Antara Virus Corona dan Oseng Kelelawar Alias Codot di Gunungkidul

Di daftar menu warung itu juga tidak disebutkan secara gamblang menyediakan kelelawar alias codot goreng. Tapi tengok lah di lemari makanan

diperbarui 31 Jan 2020, 00:00 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2020, 00:00 WIB
Kelelawar jumbo alias Kalong. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Kelelawar jumbo alias Kalong. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Gunungkidul - Codot alias kelelawar kerap dikaitkan dengan penyebaran 2019-Novel Coronavirus (nCoV 2019) atau lebih populer disebut virus Corona. Meski belum dibuktikan, kelelawar dan ular dituduh sebagai biang persebaran penyakit ini.

Rupanya, di Indonesia pun kelelawar dikonsumsi. Salah satunya di Gunungkidul, Yogyakarta.

Bagi penggemar kuliner ekstrem, berkunjung ke Kecamatan Panggang, Gunungkidul mungkin wajib dilakukan. Sebuah warung di pertigaan Desa Giriharjo, di seberang terminal, menyediakan menu menantang, codot (kelelawar pemakan buah) goreng.

Dilansir dari Solopos.com, Warung itu dikelola seorang perempuan bernama Sukarwanti, 54. Tidak ada papan nama yang menerangkan secara jelas penjualan kelelawar alias codot (Cypnoterus titthaecheilus). Namun, tanya lah kepada warga sekitar tentang warung itu. Warung sebelah pos ojek itu mudah ditemui.

“Kalau cari Bu Sukarwanti enggak ada yang tahu, kalau Bu Wanti tahu semua, ha ha ha,” kata Wanti ditemui Harian Jogja, Minggu (16/12).

Di daftar menu warung itu juga tidak disebutkan secara gamblang menyediakan kelelawar alias codot goreng. Tapi tengok lah di lemari makanan. Selain sayur brongkos, kikil, ayam goreng, terdapat gorengan-gorengan berbentuk burung puyuh. Namun, apabila diperhatikan seksama, gorengan itu adalah codot. Selain digoreng, Wanti juga membacemnya.

Wanti menuturkan warung itu adalah usaha turun temurun dari keluarga. Dia tidak tahu persis tahun berapa usaha warung itu dimulai.

“Mungkin 1975. Pokoknya waktu itu jalan belum seperti itu (beraspal). Orang masih jalan kaki,” katanya.

Dulu, orangtuanya juga berjualan codot goreng. Dia meneruskan usaha ini untuk menyambung hidup sebagai seorang janda. Ibu berputra dua ini mendapatkan codot dari pemburu di Gua Nampu di Desa Giriwungu, Kecamatan Panggang serta Kecamatan Purwosari.

Dalam sehari, dia biasa membeli 50 sampai 100 codot. Namun, pernah pula Wanti hanya mendapatkan 15 codot. Wanti menyebutkan, kebanyakan pembeli berasal dari Sleman, Bantul, Jogja, Wonosari sampai Boyolali. Pelanggannya sampai ada yang memintanya untuk membuat abon.

Harga codot goreng itu relatif terjangkau. Wanti biasa menjual seharga Rp 5.000 per potong untuk codot berukuran kecil dan Rp 8.000 untuk ukuran yang lebih besar. Codot ini pas disantap bersama sambal bawang yang bikin keringat mengucur.

Dapatkan berita menarik Solopos.com lainnya, di sini:

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya