Di Awal Pekan, Bursa Asia Dibuka Menguat

Indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang naik 0,1 persen. Sedangkan indeks saham Australia naik 0,1 persen.

oleh Arthur Gideon diperbarui 10 Okt 2016, 08:41 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2016, 08:41 WIB
Bursa Saham Asia
(Foto: Reuters)

Liputan6.com, Jakarta Bursa Asia menguat di awal perdagangan pekan ini. Penguatan ini karena munculnya skandal yang dilakukan oleh kandidat calon presiden Donald Trump.

Mengutip Reuters, Senin (10/10/2016), Indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang naik 0,1 persen. Sedangkan indeks saham Australia naik 0,1 persen. Pasar saham Tokyo Jepang tutup karena libur.

Donald Trump menghadapi krisis karena adanya skandal rekaman mengenai dirinya yang berkomentar vulgar.

Dua hari lalu Media Washington Post menguak sebuah video dari tahun 2005, yang menunjukkan capres Republik, Donald Trump mengutarakan kata-kata vulgar tentang perempuan --yang dianggap mewakili sikapnya yang menganggap kaum hawa sebagai objek seksual belaka.

Dalam video tersebut, Trump membual hal-hal vulgar tentang mencium, meraba, dan mencoba berhubungan seksual dalam percakapan dengan Billy Bush, saat keduanya berada dalam sebuah bus jelang penampilannya di opera sabun Days of Our Lives. Obrolan keduanya terdengar lewat mikrofon.

Dengan adanya skandal tersebut membuat pelaku pasar melihat ada kemungkinan Trump mundur dari pencalonan. Kemungkinan pesaingnya yaitu Hillary Clinton untuk naik mendorong penguatan bursa Asia. 

Di luar itu, sentimen dari Eropa juga mendorong penguatan saham-saham di kawasan Asia. Sebuah survei menunjukkan adanya langkah-langkah perbaikan ekonomi yang meningkatkan kepercayaan pelaku pasar.

"Ketidakpastian sudah meninggalkan pasar sehingga mendorong penguatan di bursa lokal sehingga berpengaruh kepada bursa di bagian lain," kata analis di ANZ.

 

Pada perdagangan akhir pekan lalu, penurunan mata uang Inggris telah pengaruhi bursa Asia. Penurunan hampir 10 persen tersebut terbesar sejak Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa atau disebut Brexit.

"Mata uang Inggris terlihat seperti itu lantaran kesalahan Agloritma. Mengingat volume rendah di Asia," ujar Angus Nicholson, Analis IG Ltd. (Gdn/Ndw)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya