Liputan6.com, Pekanbaru - Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Mabes Polri memeriksa sejumlah mantan Gubernur Riau. Hal ini terkait dugaan korupsi di PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) di wilayah kerja Kabupaten Rokan Hulu.
Baru-baru ini polisi meminta keterangan mantan Gubernur Riau Syamsuar. Pria yang terpilih menjadi anggota DPR dari Partai Golkar itu diminta keterangan 3 hari berturut-turut oleh Bareskrim Mabes Polri.
Advertisement
Baca Juga
Pemeriksaan berlangsung di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau. Polda Riau tidak masuk dalam tim penyelidik tapi hanya melakukan back up pemeriksaan.
"Back up tempat, bukan back up personel, kami menyediakan tempat untuk pemeriksaan," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Nasriadi, Senin siang, 1 Juli 2024 di Pekanbaru.
Nasriadi menyebut kasus ini masih dalam tahap meminta keterangan saksi. Bagiamana detilnya, Nasriadi menyatakan tidak bisa menjelaskan karena perkara ditangani oleh Bareskrim.
"Soal pemeriksaan (Syamsuar) memang ada, 3 hari berturut-turut di Polda Riau," kata Nasriadi.
Polda Riau siap menyediakan tempat bagi tim pemeriksa Bareskrim kalau masih ada sejumlah pihak dipanggil lagi. Terkait siapa saja yang diminta keterangan, Nasriadi menyebut ada juga sejumlah gubernur sebelum Syamsuar.
Sejumlah Pejabat
Selain mantan gubernur, polisi juga meminta keterangan Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Riau Indra, Kepala Biro Ekonomi Setdaprov Riau Alzuhra dan Kepala Biro Hukum Setdaprov Riau Yan Darmadi dan sejumlah petinggi BUMD SPR Langgak.
Kepala Biro Hukum Setdaprov Riau, Yan Dharmadi membenarkan informasi pemeriksaan tersebut. Dia mengatakan, pihaknya dipanggil mewakili Pemerintah Provinsi Riau untuk kapasitasnya di Biro Hukum.
"Iya, saya sudah sampaikan sepengetahuan dan kapasitas saya sebagai Kepala Biro Hukum Setdaprov Riau," kata Yan Dharmadi.
Yan tidak bersedia menyampaikan secara detail terkait kasus yang didalami Mabes Polri tersebut.
Informasi dirangkum, dugaan korupsi di PT SPR Langgak berpotensi merugikan negara Rp40 miliar. Hal ini bermula dari adanya temuan Badan Pengawas Keuangan dan Pemerintah pada tahun 2010-2015.
BPKP menemukan adanya pengeluaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan bernilai Rp100 miliar lalu merekomendasikan pemerintah provinsi menindaklanjuti temuan. Hanya saja hingga tahun 2018 sampai 2020 rekomendasi BPKB tidak ditunaikan sesuai nilai temuan itu.
Diduga, tidak ditunaikannya rekomendasi dari BPKP ini karena ada oknum di Pemerintah Provinsi Riau menggelapkan data temuan.
Advertisement