Mengenal Sekolah Alam Reforestasi Paguyuban Sunda Hejo di Garut

Sekolah alam reforestasi dibutuhkan untuk mempertahankan regenerasi petani, termasuk pegiat alam dalam menjaga kelestarian alam di wilayahnya masing-masing.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 22 Jan 2021, 06:00 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2021, 06:00 WIB
Puluhan peserta sekolah reforestasi tengah mengikuti pemberian materi di alam terbuka, sebelum mereka melaknakan melalui praktek langsung di alam.
Puluhan peserta sekolah reforestasi tengah mengikuti pemberian materi di alam terbuka, sebelum mereka melaknakan melalui praktek langsung di alam. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Masa pandemi Covid-19 yang tengah berlangsung saat ini, tak menghalangi antusiasme puluhan remaja, mendapatkan materi pendidikan di sekolah alam terbuka, kawasan pegunungan Garut, Jawa Barat.

Hingga pertengahan tahun ini, paguyuban Sunda Hejo, Garut, tengah menjalankan misi sekolah alam reforestasi, yang bertujuan untuk mencetak regenerasi petani di wilayahnya masing-masing.

"Intinya bagaimana mereka memiliki tekad yang kuat memajukan daerahnya, namun tetap melestarikan alam sekitar," ujar Ketua Paguyuban Koperasi Kopi Sunda Hejo Garut Hamzah Fauzi Nur Amin, beberapa waktu lalu.

Menurut Robet, sapaan akbar Hamzah, sekolah alam reforestasi dibutuhkan untuk mempertahankan regenerasi petani, termasuk pegiat alam di wilayahnya masing-masing.

"Total ada sekitar 46 peserta perwakilan dari 14 kecamatan yang terlibat dalam pelatihan kali ini," ujar dia.

Dalam praktiknya, para peserta didik dengan interval usia 16-18 tahun tersebut, mendapatkan gemblengan materi selama 6 bulan ke depan dengan ragam pengetahun.

Sebut saja budidaya tanaman, peternakan, pemahaman IT, bahasa asing, adat budaya hingga kesenian daerah dari para mentor yang sengaja dihadirkan panitia.

"Ada dosen dari akademisi kampus, pengusaha, hingga volunter yang sengaja kita undang untuk memberikan motivasi bagi mereka," ujarnya.

Untuk menguatkan materi yang diberikan, para peserta diwajibkan menjalani praktik lapangan dengan di luar wilayahnya dengan dampingan para volunter yang telah disiapkan.

"Konsepannya adalah 70 persen praktik di alam, sisanya materi di ruangan," kata dia.

Dengan modal tenda dan peralatan yang telah disediakan, mereka digembleng terbiasa di alam terbuka, membentuk karakter, hingga berbaur langsung dengan para petani atau pecinta alam di wilayahnya masing-masing.

"Nanti di akhir semester mereka akan mendapatkan nilai sesuai dengan kurikulum yang telah kami siapkan," kata dia.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Penting untuk Regenerasi

Nampak Hamzah, salah satu mentor sekolah alam reforestasi tengah memberikan materi di depan para peserta yang hadir.
Nampak Hamzah, salah satu mentor sekolah alam reforestasi tengah memberikan materi di depan para peserta yang hadir. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Robet menegaskan, pola pendidikan sekolah alam reforestasi penting, untuk memberikan pemahaman bagi generasi baru, dalam menjaga dan melestarikan alam sekitarnya.

"Kalau kita tidak disiapkan sejak dini, mau sampai kapan kita mempertahankan generasi yang melindungi dan melestarikan alam," kata dia.

Mereka tidak hanya diberikan pentingnya menjaga alam, namun langsung mendapatkan tambahan pengetahuan baru mengenai sumber ekonomi lainnya, yang dilaksanakan berbarengan dengan menjaga kelestarian alam sekitar.

Sebut saja pengetahuan mengenai pengelolaan hutan yang tepat, kemudian budidaya kopi, alpuket, pisang, jeruk, jahe, termasuk budidaya ternak seperti domba, kambing.

"Kalau budidaya sapi mungkin belum kami berikan sebab akses budidaya sapi di hutan belum terbiasa," kata dia.

Dengan pola seperti itu, generasi muda terbiasa untuk tetap hidup di desa mempertahankan keberlangsungan alam, tetapi dengan taraf kesejahteraan yang lebih baik.

"Berbicara kesejahteraan adalah berbicara ekonomi, makanya kami berikan ilmu sambil merawat ekosistem hutan," ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya