Cerita Mahasiswa Asing Tak Menyesal Belajar Bahasa Indonesia

Dobrin Tsvetanov Bugov (29 tahun) asal Bulgaria tak menyesal memilih Bahasa Indonesia sebagai program kuliahnya karena membuatnya terus berkembang.

oleh Yanuar H diperbarui 26 Okt 2023, 21:00 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2023, 21:00 WIB
Kamus Besar Bahasa Indonesia V
Kamus Besar Bahasa Indonesia dari jilid I hingga V yang ada di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Selasa (20/12). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Yogyakarta Setidaknya ada 428 lembaga penyelenggara pembelajaran program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) yang tersebar di 52 negara di dunia termasuk Lembaga Indonesian Culture and Language Learning Service (INCULS), Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM. Melalui lembaga ini, mahasiswa asing yang ingin menempuh pendidikan sarjana hingga pascasarjana diwajibkan mengikuti kursus Bahasa Indonesia seperti Dobrin Tsvetanov Bugov (29 tahun) asal Bulgaria yang saat ini tengah menempuh Pendidikan Doktor ilmu Antropologi FIB UGM, telah belajar Bahasa Indonesia sejak tahun 2013.

Saat itu, ia masih menempuh pendidikan S1 Kajian Asia Tenggara di Universitas Sofia Bulgaria dan mendapat tawaran mata kuliah pilihan di kampusnya antara mata kuliah Bahasa dan Sastra Korea atau mata kuliah Bahasa dan Sastra Indonesia. Ia pun memilih mata kuliah Bahasa Indonesia memiliki kredit 4 sks.

“Pertama kali bergabung, dulu minatnya pada Bahasa Korea. Saat ada kelas budaya dan bahasa oleh KBRI Bulgaria, saya pilih daftar Bahasa Indonesia karena 4 sks,” kata Dobrin saat mengisi talkshow Menduniakan Bahasa Indonesia melalui BIPA di ruang Auditorium Gedung Soegondo FIB UGM, Kamis 19 Oktober 2023.

Setelah mengikuti mata kuliah Bahasa dan Sastra Indonesia, Dobrin mengaku bahwa kecintaannya pada Bahasa Indonesia mengantarkannya untuk membulatkan tekad mendaftar kuliah S2 Ilmu Hubungan Internasional di Fisipol UGM pada tahun 2019. Bahkan setelah lulus master, ia pun mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S3 di prodi Antropologi FIB UGM.

“Sampai sekarang saya tidak pernah menyesal mengambil Bahasa Indonesia, banyak peluang membuat saya bisa berkembang, saya sangat bersyukur,” katanya.

Sementara Andrew Mulabbu (40 tahun) asal Uganda mengaku mulai mengenal Bahasa Indonesia sejak 2008 karena mendapat beasiswa Gerakan Non Blok untuk melanjutkan Pendidikan S2 di program studi Penginderaan Jarak jauh Fakultas Geografi UGM. Saat itu ia belum fasih Bahasa Indonesia sehingga diharuskan untuk mengikuti kursus Bahasa Indonesia selama satu tahun di INCULS UGM.

“Saya masih ingat membawa kamus tebal Bahasa Indonesia kemana-mana,” kenang mahasiswa S3 program studi Geografi UGM ini.

Sedangkan Anne Harvey (71 tahun), wanita asal Amerika Serikat, mengaku datang jauh-jauh ke UGM karena ingin belajar dan fasih berbicara Bahasa Indonesia.

“Kalau mereka (mahasiswa asing) belajar bahasa karena ingin kuliah, kalau saya memang betul mau belajar bahasa,” paparnya.

Awal kedatangannya ke UGM tahun 2015, Anne mengaku senang banyak rekan mahasiswa dan dosen di UGM yang berkomunikasi dengan Bahasa Inggris dengannya. Namun begitu, ia tetap ingin mereka mengajarkan padanya berbicara Bahasa Indonesia.

“Semua orang mau berbicara Bahasa Inggris, mereka mau latihan Bahasa Inggris, tentu saja, saya juga mau belajar Bahasa Indonesia. Terima kasih banyak untuk ini, saya bisa latihan bahasa di sini,” ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya