Kekesalan Menantu Panembahan Senopati Bikin Nama Kabupaten DIY Ini Jadi Terkenal

Cerita mengenai asal usul nama Kabupaten Bantul tidak terlepas dari beberapa cerita legenda yang dipercaya masyarakat sekitar dan sejarah di masa lalu.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 02 Mar 2022, 09:59 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2022, 06:00 WIB
FOTO: Nikmati Indahnya Pemandangan Sawah, Ini Momen Liburan Febby Rastanty Ke Jogja
Febby Rastanty belakangan ini tengah menikmati momen liburannya di Jogjakarta. Dalam liburannya tersebut, ia pun banyak kunjungi berbagai tempat, salah satunya ialah Kabupaten Bantul dan Kulon Progo yang saat ini jadi daya tarik wisata populer selain Malioboro. (Liputan6.com/IG/@febbyrastanty)

Liputan6.com, Yogyakarta - Cerita mengenai asal mula nama Bantul tidak terlepas dari beberapa cerita legenda yang dipercaya masyarakat sekitar dan sejarah di masa lalu. Meski saat ini ramai dan menjadi tujuan wisata, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui asal-usul nama Kabupaten Bantul.

Dikutip dari berbagai sumber, banyak cerita mengenai asal-usul nama Bantul. Nama Bantul didapatkan dari kisah Ki Ageng Mangir Wanabaya dan Panembahan Senopati.

Dikisahkan dalam naskah Babad Tanah Jawa, Ki Ageng Mangir Wanabaya merupakan salah satu musuh dari Panembahan Senopati raja Kerajaan Mataram. Meskipun menjadi seorang musuh, namun Ki Ageng Mangir Wanabaya akan memperistri atau menikahi anak dari Panembahan Senopati yaitu Putri Pambayun.

Sebelum prosesi pernikahan berlangsung, Ki Ageng Mangir melakukan perjalanan menuju ke wilayah Kotagede sebagai prosesi seserahan kepada Panembahan Senopati.

Dalam perjalanan ini, barang seserahan yang dipikul para emban terlihat bergerak naik turun atau mentul mentul dalam bahasa Jawa. Ki Ageng Mangir pun kesal. Dari kejadian itu lah daerah yang dilewati Ki Ageng Mangir diberi nama Bantul.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Sejarah Berdirinya Bantul

Cerita lain menyebutkan, bahwa sejarah berdirinya Kabupaten Bantul tidak instan. Pembentukan Kabupaten Bantul terjadi pada masa perjuangan Pangeran Diponegoro yang berjuang mengusir pemerintah Hindia Belanda sekitar 1825 hingga 1830.

Perang besar terjadi pada tanggal 20 Juli 1825, ketika tentara Belanda datang ke daerah Tegalrejo untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Namun, upaya tersebut gagal dan tidak berhasil karena Pangeran Diponegoro sudah lebih dulu mengungsi atau melarikan diri ke daerah Selarong, Bantul.

Pertempuran terus terjadi dan mulai sedikit mereda pasca-tahun 1830. Setelah peperangan mulai mereda, pemerintah Belanda mulai membentuk sebuah komisi khusus yang menangani daerah Vorstenlanden atau daerah-daerah yang ada di bawah kekuasaan Monarki.

Daerah tersebut meliputi daerah Surakarta, Mangkunegaran, Pakualaman dan Yogyakarta. Pada 26 dan 31 Maret 1831, pemerintah Belanda dan Kesultanan Yogyakarta akhirnya menandatangani kontrak perjanjian mengenai pembagian wilayah. Dalam kontrak tersebut, Kesultanan Yogyakarta dibagi menjadi tiga kabupaten yaitu Kabupaten Denggung, Kabupaten Bantulkarang dan Kabupaten Kalasan.

Pada 20 Juli 1831 untuk menindaklanjuti perjanjian tersebut, secara resmi Kabupaten Bantulkarang berubah dan ditetapkan sebagai Kabupaten Bantul.

Kabupaten Bantul dipimpin seorang prajurit dari Kesultanan Yogyakarta yang bernama Raden Tumenggung Negoro sebagai bupati Bantul pertama. Dari peristiwa sejarah itulah, hari jadi Kabupaten Bantul diperingati setiap tanggal 20 Juli.

(Tifani)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya