Kepala Desa di Kutai Timur Kena OTT Pungli Surat Tanah, Terancam 20 Tahun Penjara

Modus yang digunakan adalah dengan meminta biaya administrasi. Jika tidak memberi, surat tanah tidak akan diterbitkan atau pengurusannya diperlambat.

oleh Apriyanto diperbarui 26 Okt 2022, 04:00 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2022, 04:00 WIB
Pungli
Waka Polres Kutim, Kompol Damus Asa Didampingi Kasat Reskrim dan Kanit Tipikor saat menggelar pers rilis terkait kasus dugaan pungli yang dilakukan oknum kepala desa dan dua stafnya. (Istimewa)

Liputan6.com, Kutai Timur - Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan kasus Pungutan Liar (Pungli) pembuatan surat tanah dilakukan oleh Unit Tipikor Sat Reskim Polres Kutai Timur (Kutim). Tiga oknum Pejabat Pemerintah Desa Wanasari Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pungli ini.

Wakapolres Kutim Kompol Damus Asa Didampingi Kasat Reskrim Polres Kutim Iptu I Made Jata Wiranegara dan Kanit Tipikor Ipda Alan Firdaus membeberkan ketiga oknum pejabat desa tersebut berinisial MM yang merupakan Kepala Desa Wanasari, ML menjabat sebagai Kaur Pemerintahan, dan MR menjabat sebagai Kaur Perencanaan.

Dari hasil penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian, total pungutan liar yang didapat para tersangka dalam pembuatan surat tanah sejak tanggal 24 Februari 2022 hingga 18 Juli 2022 lebih dari Rp54 juta.

Terbongkarnya kasus pungli ini dari adanya informasi dari masyarakat bahwa di Desa Wanasari Kecamatan Muara Wahau, sejak Januari 2022 sampai Juli 2022 diduga telah terjadi pungli pembuatan surat tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan. Nilai pungutannya sendiri bervariasi mulai dari Rp500 ribu hingga Rp1,5 Juta per Surat Tanah.

“Berdasarkan info tersebut, anggota kami di Unit II Tipikor Sat Reskim Polres Kutim langsung melakukan penyelidikan dan akhirnya pada Rabu (20/7/2022) lalu, sekira jam 09.45 Wita melakukan penangkapan terhadap tersangka MR beserta uang tunai hasil dari pungutan pembuatan Surat Tanah sebesar Rp1 Juta, yang belum sempat dibagikan oleh pelaku,” ungkap Damus Asa, pada Senin (24/10/2022)

Dari hasil pengembangan yang dilakukan pihak kepolisian, diketahui bahwa 2 hari sebelumnya, tepatnya pada hari Senin, 18 Juli 2022 tersangka ML selaku Kasi Pemerintahan juga melakukan pungutan terhadap proses pembuatan 2 Surat Tanah dan memperoleh hasil pungutan sebesar Rp3,1 juta.

“Di mana uang hasil pengurutan tersebut dibagi ke tersangka MM dan tersangka ML, serta sebagian disisihkan untuk dana kas operasional,” bebernya.

Dari hasil pendalaman, selama kurun waktu Januari hingga Juli 2022 sudah puluhan kali para tersangka melakukan pungli dalam pembuatan surat tanah. Penetapan tersangka pun dilakukan penyidik pada 14 Oktober 2022 kemarin, setelah berkas dan barang bukti lengkap.

“Dan pada tanggal 20 Oktober 2022 kita melaksanakan penahanan terhadap ketiga tersangka yakni MM, ML dan MR,” tegas Damus.

Pengembangan terus dilakukan oleh Unit Tipikor Polres Kutim, di mana dari hasil penelusuran dana yang terkumpul oleh pelaku sebagian diserahkan ke Kaur Keuangan Desa untuk dikelola sebagai kas operasional, namun data tersebut tidak dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

“Dimana dalam penggunaannya tersebut harus dengan sepengetahuan dan seizin tersangka MM selaku Kade dan anggaran tersebut dipergunakan untuk belanja keperluan Kantor dan kepentingan pribadi, serta untuk dipergunakan tersangka MM dan sebagian perangkat desa lainnya. Kemudian pada saat penggeledahan ditemukan sisa dana kas operasional Rp3,4 juta di dalam plastik hitam di lemari di Kantor Desa Wanasari. Penyidik juga telah melakukan penyitaan terhadap uang yang dipinjam tersangka MM dan perangkat desa sebesar Rp12 juta,” paparnya.

Modus Pungli Para Pejabat Desa

Jangan Main-main, Saber Pungli Akan Disebar ke Daerah-daerah
Jika ada praktik yang menyimpang, jangan ragu untuk melaporkannya ke Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli). (Ilustrasi: Tv Liputan6 Petang/Arnaz Sofian)

Dalam melakukan aksinya, para tersangka menggunakan modus meminta biaya administrasi pengurusan surat tanah. Jika warga tidak memberikan bayaran, maka surat tanah tersebut tidak diterbitkan atau pengurusannya diperlambat.

“Para pelaku juga melakukan nego biaya administrasi pengurusan surat tanah yang sudah di tetapkan Desa apabila dirasa masih sangat mahal atau tinggi. Jadi biaya administrasinya itu dari hasil pemeriksaan kita, bahwa surat tanah (jual beli) yang berasal dari tanah Restan (R), nilai pungutan adalah 10% dari nilai jual beli. Kemudian surat tanah (jual Beli) yang surat awalnya sudah sertifikat (SHM), nilai pungutan adalah 5% dari nilai jual beli, sedangkan surat tanah (membuka lahan sendiri) yang berasal Restan, nilai pungutan adalah sekitar Rp 500 ribu sampai Rp 1,5 juta,” beber Damus.

Selain mengamankan ketiga tersangka, pihak kepolisian juga telah mengamankan sejumlah barang bukti di antaranya, uang Rp17 juta, ponsel, tiga laptop, register surat tanah Desa Wanasari, buku rekening, laporan administrasi pungutan pengurusan tanah serta sejumlah barang bukti lainnya.

“Para tersangka kita jerat dengan Pasal 12 huruf e Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 KUHP, dengan ancaman 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar,” tandasnya.

 

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya