Investor Institusi Nilai Positif Langkah BI Pertahankan Suku Bunga Acuan

BI mempertahankan suku bunga acuan di 3,5 persen meski the Fed agresif naikkan suku bunga.

oleh Agustina Melani diperbarui 30 Mei 2022, 05:31 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2022, 05:31 WIB
20170210- IHSG Ditutup Stagnan- Bursa Efek Indonesia-Jakarta- Angga Yuniar
Pengunjung melintasi layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memutuskan kembali pertahankan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate atau BI7DRRR di level 3,50 persen dinilai positif dari sudut pandang investor institusi. Keputusan BI tersebut menunjukkan Indonesia memiliki berbagai opsi kebijakan dan makro ekonomi yang solid.

Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve meski menaikkan suku bunga agresif pada Mei 2022 dan kemungkinan sisa tahun 2022, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan kebijakan berbeda.

Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan di 3,5 persen dan menjaga prospek pertumbuhannya tetap sama. Konsensus pun bersiap kenaikan konservatif pada semester II 2022. Namun, BI mengumumkan rencana kurangi risiko inflasi jika likuiditas dijaga cukup dengan meningkatkan RRR.

BI juga melihat indikator makro lainnya tetap terkendali termasuk inflasi yang dikhawatirkan akan melonjak seiring gangguan rantai pasokan dan kenaikan harga komoditas.

"Prospek inflasi tetap wajar sebagai harga yang diatur untuk LPG dan Pertalite tetap dan BI meningkatkan RRR secara progresif. Secara keseluruhan, kami memandang keputusan BI secara positif dari sudut pandang investor institusional,” demikian mengutip dari riset PT Ashmore Asset Management Indonesia.

Keputusan ini menyiratkan Indonesia memiliki makro ekonomi yang solid dan ragam pilihan kebijakan untuk diberlakukan saat ini.

Sementara itu, ketika investor asing cenderung masuk ke pasar saham dalam setahun terakhir, tetapi belum kembali ke tingkat pra pandemi COVID-19. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), aksi beli investor asing mencapai R64,52 triliun hingga Jumat, 27 Mei 2022.

“Alokasi underweight pada saham Indonesia dan obligasi lebih rendah dari harga aset yang fluktuaktif dibandingkan peersnya, menjadikannya pengembalian aset yang tetap menarik,”

“Kami terus merekomendasikan investor untuk portofolio saham mengingat overweight pada sisa 2022,” demikian mengutip riset itu.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Ada Rotasi Saham, Indonesia Bakal Jadi Pilihan Investor

IHSG Awal Pekan Ditutup di Zona Hijau
Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Indonesia dinilai tetap memiliki kemampuan lebih baik dari pada negara berkembang lainnya di tengah volatilitas yang terjadi imbas kenaikan harga energi dan inflasi.

Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, kebijakan intervensi strategis menjadi sorotan. Pada awal tahun saat pandemi COVID-19 melanda telah meningkatkan ketimpangan pendapatan, ditambah masalah yang dihadapi dengan krisis energi global menyebabkan harga bahan bakar naik.

Saat tarif Indonesia lebih baik ketimbang rekan lainnya mengingat status sebagai eksportir komoditas, kenaikan harga minyak goreng mempengaruhi sebagian besar masyarakat yang mendorong pemerintah mengambil risiko dengan larang ekspor crude palm oil (CPO) pada akhir April 2022.

Sementara itu, neraca perdagangan tetap surplus hingga April 2022. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) mengalami surplus berturut-turut selama 2 tahun terakhir. Per April 2022, NPI mencetak surplus sebesar USD 7,56 miliar.

Di sisi lain, cadangan valuta asing turun signifikan selama sebulan, sehingga mempertanyakan kemungkinan ketidakpastian atas kebijakan. Pemerintah pun mengeluarkan kebijakan akhiri larangan ekspor minyak goreng mulai efektif 23 Mei 2022.

“Kebijakan lain yang kami soroti sebelum liburan adalah potensi kenaikan Pertalite dan LPG. Pemerintah juga memastikan dua sumber energi yang banyak digunakan masyarakat ini tidak akan ikuti kenaikan,” demikian mengutip riset tersebut, Minggu (22/5/2022).

