Liputan6.com, Yogyakarta - Beberapa waktu lalu beredar informasi hewan ternak sapi terpapar penyakit lumpy skin atau Lumpy Skin Disease (LSD) di beberapa daerah. Penyakit akibat virus ini menyebabkan luka pada kulit, demam, kehilangan nafsu makan, penurunan produksi bahkan kematian pada sapi dan kerbau.
Menanggapi penyebaran penyakit LSD atau kulit benjol pada sapi dan kerbau ini, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM Wasito mengatakan penyakit kulit benjol pada sapi tidak menular ke manusia. Sementara, penyebabnya berasal dari Capripoxvirus.Â
"Tidak bersifat zoonosis. Penularan terjadi terutama pada sapi lain dan kerbau. Penyebabnya adalah pox virus," katanya, Rabu (9/3/2022).
Advertisement
Baca Juga
Menurutnya, penyakit ini dapat diamati dari gejala klinisnya. Banyaknya kasus penyakit tersebut di beberapa daerah, menurutnya, karena lambatnya deteksi dini di lapangan.Â
"Dapat diketahui dari lesi patologis anatomis pada sapi di lapangan. Bisa jadi pada kasus tersebut terlambat diketahui," ujarnya.Â
Ia mengatakan dalam mengatasi penyebaran penyakit LSD ini maka para pemilik peternakan sapi dan kerbau apabila mendapatkan ternaknya terinfeksi LSD untuk melakukan disinfektan kandang.Â
"Cara mengatasinya dengan spray kandang dan lingkungan sekitar kandang dengan disinfektan yang sesuai," kata Wasito.
Jika ada sapi yang sudah terinfeksi, maka perlu diisolasi dari hewan yang belum terkena. Pada sapi yang sakit, dilakukan stamping out atau pemusnahan, sebab dagingnya tidak layak dikonsumsi oleh manusia.Â
"Sapi yang sakit segera di-stamping out dan sapi tersebut dagingnya tidak layak untuk konsumsi," katanya.
Soal tidak layak konsumsi ini menurut Wasito disebabkan daging sapi LSD kekurangan nutrisi protein terutama asam amino yang sebelumnya digunakan untuk replikasi virus.Â
"Daging sapi penderita LSD tidak layak dikonsumsi. Daging tersebut mengalami lack of nutrient protein asam amino terutama dalam daging habis digunakan untuk replikasi virus," dia memungkasi.