Foto: Liputan6.com/Sabarudin hulu/Ahmad Adirin)

"Kami dorong supaya bawaslu bisa evaluasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut sesuai kewenangan yang dimiliki," Sabarudin mengungkapkan.

Bentuk penyelesaian yang disarankan Ombudsman ini sebenarnya selaras dengan upaya klarifikasi yang difasilitasi DPRD Blora. Akan tetapi, klarifikasi ini gagal karena tidak satu pun komisioner Bawaslu Blora yang hadir.

Pelantikan Panwascam tetap dilakukan meskipun elemen pemerintah dan masyarakat mempermasalahkan keabsahan prosedur, dugaan pelanggaran profesionalisme dan integritas Bawaslu Blora.

terkait dugaan penyelewengan perekrutan Panwascam, sebelumnya, Wakil ketua DPRD Blora, Siswanto mengatakan tidak bisa memecat Komisioner Bawaslu Blora lantaran kewenangan bukan di tingkat daerah Kabupaten Blora.

"Kami memanggil berdasarkan keluhan masyarakat Blora, ke depan yang bakal diselenggarakan juga hajatnya orang Blora, dana yang digunakan mereka juga APBD Blora. Kami menjembatani permasalahan yang terjadi. Soal pemecatan bukan wewenang kita," kata Siswanto, Minggu (22/12/2019).

Anggota Bawaslu Blora Sugie Rusyono mengatakan, Bawaslu tidak memenuhi panggilan DPRD Blora lantaran mendapat arahan dari provinsi.

"Petunjuk dari Provinsi Mas," pesan singkat tersebut dikirim ke Liputan6.com, Minggu (22/12/2019).

Untuk diketahui, dalam Pilkada 2020 mendatang, Bawaslu Blora mendapatkan gelontoran dana senilai Rp8 miliar dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Blora.

Kemarahan Bupati Kokok

Reaksi keras disampaikan oleh Bupati Blora Djoko Nugroho atau Kokok. Kokok menyarankan para guru yang merangkap anggota Panwascam untuk memilih salah satu profesi.

Kokok mengaku telah memanggil Bawaslu Blora atas dasar masukan berbagai pihak. Dia telah memberikan masukan untuk menunda pelantikan Panwascam namun tidak digubris.

"Bawaslu membuat saya benar- benar marah," ucap Bupati Blora, Senin (23/12/2019).

Kaepala Dinas Pendidikan Blora Hendi Purnomo menilai pekerjaan Panwascam berpotensi mengganggu kinerja guru, termasuk GTT. Sebab, syarat menjadi Panwascam harus bekerja penuh waktu. Di sisi lain, tidak mungkin setiap waktu peserta didik ditinggalkan guru.

Salah satu aturan dasarnya termaktub di Pasal 117 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan keterangan yang berbunyi bersedia bekerja penuh waktu yang dibuktikan dengan surat pernyataan.

"Dobel tidak apa-apa, tapi jangan di profesi yang menjadikan kita bertabrakan dengan undang-undang seperti di Panwascam," kata Hendi, Kamis (26/12/2019).

Sebelumnya diberitakan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) meminta masyarakat melaporkan jika ada pelanggaran yang dilakukan Bawaslu Blora.

Azhari, Humas DKPP mengatakan, DKPP akan menangani dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu jika ada laporan atau pengaduan dari masyarakat.

"Jika ada laporan, DKPP siap memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu," ucap Azhari.

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya