Liputan6.com, Sukoharjo - Jika anda tengah berada di Jawa Tengan dan DIY jangan lupa mencicipi kudapan khas jenang grendul perpaduan bahan putih dari ketan putih yang dimasak tawar (bubur sumsum) dicampur olehan ketan merah manis dan ditambahi olahan 'grendul' (bulatan dari tepung ketan dimasak bersama ketan putih yang dicampur gula merah) lalu disiram kuah gula merah dan santan kental.Â
Kudapan khas nusantara itu sangat lezat dikonsumsi pada pagi hari sebelum memulai aktivitas, jika suka bisa ditambahkan dawet atau bubur mutiara sebagai pelengkap jenang merah putih grendul itu.
Perpaduan campuran ketan tawar dan manis memang menggugah selera lidah untuk bisa meikmati kelezatan kudapan yang dikenal masyarakat dengan sebutan jenang grendul tersebut.
Advertisement
Slamet (60) salah satu pelanggan jenang grendul yang dijual di Pasar Nguter, Kabupaten Sukoharjo mengaku setiap dirinya ke pasar itu sudah menjadi kewajiban dirinya membeli beberapa bungkus jenang grendul itu untuk keluarganya di rumah.
Tak hanya dikenal lezat, harga jenang grendul ini sangat ramah kantong karena pembeli hanya perlu mengeluarkan Rp3.000 atau jika tambah dawet dan lainnya cukup menambah seribu rupiah saja.Â
Baca Juga
"Kalau zaman orang tua dulu jenang grendul tombone wong loro ben bagas ringas (obatnya orang sakit agar sehat bugar). Setiap ke pasar wajib belu minimal 5 bungkus, kadang 10 bungkus nanti dikasihkan ke tetangga," kata Slamet kepada Liputan6,com, Jumat (23/6/2023).
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Simbol Perbedaan Umat
Menurutnya, kudapan jenang grendul itu rasanya unik ada rasa tawar, sedikit asin dan juga manis, sesuai dengan karakter olahan masyarakat Jawa Tengah yang mayoritas manis rasa akhir setelah kita menikmati kudapan ini memang akan terasa manis di lidah.
Jadi, untuk yang tidak terlalu suka dengan makanan manis tidak perlu menambahakan cairan gula merah dan santannya. nanti rasanya tetap akan nikmat tanpa penambah manis itu.
"Rasanya perpaduan gurih, tawar dan manis, apalagi kalau ditambah juruh (air gula merah) dan santan tambah manis. Tapi, saya tidak pernah nambag juruh, dimakan buburnya saja sudah enak. Udah tua mengurangi gula," ungka Slamet.
Sementara itu, jenang grendul diyakini atau sebagai simbol perbedaan dalam kehidupan umat manusia, terlihat dari perpaduan warna, putih, merah, san coklat. Menurut Slamet dari yang ia dapatkan dari orangtuanya jenang grendul dijadikan simbol persatuan, harapan dan semangat masyarakat Jawa pada umunya.Â
"Filosofinya jenang grendul adalah simbol atau memberitahukan kehidupan manusia itu tidak selalu mulus, karena seperti roda berputar kadang di bawah kadang di bawah. Itu yang dipesankan orangtua saya dulu," pungkas dia.
Advertisement