Investasi Obligasi Tenor Pendek, Masih Menarik?

Ketika ingin investasi penting juga mengetahui profil risiko investasi. Berikut pilihan investasi di obligasi.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 03 Okt 2023, 15:29 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2023, 15:27 WIB
Investasi Obligasi Tenor Pendek, Masih Menarik?
Saat ini, sejumlah orang mulai memahami pentingnya memiliki portofolio investasi. Hal itu dilakukan sebagai salah satu langkah agar kondisi keuangannya tetap sehat. (Photo created by rawpixel.com on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Saat ini, sejumlah orang mulai memahami pentingnya memiliki portofolio investasi. Hal itu dilakukan sebagai salah satu langkah agar kondisi keuangannya tetap sehat. 

Meski demikian, para investor tetap saja perlu memperhatikan beberapa hal sebelum menentukan investasi yang akan dipilih. Misalnya, memilih instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko masing-masing. 

CEO PT Trimegah Asset Management Antony Dirga menjelaskan untuk investasi perlu disesuaikan dengan profil risiko. Misalnya, bagi investor dengan profil risiko konservatif disarankan untuk memilih obligasi yang memiliki tenor pendek. 

"Kalau mau berinvestasi obligasi terutama bagi investor yang konservatif ya sebaiknya memilih obligasi yang tenor pendek,” ujar dia saat ditemui di Jakarta, Selasa (3/10/2023).

Menurut ia, obligasi korporasi memiliki yield (imbal hasil) yang lebih tinggi daripada obligasi pemerintah. Namun, obligasi pemerintah ada juga yang memiliki imbal hasil tinggi maupun rendah.

"Saya lihat investor tinggal pilah pilih saja, kalau memang tertarik untuk yield yang lebih tinggi lebih baik memilih obligasi korporasi tapi lebih baik yang bertenor pendek. Kalau pemerintah pun saya rasa juga banyak mengeluarkan yang risk free jadi tentu saja dengan kebutuhan masing-masing saja,” kata dia. 

Dengan demikian, ia lebih memilih obligasi tenor pendek. Hal itu sejalan dengan strategi yang diterapkan oleh Trimegah Asset Management. Sebab, penerbitan obligasi korporasi cenderung memiliki tenor pendek dibandingkan dengan pemerintah. 

"Kalau pemerintah ada yang 10 tahun, 15 tahun, kalau obligasi korporasi memang kebanyakan 1,3,5 dan maksimal 7 tahun. Jadi, otomatis reksa dana obligasi kami yang mengelola, jadi kebanyakan tenornya yang pendek. Makanya saya bilang reksa dana obligasi cenderung reksa dana yang berbasis korporasi,” tandasnya. 

Pasar Obligasi Diramal Cerah, Pilih Reksa Dana atau SBN?

Ilustrasi Obligasi
(Foto: Liputan6.com)

Sebelumnya, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia memprediksi kondisi pasar obligasi akan berangsur membaik setelah sempat bergerak sangat fluktuatif pada Agustus lalu. Ini mengingat, pasar obligasi ditopang oleh dinamika global dan domestik terkini.  

Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Freddy Tedja menuturkan, dari sisi global, data-data ekonomi terakhir Amerika Serikat menunjukkan pelemahan, membuat ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat sudah semakin mendekati akhir dari siklus kenaikan suku bunga. 

Dari sisi domestik, inflasi yang terjaga, permintaan domestik yang kuat dan pasokan obligasi yang terkendali di tengah defisit anggaran yang mengecil menjadi katalis penting bagi pasar obligasi di tahun ini.

Selain itu, arus masuk investasi asing pada Surat Berharga Negara (SBN) juga berpotensi kembali berlanjut,  mengingat kepemilikan asing masih cukup rendah, hanya sebesar 15,51 persen per akhir kuartal 2023. 

“Semua faktor di atas tetap mempertegas diskursus bahwa pasar obligasi tetap menawarkan peluang yang baik untuk investor,” kata Freddy dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu (9/8/2023).

 

Pertimbangan Investasi

Ilustrasi Obligasi Negara Ritel atau ORI. Dok Kemenkeu
Ilustrasi Obligasi Negara Ritel atau ORI. Dok Kemenkeu

Kemudian, pertimbangan selanjutnya adalah adanya pilihan berinvestasi obligasi lewat reksa dana pendapatan tetap atau ke Surat Berharga Negara (SBN). Lantas, instrumen apa yang sebaiknya dipilih?

Freddy menyebut, reksa dana pendapatan tetap merupakan instrumen investasi yang diterbitkan oleh manajer investasi, yang didalamnya terdiri dari efek-efek obligasi atau surat utang, bisa surat utang pemerintah (SBN) atau pun surat utang perusahaan swasta atau korporasi. 

Seseorang yang membeli surat utang dari satu pihak, artinya dia memberikan pinjaman pada pihak tersebut dengan imbalan bunga atau kupon yang diterima berkala yang telah ditetapkan.

Satu produk reksa dana pendapatan tetap, memiliki beragam surat utang  dengan beragam jangka waktu. Artinya, dengan membeli reksa dana pendapatan tetap, investor telah berdiversifikasi memberikan pinjaman ke berbagai pihak, dengan berbagai jangka waktu dan berbagai tingkat imbal hasil.

 

Modal Investasi

Ilustrasi investasi, investasi saham (Photo by Tech Daily on Unsplash)
Ilustrasi investasi, investasi saham (Photo by Tech Daily on Unsplash)

Berbicara mengenai modal investasi, ia menjelaskan, reksa dana pendapatan tetap tidak membutuhkan modal yang besar dan persyaratan rumit.

Beberapa produk reksa dana bahkan hanya mensyaratkan minimal investasi sebesar Rp10 ribu, dengan dokumen berupa KTP dan rekening bank. 

“Sementara untuk SBN, investor membutuhkan modal investasi minimal sebesar Rp1 juta. Selain KTP dan rekening bank, investor juga harus menyertakan dokumen NPWP,” kata dia.

Adapun untuk reksa dana pendapatan tetap, investor bisa membelinya kapan pun dan di mana pun (lokasi), melalui manajer investasi dan Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD). 

 

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik
Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya