Rudy Soik Tantang Polda NTT Soal BBM Ilegal

Tantangan itu dilontarkan Rudy karena dia menilai Polda NTT tak terbuka dengan kasus itu. Dia awalnya meminta Kabid Propam Polda NTT Kombes Robert Anthoni Sormin termasuk Wakapolda NTT, Brigjen Awi Setiyono, melalui pesan WhatsApp agar memvideokan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP)

oleh Ola Keda diperbarui 19 Okt 2024, 18:40 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2024, 14:30 WIB
Ipda Rudy Soik (Liputan6.com/Ola Keda)
Ipda Rudy Soik (Liputan6.com/Ola Keda)

Liputan6.com, Jakarta Kasus pemecatan Ipda Rudy Soik oleh Polda NTT berbuntut panjang. Kedua pihak saling jawab hingga berujung tantangan dari Rudy Soik yang tak terima dipecat dari institusi Polri.

Rudy menantang Polda NTT untuk duduk bersama menjelaskan awal mula penyelidikan kasus bahan bakar minyak (BBM) ilegal yang berujung pada putusan Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) alias pemecatan dirinya.

"Saya tantang Bapak Kabid (Humas dan Propam Polda NTT) untuk kita bicara di forum lebih luas lagi di lembaga legislatif dan di depan Kapolri. Baru saya buka Bapak intimidasi saya atau tidak. Saya tantang kita konferensi pers bersama," ujar Rudy Soik.

Tantangan itu dilontarkan Rudy karena dia menilai Polda NTT tak terbuka dengan kasus itu. Dia awalnya meminta Kabid Propam Polda NTT Kombes Robert Anthoni Sormin termasuk Wakapolda NTT, Brigjen Awi Setiyono, melalui pesan WhatsApp agar memvideokan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP). Namun, saat persidangan tidak ada yang merekam.

"Kalau kasus yang mau memalukan saya, mereka pakai kamera besar-besar dari Humas Polda NTT untuk merekam saya, tapi kasus yang saya mau bicara tentang keterlibatan anggota Polda NTT (dalam kasus BBM) mereka justru tidak merekam," cecar mantan KBO Satreskrim Polresta Kupang Kota itu.

Rudy lantas menanggapi penyelidikan solar subsidi yang tidak didasari laporan polisi. Menurut Rudy, kasus BBM tersebut baru dilakukan tahapan awal penyelidikan. Maka dari itu, dia meminta Polda NTT membentuk tim untuk menyelidiki ulang kasus yang sudah ditanganinya.

Menurut Rudy, penyelidikan BBM harus diawali dari pembelian solar subsidi menggunakan QR code milik Law Agwan yang bukan nelayan asal NTT. Kemudian, bagaimana pemerintah memberikan QR code dalam jumlah besar kepadanya.

Rudy menyebut penyelidikan BBM masuk dalam pidana khusus. Sehingga polisi yang punya kewenangan untuk membuat laporan polisi model A seperti pidana korupsi, migas, tambang, dan kehutanan.

"Saya baru melaksanakan penyelidikan. Itu baru menyentuh Ahmad Ansar baru dua hari saja langsung ditelepon oleh Dirkrimsus bersama Kabid Propam dan kami langsung diproses. Lalu bagaimana mau membuat laporan polisi, kan harus naik ke tahap penyidikan dulu baru LP model A," beber Rudy.

Rudy mengungkapkan hal yang harus dilihat oleh Polda NTT adalah kepentingan masyarakat NTT dalam mengakses BBM subsidi. Sebab, dalam penyelidikannya sudah menemukan bukti berupa QR code.

"Karena penyelidikan adalah serangkaian yang dilakukan untuk menemukan bukti dan saya sudah temukan peristiwa pembelian solar dalam jumlah banyak menggunakan QR code. Apakah itu bukan bukti?" kata Rudy.

Rudy menerangkan sudah pernah memasang garis polisi tanpa ada barang bukti, tapi kasusnya naik sampai tahap P21. Sebab, yang dilihat adalah Pasal 55 dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2023 sebagaimana diubah dalam Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

"Dalam Pasal 55 itu membedakan dua hal, yaitu tentang niaga dan penimbunan. Jadi kalau berbicara tentang niaga, maka perbuatan hukum yang dicari adalah perbuatan membeli. Sehingga modus operandi yang kami temukan menggunakan QR code," terang Rudy.

Selain itu, Rudy bersama Kompol Gede dan AKP Djoni Boro pernah menangkap salah satu perusahaan ekspedisi di Tenau, Kecamatan Alak, Kota Kupang, yang pernah terlibat dalam penimbunan BBM hingga kasusnya P21.

"Itu semua yang ditangani saat saya masih jadi penyidik Ditkrimsus Polda NTT, maka jejak digital dan administrasi tidak bisa hilang," terang Rudy.

Rudy menambahkan dalam edaran BPH Migas Nomor 609 Tahun 2023, sudah jelas tidak memperbolehkan bukan pemilik QR code untuk mengisi BBM di SPBU karena QR code mobil dan yang diberikan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan, itu berbeda.

"Di dalam QR code namanya sudah tertera, maka dia yang berhak mengambil BBM subsidi. Makanya saya tanya siapa itu Law Agwan? Kenapa dia mendapat kuota BBM lebih banyak? Jadi ini poinnya," imbuh Rudy.

"Sehingga harus ada gelar perkara. Kasus ini kan kami belum gelar perkara. Lalu bagaimana komisi sidang mengatakan bahwa bukan peristiwa pidana? Kan yang dimaksud dengan pidana, polisi menggunakan asas dugaan sehingga kami menemukan bukti QR code dan fakta interogasi," tegas Rudy.

Polda NTT Bantah

Sebelumnya, Polda NTT membantah PTDH Rudy Soik karena pemasangan garis polisi di rumah Ahmad Ansar dan Algajali Munandar. Dia dipecat karena mekanisme prosedur penanganan penyelidikan BBM yang tidak sesuai prosedur operasi standar (SOP).

"Kami tegaskan bukan karena pasang garis polisi baru PTDH, tetapi penyelidikan BBM tidak sesuai SOP yang berlaku. Sehingga dari hasil itu kami lakukan pemeriksaan dengan menghadirkan sejumlah saksi, ternyata bukan penegakan hukum tetapi penertiban, maka dia melakukan tindakan sewenang-wenang memasang garis polisi," ujar Kabid Propam Polda NTT Kombes Robert Anthoni Sormin.

Menurut Sormin, alasan pemecatan itu karena terdapat tujuh kasus yang memberatkan mantan KBO Satreskrim Polresta Kupang Kota, itu. Salah satunya pernah diproses pidana pada 2015 dengan mendapat vonis empat bulan kurungan.

"Hal-hal itu yang menjadi pemberatan di dalam proses sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri kemarin. Sehingga kami putuskan PTDH," jelas Sormin.

 

Rudy Soik Banding

Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) akan memfasilitasi proses banding yang diajukan Ipda Rudy Soik terkait putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) yang dijatuhkan kepadanya.

"Permohonan Banding yang diajukan Ipda Rudy Soik sudah kami terima, dan kami (Polda NTT) akan memfasilitasi proses banding," ujar Kabidhumas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy.

Ia mengatakan Polda NTT berkomitmen untuk menjalankan proses hukum yang adil dan transparan, memberikan kesempatan kepada semua anggota Polri untuk membela hak-haknya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

"Proses banding ini diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama," jelasnya.

Permohonan pengajuan banding berikut memori banding secara resmi akan disampaikan oleh Rudi Soik paling lambat hari Selasa tanggal 29 Oktober tahun 2024 mendatang.

Pemohon banding yang dijatuhkan sanksi administratif berhak mengajukan banding atas putusan sidang kepada pejabat pembentuk KKEP banding melalui sekretariat KKEP sesuai peraturan kepolisian RI no 7 tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi kode etik Polri pasal 69.

"Pernyataan banding ditandatangani oleh pemohon dan disampaikan secara tertulis melalui sekretariat KKEP dalam jangka waktu paling lama tiga hari kerja setelah putusan sidang dibacakan KKEP," jelasnya.

Setelah adanya pernyataan banding, pemohon mengajukan memori kepada pejabat pembentuk KKEP banding melalui sekretariat KKEP banding dalam jangka waktu paling lama 21 hari kerja sejak diterimanya putusan sidang KKEP.

Ia mengatakan pemberhentian oleh Polda NTT terhadap Pama Yanma Polda NTT, Ipda Rudy Soik bukan semata karena pemasangan police line di dua lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar.

Namun putusan PTDH diambil karena sejumlah laporan polisi dan laporan pelanggaran disiplin lain yang sudah ditangani Polda NTT.

"Kami mengajak masyarakat untuk tidak mudah tergiring oleh informasi yang tidak benar/akurat terkait putusan PTDH Ipda Rudy Soik. Proses yang berlangsung dalam sidang Komisi Kode Etik Polri Bidpropam Polda NTT telah dilaksanakan secara profesional dan sesuai prosedur. Penting bagi kita semua untuk bijak dalam menerima informasi dan memastikan kebenarannya sebelum mengambil kesimpulan" katanya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya