Banjir Kolosal Cilacap, Potret Empati Masyarakat dan Pemerintah yang Gagap

DPRD Jateng menyoroti kesiapan pemerintah dalam mitigasi, tanggap darurat, dan penanganan pascabencana banjir Cilacap

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 21 Nov 2020, 03:34 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2020, 03:33 WIB
PKB Jateng dan Cilacap, menyalurkan bantuan di posko kemanusiaan NU dan jaringannya dalam penanganan banjir Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
PKB Jateng dan Cilacap, menyalurkan bantuan di posko kemanusiaan NU dan jaringannya dalam penanganan banjir Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Bencana banjir dan longsor melanda puluhan desa di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Boleh jadi ini adalah bencana banjir dan longsor terbesar yang pernah tercatat di Cilacap setidaknya 20 tahun terakhir.

Bagaimana tidak, sejak dilaporkan pada Selasa (17/11/2020), tercatat ada 46 desa di 15 kecamatan yang terdampak banjir. Adapun longsor terjadi di 14 desa di tiga kecamatan. Puluhan ribu orang terdampak. Total jumlah pengungsi mencapai 1.463 keluarga yang terdiri dari 4.275 jiwa.

Kabar baiknya, bencana banjir dan longsor ini melecut empati dan kegotongroyongan warga, untuk berbagi. Puluhan organisasi dan komunitas terjun dalam aksi tanggap darurat bencana alam. Bertruk-truk bantuan dikirimkan kepada pengungsi.

Ini adalah angin segar untuk korban banjir pada hari-hari pertama bencana, saat pemerintah masih tergagap menghadapi bencana sekolosal ini. Pada hari pertama dan kedua bencana, sebagian besar pengungsi kekurangan makan.

Kala itu, bantuan pemerintah tak bisa banyak diharapkan. Di pengungsian Desa Sidamulya dan Sudagaran, Kecamatan Sidareja, misalnya, makanan siap saji hanya diperoleh dari organisasi, yang salah satunya adalah Banser Tanggap Bencana (Bagana) NU dan relawan MDMC. Sementara, pemerintah nihil.

“Yang patut dihargai adalah empati dan kegotongroyongan masyarakat. Ini yang kami lihat,” kata Anggota DPRD, yang juga Ketua Fraksi PKB DPRD Jateng, Syarif Abdillah, saat berkunjung dan menyalurkan bantuan di Posko NU Peduli, dalam banjir di Cilacap, Jumat (21/11/2020).

 

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Kesiapan Pemerintah Jadi Sorotan

Ribuan jiwa mengungsi dalam banjir Cilacap, 18 November 2020. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ribuan jiwa mengungsi dalam banjir Cilacap, 18 November 2020. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Dalam kesempatan tersebut, PKB Jateng dan Cilacap juga menyalurkan bantuan berupa sembako, makanan siap saji, air mineral, mi instan dan lain sebagainya. Bantuan didistribusikan merata mulai dari Cilacap timur hingga Cilacap barat.

Selain bantuan logistik, PKB juga menerjunkan relawan dalam bencana banjir dan longsor di dapur umum, distribusi, hingga relawan untuk turut membantu masyarakat memperbaiki tanggul yang jebol. Bersama masyarakat, Bagana, Banser, Ansor, dan warga NU, relawan melakukan aksi kemanusiaan.

Dia juga mengapresiasi petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan instansi lain yang berjibaku dalam penanganan banjir dan longsor ini. Mereka telah bekerja siang malam melakukan tanggap darurat, menyalurkan bantuan, mendirikan dapur umum, meski beberapa di antaranya terlambat.

Di titik itu pula, Syarif menyoroti kesiapan pemerintah dalam mitigasi, tanggap darurat, dan penanganan pascabencana. Melihat fakta di lapangan, pemerintah belum siap menghadapi bencana alam yang terjadi secara bersamaan atau kolosal, seperti yang terjadi di Cilacap kali ini.

“Bisa dimaklumi, ini adalah bencana kolosal. Sehingga pemerintah tidak siap, dan penanganannya pun tidak maksimal,” ujarnya.

Menurut dia, kekacauan sempat terjadi pada hari pertama dan kedua banjir. Salah satunya yakni dalam proses evakuasi. Pemerintah terkesan membiarkan warga terdampak banjir mencari pengungsian sendiri-sendiri.

Kata dia, lokasi dan jumlah pengungsi yang tak pasti itu memicu masalah berikutnya, yakni makanan untuk pengungsi. Pada hari pertama dan kedua, banyak posko pengungsian yang tak tersentuh bantuan pemerintah, meski sudah melaporkan melalui RT atau pemerintah desa.

Kewalahan Hadapi Bencana Kolosal

“Sebaiknya ada koordinasi yang baik mulai dari BPBD, Dinsos, pemerintah desa, kecamatan. Kesannya evakuasi berjalan sendiri-sendiri. Bahkan ada juga kelompok rentan, seperti bayi yang ikut mengungsi. Seharusnya terpisah,” ucapnya.

Menurut dia, yang perlu dilakukan adalah perbaikan manajemen risiko bencana yang baik. Pasalnya, banjir dan longsor sudah menjadi langganan di Cilacap dan titik paling berisikonya sudah terdeteksi.

Meski begitu, Syarif mengapresiasi BPBD dan semua pihak yang terlibat dalam penanganan banjir di Cilacap. Mereka telah mati-matian menangani bencana yang terjadi luar biasa. Tak dipungkiri, dengan keterbatasan personel dan peralatan, penanganan bencana menjadi pekerjaan berat.

“Mari kita bersama-sama melakukan perbaikan manajamen risiko bencana. Agar kita lebih siap,” ucap Syarif, yang juga Ketua DPC PKB Cilacap ini.

Dia juga berjanji akan mendorong agar anggaran untuk tanggap bencana alam lebih besar. “Karena bencana alam, bisa diperkirakan, tapi tidak bisa diprediksi. Sehingga anggaranya juga harus lebih besar,” ujarnya.

Kepala Pelaksana Harian BPBD Cilacap, Tri Komara Sidhy mengakui pemerintah sempat kewalahan saat melakukan tanggap darurat bencana banjir dan longsor yang terjadi di puluhan desa ini.

“Bencana secara bersamaan. Istilahnya ‘dibregna’ berbarengan. Bayangkan, yang banjir 14 kecamatan,” kata Komara.

Dia mencontohkan, dalam evakuasi warga terdampak banjir, BPBD harus mengerahkan perahu ke lebih dari 10 kecamatan. Sementara, perahu yang siaga di masing-masing Unit Pelaksana Teknis (UPT), tiga buah ditambah dengan perahu dari BPBD Cilacap.

 

2 Korban Jiwa dan Kerugian Miliaran

NU dan organisasi di bawahnya mendirikan posko kemanusiaan untuk penanganan bencana alam banjir dan longsor di Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
NU dan organisasi di bawahnya mendirikan posko kemanusiaan untuk penanganan bencana alam banjir dan longsor di Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Meski sudah ada pengerahan perahu-perahu bantuan dari berbagai instansi dan organisasi kemanusiaan, jumlah perahu untuk evakuasi itu masih kurang. Sebab, lokasi banjir sangat luas, mulai dari Cilacap timur hingga barat, yang berjarak kisaran 90 kilometer.

“Timur baru saja selesai. Barat banjir, bersamaan. Di Majenang juga ada lagi banjir, yang juga harus dievakuasi,” dia mengungkapkan.

Komara juga mengakui, BPBD juga sempat kesulitan menyediakan makanan untuk para pengungsi pada hari pertama dan kedua bencana. Pasalnya, BPBD masih harus mendata jumlah pengungsi dan lokasi pengungsian yang terus bertambah seturut meningkatnya tinggi genangan.

“Alhamdulillah kalau sekarang sudah tercover. Kami bekerja sama dengan Bagana, MDMC, serta organisasi dan komunitas lain untuk mendirikan dapur umum. Sekarang beres,” ujarnya.

Dia pun mengklaim, secara bertahap para pengungsi mulai kembali ke rumah pada hari keempat banjir Cilacap, terutama di wilayah Cilacap timur. Adapun di Cilacap barat, ribuan warga masih mengungsi, mulai dari Kecamatan Bantarsari, Gandrungmangu, Sidareja hingga Kecamatan Kedungreja.

Dalam bencana banjir dan longsor itu, dua orang meninggal dunia di Kertajaya, Kecamatan Gandrungmangu. Korban terseret banjir bandang. Adapun kerugian akibat banjir dan longsor masih dalam pendataan, namun diperkirakan mencapai miliaran rupiah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya