Liputan6.com, London - Aktivitas merger dan akuisisi (M&A) mematahkan rekor 15 tahun lalu dengan prestasi terbesar sepanjang 2021. Banjirnya modal dan tingkat valuasi tinggi sehingga memicu hiruk pikuk kesepakatan merger dan akuisisi.
Nilai merger dan akuisisi global untuk pertama kalinya mencapai USD 5 triliun setara Rp 71.203 triliun (asumsi kurs Rp 14.245 per dolar AS). Volume merger dan akuisisi naik 63 persen menjadi USD 6,63 triliun atau Rp 80,2 kuadriliun pada Kamis, 16 Desember 2021, menurut data Dealogic. Perolehan tersebut jauh melampaui rekor sebelumnya sebesar USD 4,42 triliun (atau Rp 62,9 kuadriliun) pada 2007.
Baca Juga
“Neraca perusahaan sangat sehat yakni adanya USD 2 triliun (setara Rp 28,9 kuadriliun) tunai di AS dan akses modal tersedia secara luas dengan biaya rendah secara historis,” ujar Co-heads M&A Amerika Utara di JPMorgan, dilansir dari laman CNN, ditulis Minggu (26/12/2021)
Advertisement
Sektor teknologi dan perawatan lagi-lagi memimpin dalam aksi merger dan akuisis pada 2021. Peningkatan terjadi karena permintaan terpendam sejak tahun lalu ketika laju aktivitas perusahaan turun ke level terendah selama tiga tahun akibat dampak keuangan global imbas COVID-19.
Perusahaan pun bergegas mengumpulkan dana dari penawaran saham dan obligasi. Perusahaan besar pun berusaha mengambil keuntungan dari lonjakan pasar modal untuk memakai saham sebagai modal akuisisi. Sementara para sponsor keuangan menyerbu perusahaan publik.
Selain itu, kuatnya pendapatan perusahaan dan prospek ekonomi yang cerah secara keseluruhan memberi kepercayaan kepada para pimpinan perusahaan untuk mengejar kesepakatan transformatif yang besar. Walaupun tidak dapat dipungkiri inflasi masih berpotensi sebagai hambatan utama.
"Pasar ekuitas yang kuat adalah pendorong utama M&A. Ketika harga saham tinggi biasanya sesuai dengan prospek ekonomi yang positif dan kepercayaan CEO yang tinggi," tutur Co-head Americas M&A di Morgan Stanley Tom Miles.
Di AS saja, volume kesepakatan keseluruhan hampir dua kali lipat senilai USD 2,61 triliun pada 2021, menurut Dealogic. Pesetujuan di Eropa melonjak 47 persen senilai USD1,26 triliun sementara Asia-Pasifik naik 37 persen di angka USD 1,27 triliun.
"Sementara aktivitas lintas batas China berada di level sedang. Entitas dari negara Asia lainnya telah meningkatkan atas pembelian aset global. Kami berharap tren ini terus berlanjut terutama kontrak-kontrak di Eropa dan Amerika Serikat," kata wakil ketua global perbankan investasi Goldman Sachs Raghav Maliah.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Catat Transaksi Terbesar
Baru paruh pertama 2021 saja perusahaan berhasil mencatatkan transaksi terbesarnya. Mulai dari kesepakatan AT&T Inc dengan Discovery Inc senilai USD 43 miliar ditambah pembelian leverage seharga USD 34 miliar dari Medline Industries Inc. Nampaknya tidak ada indikasi perlambatan gairaha pembuatan kesepakatan di babak kedua.
Pada Selasa, 21 Desember 2021 KKR melakukan pendekatan pembelian atas operator telekomunikasi terbesar Italia, Telecom Italia. Penawaran bernilai sekitar USD 40 miliar termasuk utang bersih dalam apa yang akan diperingkatkan sebagai pembelian ekuitas swasta terbesar di Eropa jika dilanjutkan, dan terbesar kedua secara global.
Dealogic juga melaporkan ketersediaan pembiayaan yang mudah mendorong kesepakatan ekuitas swasta. Dimana volumenya lebih dari dua kali lipat dari tahun lalu ke rekor USD 985,2 miliar.
"Investor mengerahkan uang tunai pada kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, artinya secara global penilaian aset mencapai puncaknya sepanjang masa," tambah Chairman of Europe, Middle East and Africa banking capital markets advisory Citigroup.Luigi de Vecchi.
Pertanyaannya selanjutnya adalah apakah harga masyarakat keluarkan akan terus masuk akal dari waktu ke waktu. Tekanan bisnis berupa penerapan prinsip berkelanjutan dan ramah lingkungan (ESG) Eksekutif perusahaan pun berburu target dengan kredensial iklim yang tepat.
“Seiring dengan teknologi dan transformasi digital, keberlanjutan tetap ada dan menjadi fokus utama bagi sebagian besar ruang rapat,” tutur de Vecchi.
Advertisement
Perkiraan Target
Setelah satu tahun terkunci, bank-bank investasi top Wall Street mendorong pembuat kontrak agar bertemu lebih banyak klien secara langsung. Tak lain guna memenangkan mandat yang menguntungkan untuk menggabungkan perusahaan atau mempertahankan mereka dari serangan investor aktivis.
"Tahun ini kami menetapkan target melebihi USD 100 miliar dalam biaya perbankan investasi global. Ada permintaan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk hampir setiap produk perbankan investasi " tutur Deutsche Bank'Global Co-Head M&A Bank Global Belanda Berthold Fuerst.
Setelah tahun pemecahan rekor, para bankir sekarang mengantisipasi putaran bonus pada awal 2022. Memecah kerajaan perusahaan dan konglomerat juga terbukti menjadi bisnis yang menguntungkan bagi bank investasi. Pada paruh kedua tahun ini, General Electric, Johnson & Johnson dan Toshiba termasuk di antara perusahaan besar yang mengumumkan rencana untuk memisahkan bisnis dan beberapa unit lainnya.
Tren ekspansi kontrak belum menunjukkan tanda-tanda melambat. Perusahaan dan investor bergegas menandatangani banyak persetujuan menjelang kemungkinan kenaikan suku bunga.
Biaya pinjaman secara luas proyeksinya meningkat dalam beberapa bulan mendatang. Federal Reserve AS (The Fed) mengisyaratkan peningkatan suku bunga tahun depan bertujuan memerangi inflasi yang melonjak. Meskipun demikian, para bankir mengharapkan aktivitas dealmaking tetap kuat.
"Saya tidak berpikir pergerakan ke atas dalam suku bunga saja akan menjadi katalis yang mengalihkan pasar M&A," ungkap Morgan Stanley Miley.
Khawatir Kenaikan Suku Bunga
Penasihat kesepakatan khawatir terkait dampak dari sikap Federal Trade Commission (FTC) yang semakin bermusuhan terhadap aktivitas merger selama setahun terakhir. Dengan pengambilalihan Nvidia senilai USD 40 miliar atas perancang chip Inggris Arm di antara kesepakatan terbaru yang coba diblokir.
"FTC dan Departemen Kehakiman telah mengambil lebih banyak waktu daripada sebelumnya untuk mengevaluasi kesepakatan, sehingga perusahaan yang mengejar M&A harus siap untuk mendiskusikan kesepakatan mereka dengan regulator di muka, kapan saja," kata Krishna Veeraraghavan, M&A Partner firma hukum Paul, Weiss, Rifkind, Wharton & Garrison LLP.
Dia menambahkan perusahaan perlu menunggu lebih lama demi memperoleh kesepakatan dan harus melakukan merger "bersedia untuk mengajukan perkara". Jangka waktu pending bisa sampai satu setengah tahun sementara biasanya hanya 6-12 saja.
Pada 2022, perusahaan masih menawarkan banyak peluang karena pasar untuk special purpose acquisition companies ( (SPAC) baru-baru ini kembali dibuka setelah berada di bawah pengawasan peraturan di AS.
"Dengan ekuitas swasta dan dengan bubuk kering di dunia SPAC, kami berharap momentum akan berlanjut hingga 2022," ujar Head EMEA M&A di UBS, Philipp Beck. (Ayesha Puri)
Advertisement