5 Fakta Menarik Kampung Adat Bena Bejawa di NTT

Kampung Adat Bena Bejawa yang diperkirakan sudah ada sejak 1.200 tahun yang lalu

oleh Tifani diperbarui 30 Mei 2023, 08:00 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2023, 08:00 WIB
Wisata NTT
Puncak Waringin, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Liputan6.com/Asnida Riani)

Liputan6.com, NTT - Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu tempat tujuan wisata favorit. Selain pesona reptil purba komodo, NTT juga memiliki berbagai destinasi wisata menarik lainnya sepeti kampung adat.

Salah satu kampung adat yang unik dan menarik untuk dikunjungi wisatawan adalah Kampung Adat Bena Bejawa. Meski tidak sepopuler Kampung Adat Wae Rebo, Kampung Adat Bena Bejawa tidak kalah indah.

Pemandangan di tempat wisata NTT ini masih asri dan eksotis, dengan latar belakang Gunung Inerie. Akses menuju Kampung Bena dapat ditempuh dengan naik kendaraan sewa dari Bajawa dengan jarak tempuh sekitar 19 kilometer (km) ke arah selatan Bajawa.

Dikutip dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Kampung Adat Bena Bejawa yang diperkirakan sudah ada sejak 1.200 tahun yang lalu. Di dalamnya, terdapat kurang lebih 45 rumah dari 9 suku.

Berikut fakta menarik Kampung Adat Bena Bejawa.

1. Peninggalan Masa Megalitikum

Kampung Bena merupakan sebuah perkampungan yang masih bertahan dari zaman megalitikum. Kampung unik berada di Kabupaten Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Desa Tiwuriwu, Kecamatan Aimere.

Di tengah perkampungan, batu megalitikum masih kokoh. Bahkan, di seluruh lokasi perkampungan ada batu dari masa megalitikum.

Letak Desa Bena yang terletak di puncak bukit dengan latar belakang Gunung Inerie. Keberadaannya di bawah gunung merupakan ciri khas masyarakat zaman batu lama yang mempercayai dan memuja gunung sebagai tempatnya para dewa.

2. Susunan rumah yang Unik

Setiap rumah tersusun rapi dan saling mengelilingi membentuk huruf U. Di tengahnya, merupakan tempat upacara adat digelar dan sebuah bangunan yang merupakan simbol leluhur diletakkan.

Di tengah-tengah desa biasanya terdapat sebuah bangunan yang biasa disebut oleh masyarakat lokal Bena, nga’du dan bhaga. Nga’du berarti simbol nenek moyang laki-laki dan bentuknya menyerupai sebuah payung dengan bangunan bertiang tunggal dan beratap serat ijuk, hingga bentuknya mirip pondok peneduh.

Tiang ngadhu biasa dari jenis kayu khusus dan keras karena sekaligus berfungsi sebagai tiang gantungan hewan kurban ketika pesta adat. Sedangkan bhaga berati simbol nenek moyang perempuan yang bentuknya menyerupai bentuk miniatur rumah.

 

Menganut Kepercayaan Adat

3. Masih Menganut Kepercayaan Adat

Saat ini Desa Bena terdiri dari kurang lebih 45 buah rumah yang saling mengelilingi. Setidaknya, ada 9 suku yang menghuni rumah-rumah tersebut, yaitu suku Dizi, suku Dizi Azi, suku Wahto, suku Deru Lalulewa, suku Deru Solamae, suku Ngada, suku Khopa, dan suku Ago.

Pembeda antara satu suku dengan suku lainnya adalah adanya tingkatan sebanyak 9 buah dan setiap satu suku berada dalam satu tingkat ketinggian. Masyarakat desa adat ini masih menganut kepercayaan kuno, yakni menyembah para dewa.

Masyarakat Bena meyakini bahwa keberadaan Dewa Yeta yang bersinggasana di Gunung Inerie akan melindungi kampung mereka.

4. Petani dan Penenun

Tak hanya bekerja sebagai petani, para wanita Desa Bena biasanya lebih sering terlihat menenun kain khas Flores. Nantinya dijual ke wisatawan dengan kisaran harga mencapai Rp 3000.000

5. Cara Berkunjung Ke Kampung Adat Bena Bejawa

Desa Bena yang menjadi daerah tujuan wisata Kabupaten Ngada. Selain menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik, ternyata keberadaannya juga menjadi daya tarik bagi wisatawan mancanegara khususnya Jerman dan Italia.

Pengunjung yang hendak mengunjungi Desa Bena tidak dikenakan tiket masuk. Namun, para pengunjung diharapkan mengisi buku tamu dan memberikan sumbangan sukarela untuk biaya pemeliharaan dan pelestarian kampung.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya