Liputan6.com, Makassar - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 12 tahun penjara kepada Melati Bunga Sombe, terdakwa kasus dugaan pemalsuan bilyet, giro dan deposito pada salah satu bank plat merah di Makassar, BNI, Selasa 19 April 2022. Melati sebelumnya memalsukan bilyet dengan nominal mencapai angka Rp115,1 miliar.Â
Selain tuntutan pidana badan, JPU turut memberikan tuntutan lainnya kepada terdakwa berupa pembebanan untuk membayar denda sebesar Rp10 miliar dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti dengan penjara selama 6 bulan kurungan.
Baca Juga
Perbuatan terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melanggar sebagaimana pasal dakwaan pertama primair Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan kedua pertama berupa Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Advertisement
"Tuntutan yang diberikan 12 tahun penjara dikurangi masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa. Tuntutannya dibacakan tadi di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar, Farid Hidayat Sopomena dan Franklin," ucap Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Soetarmi via telepon, Rabu (20/4/2022).
Ia mengungkapkan, posisi kasus yang menjerat terdakwa, Melati Bunga Sombe sebagaimana dalam dakwaan, di mana ia sebagai pegawai bank BNI sejak tahun 2003 dan pada sekitar Tahun 2016 saat itu tepatnya menjabat sebagai CRO (costumer relation officer) di Kantor Petikemas Makassar, terdakwa mengambil bilyet giro deposito asli yang masih kosong bernomor seri: PAB 0377567, namun terdakwa tidak mencatatkan dengan catatan yang lengkap pada buku register bilyet deposito perbankan.
Kemudian pada sekitar bulan Desember 2019 terdakwa menawarkan deposito di Bank BNI kepada Nasabah Prioritas/Emerald di antaranya saksi Rocky Yonatan, saksi Annawaty (istri Rocky Yonatan), saksi Hendrik dan Andi Idris Manggabarani dengan menjanjikan bunga 8,25% hingga akhirnya para nasabah prioritas tersebut menyetujui untuk mendepositokan uangnya ke BNI melalui terdakwa.
Karena para nasabah prioritas tersebut sudah sangat percaya kepada terdakwa karena terdakwa adalah pegawai BNI yang ditugaskan untuk melayani transaksi keuangan para nasabah Emerald tersebut, maka pada saat melengkapi proses administrasi deposito, para nasabah Emerald tersebut tidak pernah datang ke kantor Bank BNI, tetapi proses penandatanganan administrasi pembukaan deposito dilakukan para nasabah di rumah masing-masing di hadapan terdakwa sebagai pegawai bank BNI.
Terdakwa, lanjut Soetarmi, mengarahkan saksi Rocky Yonatan, Annawaty, Andi Idris Manggabarani dan Hendrik untuk membuat dan menyerahkan rekening tabungan BNI serta para nasabah telah menyetorkan sejumlah uang pada rekening-rekening yang telah dibuat sesuai arahan terdakwa.
Â
Deretan Korban
Terdakwa lalu membuat bilyet giro deposito fiktif dengan cara memfotokopi berwarna bilyet giro deposito asli bernomor: PAB 0377568 sehingga menyerupai bilyet giro asli kemudian menyerahkannya kepada saksi Rocky Yonatan, Annawaty, Andi Idris Manggabarani, dan Hendrik, yang telah menyetorkan sejumlah uang sesuai dengan nominal yang tertera pada bilyet giro deposito palsu tersebut.
Kepada nasabah atas nama Hendrik sejumlah 4 bilyet deposito dengan total nominal sejumlah Rp20.100.000.000, nasabah atas nama Idris Manggabarani sejumlah 6 bilyet deposito dengan total nominal sejumlah Rp45.000.000.000, nasabah atas nama Rocky Yonatan sejumlah 1 bilyet deposito dengan total nominal sejumlah Rp30.000.000.000 serta kepada nasabah atas nama Annawaty sejumlah 1 bilyet deposito dengan total nominal sejumlah Rp20.000.000.000.