Inflasi di Indonesia Bakal Tetap Terkendali

Pergerakan IHSG Turun Tajam
Pengunjung melintas di papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/4/2020). Pergerakan IHSG berakhir turun tajam 1,71% atau 80,59 poin ke level 4.625,9 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dengan demikian, inflasi Indonesia dinilai akan relatif terkendali dengan meningkatkan cadangan valuta asing yang memungkinkan rupiah lebih stabil. Sepanjang Mei 2022, rupiah sedikit di atas Rp 14.500.

"Dikombinasikan dengan penghapusan larangan ekspor, kami melihat surplus perdagangan akan meningkat pada Mei 2022," demikian mengutip dari laporan itu.

Selain itu, dengan harga komoditas dan harga minyak juga naik akan menjadi kekuatan ekonomi makro dari Indonesia untuk dapat menahan volatilitas saat ini.

"Kami melihat Indonesia terus memiliki kemampuan ini lebih baik dari pada negara berkembang lainnya dan oleh karena itu tetap menjadi salah satu tujuan utama untuk rotasi di pasar saham bagi investor,”

Ashmore pun menilai investor dapat mengambil kesempatan untuk masuk ke pasar saat koreksi.

Potensi Inflasi Tinggi Dongkrak Suku Bunga

Pergerakan IHSG Turun Tajam
Pengunjung melintas di papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/4/2020). Pergerakan IHSG berakhir turun tajam 1,71% atau 80,59 poin ke level 4.625,9 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, di tengah potensi kenaikan inflasi pada 2022, instrumen saham dinilai menjadi relatif menarik terhadap jenis aset lainnya.

Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Senin (18/4/2022), probilitas kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS) tetap tinggi dan mempengaruhi seluruh pandangan kebijakan global. Hal ini seiring pasar AS mencatat rekor lowongan kerja yang tinggi dengan pembukaan pekerjaan mencapai 11,3 juta hingga Januari 2022.

Di sisi lain, klaim pengangguran terendah dalam 50 tahun dan penurunan tingkat pengangguran menyiratkan pasar tenaga kerja yang panas karena berbagai alasan. Namun, kenaikan upah tidak dapat dihindari.

"Kita mungkin akan melihat tingkat inflasi tinggi lebih permanen dari pada awalnya,” tulis Ashmore.

Oleh karena itu, kemungkinan kenaikan suku bunga di AS tetap tinggi dan mempengaruhi keseluruhan pandangan kebijakan global. “Kami melihat pandangan ini adalah tidak berubah dari sebulan yang lalu,” tulis Ashmore.

Selama siklus inflasi, Ashmore Asset Management Indonesia melihat aset yang ikuti kenaikan inflasi akan lebih baik. Aset seperti properti dan saham secara teori akan meneruskan inflasi menajdi keuntungan dan mendapatkan manfaat.

Ini telah berlaku dengan pasar Indonesia. Hingga Kamis, 14 April 2022, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 9,9 persen year to date (ytd).

 

Selanjutnya

Perdagangan Awal Pekan IHSG Ditutup di Zona Merah
Pekerja tengah melintas di layar pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (18/11/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada zona merah pada perdagangan saham awal pekan ini IHSG ditutup melemah 5,72 poin atau 0,09 persen ke posisi 6.122,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

IHSG mencapai rekor tertinggi baru didorong dengan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) GoTo yang berdampak besar terhadap IHSG sehingga mendorong IHSG tetap solid dan ungguli indeks saham global.

"Risiko utama bagi Indonesia selama inflasi tinggi adalah memastikan kelas bawah dan menengah-bawah tidak dipengaruhi oleh harga produk yang lebih tinggi,” tulis Ashmore.

Pemerintah telah mengumumkan akan memberikan bantuan langsung tunai kepada 23,25 juta penduduk dengan dana Rp 300 ribu per orang dan memastikan harga minyak goreng tinggi tidak akan meningkatkan biaya hidup.

"Pemerintah sejauh ini menandakan kebutuhan pembiayaan yang lebih rendah pada 2023, sebagian besar karena indikator ekonomi makro lebih kuat didorong pendapatan dari harga komoditas yang lebih tinggi,”

Ashmore menilai, hal tersebut juga menempatkan investasi saham menjadi relatif menarik terhadap jenis aset lainnya. Tidak hanya pertumbuhan laba mencerminkan inflasi, tetapi kinerja saham akan menawarkan pertumbuhan yang wajar meski indeks sentuh rekor tertinggi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya