Kejati Riau Sebar Foto Tersangka Korupsi Pembangunan Jembatan Sungai Enok

Kejati Riau menyebar foto HM Fadillah Akbar ke berbagai lokasi, karena Direktur PT Bonai Riau Jaya yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan Jembatan Sungai Enok, Kabupaten Indragiri Hilir itu, selalu mangkir ketika dipanggil.

oleh M Syukur diperbarui 04 Nov 2023, 03:00 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2023, 03:00 WIB
Foto buronan kasus korupsi pembangunan Jembatan Sungai Enok, Kabupaten Indragiri Hilir, yang disebar Kejati Riau.
Foto buronan kasus korupsi pembangunan Jembatan Sungai Enok, Kabupaten Indragiri Hilir, yang disebar Kejati Riau. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Kejaksaan Tinggi Riau menyebar foto HM Fadillah Akbar ke berbagai lokasi, termasuk media sosial. Direktur PT Bonai Riau Jaya (BRJ) itu ditetapkan sebagai buronan kasus korupsi pembangunan Jembatan Sungai Enok, Kabupaten Indragiri Hilir.

Fadillah merupakan salah satu tersangka korupsi pembangunan jembatan yang dikerjakan pada tahun 2012 itu. Dia mangkir dari panggilan penyidik Pidana Khusus Kejati Riau.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Riau Bambang Heripurwanto menjelaskan, Fadillah masuk daftar pencarian orang berdasarkan surat Nomor : PRINT-01/L.4.5/FD.1/TAP.DPO/10/2023 tertanggal 19 Oktober 2023.

"Foto dan identitasnya sudah disebar oleh Kejati Riau," kata Bambang, Kamis siang, 2 November 2023.

Bambang menjelaskan, Fadillah merupakan laki-laki yang lahir di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, pada 23 April 1975. Alamat rumahnya di Jalan Lingkar II, Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan, Inhil.

Fadillah memiliki ciri-ciri dengan tinggi badan sekitar 165 sentimeter, kulit sawo matang, bentuk muka oval dan berambut ikal. Masyarakat yang melihat dan mengetahui keberadaannya bisa menghubungi nomor 0812-6654-4068.

"Informasi sekecil apa pun dari masyarakat, sangat membantu kami dalam menegakkan hukum yang berkeadilan," imbuh Bambang.

Kejati Riau mengimbau agar Fadillah untuk segera menyerahkan diri dan menghadap kepada tim penyidik guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Ingat, tidak ada tempat yang aman bagi para buronan," tegas Bambang.

Kasus ini juga menyeret mantan Direktur PT BRJ, Budhi Syaputra. Beberapa waktu lalu, keduanya dipanggil penyidik tapi hanya Budhi yang hadir.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Manipulasi Data

Penyidik kemudian menetapkan keduanya sebagai tersangka dan langsung menahan Budhi di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru. Sementara Fadillah dipanggil lagi tapi selalu mangkir.

Dugaan korupsi ini bermula setelah pengumuman lelang Pokja II ULP Kabupaten Inhil pada tanggal 17 Mei 2012. Fadillah dan Budhi Syaputra melengkapi persyaratan lelang/tender.

"Keduanya kemudian mencarikan personel fiktif untuk memenangkan lelang," kata Bambang.

Setelah melengkapi persyaratan lelang tersebut, keduanya membuat dokumen berupa surat penawaran, rekap perkiraan pekerjaan dan surat pernyataan dukungan alat. Hasilnya, PT BRJ dinyatakan sebagai pemenang lelang.

"Tersangka Fadillah masuk menjadi Direktur PT BRJ dengan alasan sebagai kontrol pekerjaan," beber Bambang.

Setelah itu keduanya membuat draf kontrak dengan memalsukan tanda tangan saksi H pada dokumen kontrak/addendum I dan II sebesar Rp14.826.029.360 (17 Juli 2012 s/d 31 Desember 2012), Berita Acara (BA) Negosiasi dan BA Penyerahan Lapangan.

Dalam pelaksanaan pekerjaan, tersangka Budhi merekomendasikan saksi AP untuk bekerja di lapangan dan Budhi juga yang membeli barang-barang material proyek.

Setiap pencairan uang muka dan termin dilakukan oleh tersangk Fadillah dengan memalsukan tanda tangan saksi H. Setelah uang tersebut masuk ke rekening PT BRJ, cek ditandatangani dan dicairkan olehnya sejumlah Rp1.374.000.000 pada tanggal 4 Januari 2013 atau setelah pekerjaan selesai.

"Menurut Ahli Fisik ITB (Institut Teknologi Bandung) dalam pelaksanaan fisik pekerjaan tidak sesuai volume dan spesifikasi sebagaimana kontrak/addendum I dan II," jelas Bambang.

Berdasarkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Riau, perbuatan kedua tersangka telah merugikan negara Rp1.842.306.309,34.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya