Harga Komoditas Melandai, Saham Emiten Batu Bara Tetap Simpan Potensi Cuan

Harga komoditas melandai, apakah saham emiten tambang batu bara masih menarik untuk dicermati pelaku pasar?

oleh Elga Nurmutia diperbarui 18 Mei 2023, 07:00 WIB
Diterbitkan 18 Mei 2023, 07:00 WIB
Harga Komoditas Melandai, Saham Emiten Batu Bara Tetap Simpan Potensi Cuan
Analis menilai meski harga komoditas melemah tetapi saham emiten batu bara masih memiliki daya tarik. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Saham emiten batu bara dinilai masih menarik asalkan perusahaan tersebut melakukan diversifikasi bisnis.

Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheril Tanuwijaya menuturkan, secara umum sektor energi sudah tidak lagi menjadi unggulan. Sebab, harga komoditas sudah tidak setinggi tahun sebelumnya dan saat ini komoditas tersebut sudah mengalami normalisasi supply.

Namun, saham-saham emiten batu bara tetap memiliki daya tarik bagi investor. Hal ini dengan catatan emiten yang bersangkutan melakukan diversifikasi bisnis seperti hilirisasi batu bara atau masuk ke bisnis komoditas lainnya.

"Misalnya, saham ADMR masih menarik karena dia produsen batu bara metalurgi sebagai bahan baku industri logam dan energinya tinggi," kata Cheril kepada Liputan6.com, ditulis Kamis (18/5/2023).

Dengan demikian, Cheril merekomendasikan saham ADMR dengan target harga Rp 1.000 per saham.

Sementara itu, Analis Pertambangan sekaligus Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Bisman Bhaktiar menilai penurunan harga batu bara akan memengaruhi saham emiten batu bara. Akan tetapi, pengaruh tersebut tidak begitu signifikan.

Menurut ia, saham emiten batu bara tetap memiliki prospek. Sebab, penurunan tidak drastis, tetapi kebutuhan akan tetap tinggi sehingga di waktu mendatang masih berpotensi meningkat. Bagi investor, Bisman merekomendasikan saham emiten batu bara dengan kapitalisasi besar, seperti ADRO.

"Rekomendasi pilihan pada emiten besar masih lebih aman, apalagi beberapa emiten yang sudah dan bersiap ekspansi di energi terbarukan ke depan akan menarik," kata Bisman.

Meski demikian, investor perlu memperhatikan beberapa sentimen yang langsung berpengaruh pada harga batu bara yang tentunya berdampak pada harga sahamnya. Misalnya, perkembangan perang Rusia-Ukraina, tren isu global transisi energi dan kecenderungan kenaikan permintaan dan harga menjelang musim dingin di Eropa.

 

Emiten LQ45 di Sektor Saham Energi hingga Batu Bara Termoncer pada 2022

Geliat Bongkar Muat Batu Bara di Tengah Larangan Ekspor
Pekerja saat menyelesaikan aktivitas bongkar muat batu bara di Pelabuhan PT KCN Marunda, Jakarta Utara, Rabu (5/1/2022). Kebijakan itu diambil setelah mengetahui bahwa PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) mengalami krisis pasokan batubara hingga akhir 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, mayoritas emiten LQ45 telah merilis laporan keuangan 2022. Di antara emiten LQ45, sektor energi, tambang, dan minyak dan gas membukukan pertumbuhan kinerja laba dan pendapatan signifikan.

Dari 45 emiten, hanya PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) yang belum merilis laporan keuangan.Perseroan juga telah menyampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) mengenai keterlambatan laporan keuangan itu, dan kemungkinan dirilis sekitar akhir April 2023.

Sementara itu, jika dilihat dari sektor saham dari 45 emiten yang masuk indeks LQ45, emiten dari sektor saham tambang, gas, minyak dan energi mencatat pertumbuhan laba dan pendapatan signifikan sepanjang 2022.

PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) membukukan pertumbuhan pendapatan dan laba signifikan pada 2022. Pendapatan Medco naik 84,66 persen menjadi USD 2,31 miliar atau Rp 34,77 triliun dari periode sama tahun sebelumnya USD 1,25 miliar. Laba melambung 1.029 persen menjadi USD 530,88 juta atau setara Rp 7,98 triliun dari periode 2021 sebesar USD 47,01 juta.

Selain Medco, PT Indika Energy Tbk (INDY) cetak pertumbuhan signifikan sepanjang 2022. Laba Indika Energy melonjak 684,27 persen menjadi USD 452,67 juta dari periode 2021 sebesar USD 57,72 juta. Sedangkan pendapatan naik 41,24 persen menjadi USD 4,33 miliar atau Rp 65,43 triliun pada 2022 dari 2021 sebesar USD 3,07 miliar.

Kemudian PT Harum Energy Tbk (HRUM) meraup pertumbuhan laba 306,01 persen menjadi USD 301,75 juta atau Rp 4,51 triliun pada 2022 dari periode sama tahun sebelumnya USD 74,32 juta.

Lalu PT Adaro Energy Tbk (ADRO) membukukan laba 167,07 persen menjadi USD 2,49 miliar pada 2022 dari periode sama tahun sebelumnya USD 933,49 juta. Pendapatan Adaro Energy melambung 102,95 persen menjadi USD 8,1 miliar pada 2022 dari periode 2021 sebesar USD 3,9 miliar.

 

Kinerja Keuangan ITMG hingga PGN

Ilustrasi Laporan Keuangan, Laba, Rugi. Foto: Freepik/mindandi
Ilustrasi Laporan Keuangan, Laba, Rugi. Foto: Freepik/mindandi

Selanjutnya PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) meraih pendapatan naik 75,09 persen menjadi USD 3,64 miliar pada 2022 dari periode 2021 sebesar USD 2,08 miliar. Sementara itu, laba bertambah 152,34 persen menjadi USD 1,2 miliar pada 2022 atau Rp 18,24 triliun dari periode sama tahun sebelumnya USD 475,57 juta.

Kemudian PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) mencatat pertumbuhan laba 116,21 persen menjadi Rp 2,4 triliun pada 2022 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 1,11 triliun. Sedangkan pendapatan melonjak 85,62 persen menjadi Rp 47,26 triliun pada 2022 dari periode 2021 sebesar Rp 25,46 triliun.

PT Bukit Asam Tbk (PTBA) membukukan pendapatan Rp 42,64 triliun pada 2022, naik 45,72 persen dari periode sama tahun sebelumnya Rp 29,26 triliun. Laba perseroan tumbuh 58,98 persen menjadi Rp 12,56 triliun pada 2022 dari periode 2021 sebesar Rp 7,90 triliun.

PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) mencetak pendapatan naik 17,5 persen menjadi USD 3,6 miliar pada 2022 dari periode 2021 sebesar USD 3,03 miliar. Sementara itu, laba tumbuh 7 persen menjadi USD 326,2 juta pada 2022 dibandingkan 2021 sebesar USD 303,82 juta.

 

Infografis Ekonomi RI Jauh Lebih Baik dari Negara Lain
Infografis Ekonomi RI Jauh Lebih Baik dari Negara Lain (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya