Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai era normal baru setelah pandemi COVID-19 menjadi angin segar bagi pasar modal.
Kepala Divisi Layanan dan Pengembangan Perusahaan Tercatat (LPP) BEI, Saptono Adi Junarso, pihaknya menilai kondisi tersebut memberikan peluang dan juga tantangan.
Baca Juga
"Jadi kalau dari kami melihat segala situasi itu selalu ada peluang dan tantangan. Kami melihat bahwa normal baru memberikan suatu angin segar yang lebih baik lagi,” kata Saptono dalam Capital Market Summit & Expo 2022, Kamis (13/10/2022).
Advertisement
Saptono berharap, ke depan, beberapa sektor yang sempat mengalami kesulitan bisa kembali pulih dan memberikan manfaat yang lebih besar baik bagi investor maupun industri pasar modal.
"Semoga ke depan di mana beberapa sektor yg kemarin mengalami kesulitan kami harapkan akan recovery lagi dan kembali memberikan manfaat yang lebih besar untuk investor dan industri pasar modal,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bahana Sekuritas Edward Lubis menuturkan, era normal baru menjadi faktor tambahan yang harus dipertimbangkan bagi perusahaan yang ingin merencanakan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO).
"Untuk normal baru ini banyak hal yang menjadi faktor tambahan yang harus dipertimbangkan bagi perusahaan yang ingin merencanakan IPO,” kata Edward.
Dia juga menjelaskan, siklus ekonomi dalam pasar modal Indonesia ini menjadi pendek. Sehingga, harga saham ini berlipat-lipat, tetapi diikuti dengan koreksi yang cukup tajam.
"Secara timing memang lebih momentum dan sekarang ini makin pendek siklusnya dibanding sebelumnya. Sekarang ini siklusnya makin pendek di mana ada momentum euforia yang cepat sekali sehingga harga saham berlipat-lipat, namun kemudian diikuti dengan koreksi yang cukup tajam,” kata dia.
Dengan demikian, hal tersebut menjadi sebuah tantangan bagi suatu perusahaan yang ingin merencanakan IPO. "Jadi memang ini yang jadi tantangan bagi perusahaan yang rencanakan IPO karena siklus tadi semakin pendek,” imbuhnya.
Ketidakpastian Ekonomi Global Bayangi Pasar Modal
Edward menjelaskan, meski saat ini sudah memasuki era normal baru, akan tetapi ketidakpastian ekonomi global tetap terjadi karena perang Rusia dan Ukraina masih berlangsung.
"Saat ini masih ada perang Rusia dan Ukraina yang sedang berlangsung sehingga baik efek perang maupun post COVID-19 kemarin itu meningkatkan harga-harga," ujar dia.
Ia menambahkan, beberapa proses bisnis dan logistik menjadi terlambat, jadi akibatnya adanya selain post covid juga perang harga komoditas di dunia meningkat. "Sehingga tentunya ini akan memicu cost kepada produksi (yang mengakibatkan inflasi)," kata dia.
Waktu yang tepat untuk melakukan IPO jadi lebih sulit untuk diprediksi. Hal itu karena ada ancaman inflasi, resesi dan juga geopolitik.
"Kalau mau IPO menjadi tantangan tersendiri apakah sektor kita cukup menarik di masa resesi ini yang menjadi satu tantangan,” ujar dia.
Artinya, untuk melakukan IPO ini harus bisa menilai apakah perusahaan ini tahan dengan ancaman resesi. Meskipun demikian, perekonomian Indonesia di era normal baru terbilang cukup kuat dan menjanjikan. Bahkan, Indeks Harga Saham Gabungan juga masih menjadi juaranya dibandingkan regional.
Advertisement
Butuh Persiapan
"Faktor ekonomi yang bagus di Indonesia secara keseluruhan, kita cukup kuat post covid terasa cukup menjanjikan pertumbuhan. Sehingga, secara keseluruhan ihsg kita secara recovery dibandingkan regional juga justru kita juaranya,” kata dia.
Masih dalam kesempatan yang sama, Edward juga menyampaikan, dibutuhkan persiapan internal perusahaan untuk melakukan IPO.
"Langkah melakukan go public perusahaan harus mempersiapkan segala informasi yang cukup untuk meyakinkan investor, antara lain strategi yang jelas, keterbukaan informasi, keunggulan bersaing, kompetisi pasar, serta kondisi industri,” ujar dia.
Selain itu, melakukan edukasi investor dan strategi jangka panjang. Perusahaan perlu mengedukasi investor mengenai strategi perusahaan dalam jangka panjang dan prospek industri dari perusahaan agar investor dapat lebih memahami perusahaan serta mendapatkan ketertarikan terhadap IPO perusahaan.
44 Emiten Baru Raup Dana Rp 21,8 Triliun Melalui IPO
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat hingga 20 September 2022, ada 44 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI. Total dana yang dihimpun dari penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) tersebut mencapai Rp 21,8 triliun.
“Hingga 20 September 2022 telah ada 44 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI dengan dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp 21,8 triliun,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, kepada wartawan ditulis Rabu (21/9/2022).
Saat ini BEI juga proses 29 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham di BEI hingga 19 September 2022. Nyoman menambahkan, dari 29 calon perusahaan tercatat dalam pipeline pencatatan saham, beberapa di antaranya menargetkan emisi lebih dari Rp 1 triliun. Untuk sektor sahamnya ada dari sektor energi, teknologi dan keuangan. Namun, Nyoman belum menyampaikan detil mengenai perusahaan tersebut hingga perusahaan itu mendapatkan izin publikasi dari OJK.
Seiring jumlah calon perusahaan tercatat dalam pipeline itu, ia berharap pencatatan saham pada 2022 dapat melebihi pencapaian 2021.
“Dengan mempertimbangkan jumlah perusahaan pada pipeline pencatatan saham, kami berharap jumlah pencatatan saham pada tahun ini dapat melampaui pencapaian pada tahun lalu,” kata dia.
Advertisement