Pada kenyataannya dana Nasabah Emrald tersebut di atas, bukannya terdakwa masukkan ke dalam rekening deposito sesuai dengan bilyet deposito yang diserahkan kepada para nasabah, namun terdakwa justru menempatkan dana nasabah tersebut ke dalam rekening tabungan (Taplus Biasa) atas nama nasabah masing-masing tanpa sepengetahuan atau tanpa persetujuan para nasabah tersebut, sehingga baik buku tabungan maupun ATM nya dikuasai oleh terdakwa.
Selanjutnya, kata Soetarmi, terdakwa merekrut ST. Zahniar (dilakukan penuntutan terpisah) yang merupakan eks karyawan BNI Life untuk menjadi karyawan terdakwa di perusahaan milik terdakwa yaitu PT. Palesan Cahaya Kinawa.
Terdakwa kemudian memerintahkan saksi St. Zahniar alias Niar untuk membuka rekening giro Bank Mandiri KC Sam Ratulangi Makassar dan rekening Bank BNI atas nama St. Zahniar.
Selain itu, terdakwa juga menyuruh saksi Rahmad (dilakukan penuntutan secara terpisah) untuk membuka 5 rekening yaitu 3 rekening pada bank BNI dan 2 rekening pada bank BRI. Kemudian terdakwa memerintahkan ST. Zahniar untuk mengurusi pembukaan rekening dan transaksi-transaksi keuangan dengan menggunakan slip transaksi perbankan yang ditandatangani saksi Rahmad (dilakukan penuntutan secara terpisah).
Â
Advertisement
Rekening Fiktif
Selanjutnya terdakwa memerintahkan ST. Zahniar dan juga melakukan pembukaan rekening fiktif atas nama Inrayani (merupakan staf Andi Idris Manggabarani bagian keuangan), atas nama PT. Anugerah Aset Utama (perusahaan milik Andi Idris Manggabarani) dan atas nama Andi Rahmat Manggabarani (anak kandung Andi Idris Manggabarani) yang dibuat di beberapa Kantor Cabang Utama bank BNI dan Kantor Cabang Pembantu di Makassar serta tanpa seijin para nasabah tersebut.
Setelah menyiapkan rekening-rekening fiktif dan rekening penampungan tersebut di atas, kata Soetarmi, terdakwa secara berulang kali memerintahkan ST. Zahniar untuk melakukan transaksi keuangan dari rekening tabungan Rocky Yonatan, Annawaty, Andi Idris Manggabarani, Hendrik dan Heng Pao Tek serta dari rekening-rekening penampungan.
Di mana transaksi tersebut dijalankan oleh terdakwa dan ST. Zahniar dengan cara terdakwa memberikan kepada St. Zahniar slip penarikan kosong yang sudah tertandatangani dari para nasabah dengan lampiran surat kuasa fiktif dari para nasabah.
Bersamaan dengan itu, terdakwa juga memberikan slip setoran yang jumlahnya disesuaikan dengan nominal uang yang tertera pada slip penarikan dan dalam slip setoran tersebut ditandatangani oleh Zahniar selaku penyetor dan dana-dana tersebut disetorkan ke rekening penampungan maupun rekening fiktif yang dibuat oleh terdakwa sesuai keinginan terdakwa serta terdakwa memerintahkan ST. Zahniar mempersiapkan kuasa penarikan atau penyetoran atau kuasa atas jasa perbankan lainnya lengkap dengan pembubuhan tanda tangan pemberi kuasa, penerima kuasa, meterai, maupun data keterangan lain diisi dan dimanipulasi guna memenuhi hal-hal yang diperlukan agar transaksi keuangan tersebut berhasil dijalankan meskipun tanpa sepengetahuan dari para nasabah tersebut.
"Atas perbuatan terdakwa yang mengakibatkan kerugian materil bagi para nasabah Emerald tersebut di atas, telah ditemukan aset-aset atau harta yang dimiliki atau dikuasai oleh terdakwa. yang mana aset/ harta milik terdakwa tersebut telah disita sebagai barang bukti demi mengganti kerugian para korban," Soetrmi menandaskan.
Simak juga video pilihan berikut ini: