BPPTKG: Sebelum Meletus Merapi Tak Tunjukkan Tanda-Tanda yang Jelas

Rangkaian letusan sejak November 2019 hingga saat ini serta aktivitas kegempaan VTA menjadi indikasi bahwa saat ini Gunung Merapi berada pada fase intrusi magma menuju permukaan yang merupakan fase ke 7 dari kronologi aktivitas erupsi Gunung Merapi 2018 - 2020

oleh Wisnu Wardhana diperbarui 03 Mar 2020, 11:56 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2020, 11:56 WIB
Letusan Gunung Merapi, Selasa pagi (3/3/2020) dari Pos Jrakah. (Foto: Liputan6.com/Wisnu Wardhana)
Letusan Gunung Merapi, Selasa pagi (3/3/2020) dari Pos Jrakah. (Foto: Liputan6.com/Wisnu Wardhana)

Liputan6.com, Yogyakarta - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi – BPPTKG Yogyakarta menyatakan bahwa letusan Merapi pagi ini (3/3/2020) tidak didahului precursor yang jelas.

Seismisitas pada tanggal 2 Maret 2020 terdiri dari gempa Vulkanik Dalam satu kali, Fase Banyak 8 kali, Low Frekwensi 2 kali, dan Hembusan 1 kali. Demikian juga deformasi juga tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.

Data observasi ini menunjukkan bahwa menjelang letusan tidak terbentuk tekanan yang cukup kuat karena material letusan didominasi oleh gas vulkanik. Rangkaian letusan sejak November 2019 hingga saat ini serta aktivitas kegempaan VTA menjadi indikasi bahwa saat ini Gunung Merapi berada pada fase intrusi magma menuju permukaan yang merupakan fase ke 7 dari kronologi aktivitas erupsi Gunung Merapi 2018 - 2020.

“Meski dominan gas, letusan ini juga bukan freatik murni karena ada magmatisnya,” kata Kepala BPPTKG, Hanik Humaida.

Sifat magmatis erupsi merapi sendiri telah terjadi sejak bulan Agustus 2018 hingga sekarang. Pada awal tahun ini saja telah terjadi 2 kali erupsi, sebelumnya di tanggal 13 Februari 2020 Merapi juga mengalami erupsi.

Letusan Gunung Merapi yang terjadi pada pukul 05.22 WIB ini menghasilkan tinggi kolom 6 kilometer. Letusan terekam di seismograf dengan amplitudo 75 mm dan durasi 450 detik. Awan panas teramati sejauh kurang dari dua kilometer di sektor Selatan - Tenggara. VONA (Volcano Observatory Notice for Aviation) diterbitkan dengan kode warna Merah. Angin saat kejadian letusan mengarah ke utara timur.

Simak juga video pilihan berikut ini:


Bahaya Letusan Gunung Merapi

Pembagian masker untuk masyarakat usai letusan Gunung Merapi. (Foto: Liputan6.com/Wisnu Wardhana)
Pembagian masker untuk masyarakat usai letusan Gunung Merapi. (Foto: Liputan6.com/Wisnu Wardhana)

Hujan abu dilaporkan terjadi dalam radius 10 km dari puncak terutama pada sector Utara seperti di wilayah kecamatan Musuk dan Cepogo Boyolali. Hujan abu bercampur pasir dilaporkan terjadi di wilayah Desa Mriyan, Boyolali yang berjarak sekitar 3 km dari puncak G. Merapi. Bahkan laporan juga menunjukkan Hujan Abu terjadi di wilayah Pengging Boyolali, Kartasura serta Klaten.

Hanik berharap, masyarakat dapat mengantisipasi turunnya abu letusan Merapi di beberapa wilayah yang mungkin justru tidak terlalu dekat dengan Merapi.

“Mungkin masyarakat harus siap, memakai masker saat beraktivitas di luar ruangan bila ada indikasi turunnya abu di wilayah masing masing,” harap Hanik.

Kejadian letusan semacam ini masih dapat terus terjadi sebagai indikasi bahwa suplai magma dari dapur magma masih berlangsung.

Ancaman bahaya letusan ini berupa awan panas yang bersumber dari bongkaran material kubah lava dan lontaran material vulkanik dengan jangkauan kurang dari 3 kilometer berdasarkan volume kubah yang sebesar 396.000 m3 berdasarkan data drone 19 November 2019.

Hingga saat ini, Status Gunung Merapi masih berada di level 2 (Waspada) yang telah ditetapkan sejak 21 Mei 2018, Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa di luar radius 3 km dari Puncak Gunung Merapi, serta mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya