Liputan6.com, Jakarta - Tiga emiten bank swasta mampu mencatatkan kinerja cukup positif sepanjang semester I 2017. Hal itu didukung dari perbaikan rasio kredit bermasalah dan efisiensi.
PT Bank OCBC NISPÂ Tbk mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 24 persen pada akhir semester I 2017. Perseroan mencatatkan laba dari Rp 914 miliar pada semester I 2016 menjadi Rp 1,1 triliun pada semester I 2017.
Kenaikan laba itu didorong kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 11 persen menjadi Rp 2,9 triliun pada Juni 2017 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 2,6 triliun.
Advertisement
Total aset bank OCBC NISP naik 11 persen menjadi Rp 143,4 triliun dari Rp 128,9 triliun pada akhir Juni 2016. Kenaikan total aset ini didorong oleh pertumbuhan kredit yang mencapai 17 persen menjadi sebesar Rp 100,6 triliun pada 30 Juni 2017 dari Rp 86,2 triliun pada periode sama tahun sebelumnya.Perseroan juga mencatatkan NPL gross sebesar 1,9 persen dan nett sebesar 0,9 persen.
Baca Juga
"Bank terus meningkatkan kualitas produk dan layanan dengan mengembangkan program inovatif guna memenuhi kebutuhan nasabah. Upaya itu membuahkan pertumbuhan dana pihak ketiga bank sebesar 15 persen menjadi Rp 106,2 triliun pada akhir Juni 2017," jelas Presiden Direktur Bank OCBC NISP, Parwati Surjaudaja, dalam keterangan tertulis, Rabu (26/7/2017).
Sementara itu, PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) mencetak laba bersih setelah pajak tumbuh 18 persen menjadi Rp 2 triliun pada semester I 2017. Laba operasional naik 22 persen menjadi Rp 2,9 triliun.
Hal itu didorong oleh penurunan biaya kredit dan efisiensi pengelolaan operasional. Peningkatan kualitas aset juga tercermin dari penurunan total kredit bermasalah sebesar 4 persen dibandingkan periode sebelumnya.
Portofolio kredit Danamon terus bergeser menjadi segmen non-mass market. Danamon membukukan pertumbuhan segmen usaha kecil dan menengah (UKM) 9 persen menjadi Rp 26,7 triliun.
Sedangkan portofolio enterprise terdiri dari perbankan korporasi, komersial dan institusi keuangan tumbuh 6 persen menjadi Rp 37,1 triliun. Sedangkan kredit properti tumbuh 25 persen menjadi Rp 4,9 triliun.
Di luar perbankan mikro, total portofolio kredit dan trade finance tumbuh empat persen menjadi Rp 119,8 triliun pada akhir semester I 2017. Pembiayaan Adira Finance tumbuh lima persen seiring masih melemahnya industri otomotif. Pembiayaan anak usaha Bank Danamon ini sebesar Rp 44,6 triliun pada akhir semester I 2017. Kredit pada segmen mikro melalui Danamon Simpan Pinjam turun 32 persen menjadi Rp 8,5 triliun.
Adapun rasio kredit terhadap total pendanaan atau loan to funding ratio (LFR) sebesar 89,6 persen. Selain itu, giro dan tabungan (CASA) naik 4 persen menjadi Rp 46,7 triliun. Rasio kecukupan modal atau rasio CASA tumbuh menjadi 44,3 persen.
Kemudian PT Bank Permata Tbk (BNLI) mencatatkan laba bersih setelah pajak tercatat Rp 621 miliar hingga semester I 2017 dari periode sama tahun lalu rugi Rp 836 miliar.
Kinerja itu didukung dari peningkatan kualitas, penjualan sebagian porsi aset bermasalah dan pertumbuhan pendapatan komisi bancassurance dan pengelolaan biaya.
Perseroan yang mengelola kualitas aset melalui penjualan aset, restrukturisasi dan rehabilitasi mendorong rasio NPL gross dan net masing-masing 4,7 persen dan 1,8 persen per 30 Juni 2017.
Adapun loan to deposit ratio (LDR) tercatat 87 persen pada akhir Juni 2017 dibandingkan dengan 75 persen pada akhir Maret 2017. Bank Permata juga memperbaiki struktur pendanaan yang tercermin dari rasio CASA mencapai 52 persen.
Â
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Â
Perbaikan NPL Dukung Kinerja Bank
Analis PT Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menilai, kinerja bank sebagian didukung dari perbaikan NPL atau rasio kredit bermasalah. Ini berkontribusi terhadap laba bank hingga semester I 2017. Selain itu, pendapatan bunga bank juga meningkat namun belum signifikan.
"Ini artinya kenaikan kinerja keuangan bank belum cukup besar. Perbaikan NPL lebih berkontribusi di laporan keuangan ketimbang penyaluran kredit," ujar Alfred saat dihubungi Liputan6.com.
Alfred mengatakan, saat ini penyaluran kredit tumbuh namun melambat. Ini lantaran baik emiten dan masyarakat juga cenderung tidak ekspansi dan agresif. Apalagi suku bunga kredit juga masih sulit untuk turun. Oleh karena itu, kredit infrastruktur menurut Alfred lebih kencang disalurkan.
"Kredit bank andalkan infrastruktur. Ini hanya bank-bank BUMN saja yang untuk infrastruktur ketimbang bank lainnya," kata Alfred.
Melihat kondisi itu, Alfred menilai, pelaku pasar belum terlalu agresif untuk akumulasi saham-saham bank. "Kinerja bank lebih ditopang perbaikan NPL. Padahal bagusnya kenaikan kredit juga disertai penurunan NPL. Adanya perbanikan NPL berdampak ke penurunan pencadangan sehingga laba bertambah," tutur dia.
Ia pun memprediksi, kredit masih tumbuh meski melambat pada semester II 2017. Alfred perkirakan, pertumbuhan kredit sebesar 10-12 persen pada 2017.
Analis PT NH Korindo Securities Bima Setiaji menuturkan, kinerja Bank Danamon cukup baik hingga semester I 2017. ini ditopang dari penurunan biaya kredit dan efisiensi dalam operasional. Meski demikian, perseroan masih mencatatkan pendapatan Bank Danamon turun tipis 3,9 persen menjadi Rp 10 triliun dari periode semester I 2017 sebesar Rp 10,4 triliun.
"Pendapatan turun menjadi Rp 10 triliun karena pertumbuhan kredit flat pada semester I 2017. Kreditnya hanya tumbuh 0,78 persen menjadi Rp 128,3 triliun," kata Bima.
Bima menambahkan, NPL Bank Danamon turun lantaran kredit macet yang dibersihkan berhasil. Ini terlihat dari biaya pencadangan yang turun pada semester I 2017. Pada semester II 2017, Bima memperkirakan, pertumbuhan kredit Bank Danamon masih stagnan. Selain itu, anak usaha Perseroan Adiran Finance juga kinerjanya masih relatif rendah lantaran penjualan motor masih belum pulih.
"Ini akibat Bank Danamon masih berusaha menutup dan merelokasi jaringan Danamon Simpan Pinjam di segmen kredit mikro," kata dia.
Bima pun merekomendasikan hold untuk saham Bank Danamon dengan target harga saham Rp 4.500.
Â