Jasa dan Pariwisata Diakui Jadi Andalan Kota Bandung, Tetapi Ada Problem Pelibatan Publik dan Krisis Lingkungan

Pemajuan sektor pariwisata di Kota Bandung bukan tanpa catatan dan kritikan, dari mulai dirasa minim pelibatan publik hingga masalah krisis lahan.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 23 Mei 2024, 09:00 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2024, 09:00 WIB
Pembangunan sarana komersil di daerah Punclut Kawasan Bandung Utara. (Foto: Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Meiki W Paendong untuk Arie Nugraha)
Pembangunan sarana komersil di daerah Punclut Kawasan Bandung Utara. (Foto: Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Meiki W Paendong untuk Arie Nugraha)

Liputan6.com, Bandung - Pj Wali Kota Bandung, Bambang Tirtoyuliono menyebut, dua sektor yang saat ini menjadi andalan Kota Bandung adalah sektor jasa dan pariwisata. Semua potensi industri jasa dan pariwisata pun diharap bisa kian dimaksimalkan.

Bambang optimis, jika potensi-potensi industri pariwisata bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin, maka Kota Bandung akan semakin menjadi kota wisata favorit.

Oleh karena itu, kata Bambang, keamanan dan kenyamanan kota dinilai sebagai syarat yang mesti dijaga dan terus diwujudkan.

"Jagoannya Kota Bandung ini sektor jasa dan pariwisata. Ini pekerjaan rumah kita dalam memaksimalkan potensi yang ada, bagaimana menghadirkan Bandung sebagai kota yang nyaman untuk semua," kata dia dalam keterangannya di Bandung, Senin, 20 Mei 2024.

Gilirannya, sambung Bambang, kemajuan sektor jasa dan pariwisata akan turut meningkatkan perekonomian Kota Bandung. Jajaran organisasi perangkat daerah (OPD) pun digenjot agar bisa menyumbangkan ide dan kolaborasi dalam rangka mengelola setiap potensi dua sektor andalan tersebut.

"Hampir 40 potensi wisata kita miliki. Harusnya memiliki nilai jual, dan untuk mencapai kita harus berkolaborasi. Memang butuh waktu. Namun kita harus optimis bisa naik kelas," tandasnya.

Sementara, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat, Dodi Ahmad Sofiandi mendorong sejumlah titik-titik yang menjadi potensi wisata Kota Bandung untuk dioptimalkan. Salah satu yang disorotinya adalah Teras Cihampelas.

"Terima kasih atas perhatian bapak Pj Wali Kota, dari Pemkot Bandung untuk industri pariwisata. Kami mendorong berbagai sarana wisata di Kota Bandung bisa diaktivasi," katanya.

 

Kritik dari Musisi Jalanan

Kendati demikian, pemajuan sektor pariwisata di Kota Bandung dirasa masih belum menyentuh semua pihak. Kritikan tersebut misalnya disuarakan oleh para musisi jalanan yang tergabung dalam Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ) Kota Bandung.

Diketahui, puluhan musisi jalanan KPJ Kota Bandung telah menggelar konser protes bertajuk Konser Kemiskinan dan Kelaparan di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Kota Bandung, Senin (20/5/2024).

Perwakilan KPJ Kota Bandung, Cepi Suhendar menyampaikan, salah satu yang dikritisi mereka adalah soal minimnya inisiatif Pemerintah Kota Bandung dalam melibatkan musisi jalanan di acara atau program pariwisata.

"Kita sering demo agar mereka memberi ruang, tapi kenapa tidak ada spot di Braga Beken untuk kami? Itu salah satu lalainya pemkot. Bukan kita tidak peduli musisi lain, tidak, mereka sahabat kami semua para musisi. Tapi itu jadi salah satu contoh kelalaian pemkot," kata Cepi.

Program Braga Beken adalah program Pemerintah Kota Bandung yang setiap akhir pekan menutup jalur ikonik Jalan Braga. Rutinitas baru itu diklaim untuk meningkatkan ketertarikan pariwisata di tengah kota.

"KPJ Bandung menyampaikan aspirasinya melalui konser sebagai simbol bahwa kawan-kawan di jalanan ini juga SDM (sumber daya manusia) yang harus dianggap serius oleh pemerintah dan DPRD," kata Cepi.

 

Kritikan Aktivis Lingkungan

Menjadikan pariwisata sebagai sektor "anak emas" juga dinilai bisa mengancam lingkungan. Pandangan demikian semisal disampaikan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat.

Sabuk hijau Kawasan Bandung Utara (KBU) merupakan kawasan yang belakangan ini turut jadi perhatian Walhi. Mereka menilai, salah satu masalah utama di KBU adalah degradasi lahan akibat alih fungsi lahan yang terjadi secara sporadis.

Catatan Walhi Jawa Barat, dalam 10 tahun terakhir degradasi atau alih fungsi lahan di KBU diperkirakan telah mencapai 200 hektare.

Izin pembangunan di KBU di antaranya didominasi pembangunan hotel, perumahan, apartemen dan villa. Di samping itu ada bisnis lain yang turut menyebabkan perubahan bentang alam yakni menjamurnya izin-izin wisata alam, kafe, atau usaha kuliner.

"Misalnya, kegiatan wisata alam dan kuliner sering kali terdapat ketidakseriusan manajemen pengelolaan usahanya, menimbulkan banyak sampah yang tidak dikelola dengan baik sehingga tidak sedikit menyebabkan pencemaran, lebih buruknya di buang ke anak sungai yang berada di kawasan tersebut," kata Direktur Eksekutif Walhi Jabat, Wahyudin Iwang beberapa Waktu lalu.

Kerusakan ekologis di KBU dipandang turut memperbesar peluang terjadinya bencana hidrometeorologis. Setiap memasuki musim hujan bencana longsor serta banjir bandang kerap terjadi baik di Kota Bandung, Kota Cimahi , Kabupaten Bandung dan Bandung Barat.

"Stop izin-izin usaha baru di KBU, dan pemerintah kabupaten/kota serta provinsi segera lakukan evalusi," tegas Iwang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya