Bos Schroder Sebut Investor Institusi Fokus pada 3D, Apa Itu?

Chief Executive Officer PT Schroder Investment Management Indonesia Michael Tjoajadi menuturkan, kondisi geopolitik dan kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS atau the Fed bayangi minat investor.

oleh Agustina MelaniLiputan6.com diperbarui 29 Okt 2023, 06:30 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2023, 20:01 WIB
FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Chief Executive Officer PT Schroder Investment Management Indonesia menilai saat ini peta investasi dan fokus investor institusi terletak pada 3D. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Chief Executive Officer PT Schroder Investment Management Indonesia Michael Tjoajadi menilai saat ini peta investasi dan fokus investor institusi terletak pada 3D yaitu dekarbonisasi, demografi, deglobalisasi dan artificial intelligence (AI).

"Sekarang ini kami di Schroder mengidentifikasi bahwa kita akan fokus pada 3D, itu demografi. Jadi negara yang memiliki demografi besar di sisi bawah, artinya demografi muda dengan saving rate yang tinggi, itu akan menjadi menarik untuk lakukan investasi," ujar dia saat acara CMSE 2023, “Go Public Talkshow”, Jumat, 27 Oktober 2023, dikutip dari Antara (28/10/2023).

Kemudian dekarbonisasi atau pergeseran menuju energi hijau dan berkelanjutan menjadi salah satu pendorong utama. Investor institusi semakin tertarik pada perusahaan yang menciptakan solusi inovatif untuk menangani perubahan iklim.

Pada konteks ini, perusahaan yang fokus pada teknologi terbarukan, pengurangan emisi karbon, dan investasi dalam hutan atau reforestasi akan mendapatkan perhatian yang lebih besar.

"Itu yang menjadi fokus, sayangnya penangkapan karbon yang sekarang maju adanya di Switzerland. Kemudian, banyak perusahaan luar melakukan investasi di teknologi untuk menangkap karbon, tapi kita sebenarnya memiliki potensi untuk menangkap karbon karena kita memiliki laut. Kita memiliki laut dan itu menangkap karbon. Selama laut itu tidak diaduk-aduk,” tutur dia.

Selanjutnya deglobalisasi menjadi dimensi lain dalam pertimbangan investor, dengan ada pergeseran dari globalisasi ke de-globalisasi, investor mencari pasar yang dapat berdiri sendiri tanpa terlalu mengandalkan impor.

“Setiap negara, karena geopolitik berpikir untuk memaksimalkan penggunaan produk di dalam negeri, tidak melakukan impor, berusaha menekan impor, dan bisa sustain dengan produk-produk di dalam negeri. Jadi shifting investor di dunia akan mencari ke mana kita melihat market, yang ada marketnya, dan bisa tidak negara itu suistain dengan produk-produk mereka,” tutur Michael.

 

Peran AI

IHSG Awal Pekan Ditutup di Zona Hijau
Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kemudian peran Artificial Intelligence (AI) membawa dinamika tersendiri, karena investor mencari perusahaan yang mampu menggabungkan kecerdasan buatan dengan etika dan keamanan. Namun, ada juga peringatan terhadap potensi risiko terutama terkait dengan keberlanjutan data dan privasi.

Dengan demikian, tren penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) tidak lagi hanya melibatkan pertimbangan keuangan semata. Perusahaan yang memimpin dalam 3D tersebut, dengan memperhitungkan implikasi dari kemajuan AI, dapat menjadi bintang-bintang baru di pasar modal.

Selain itu, Michael menilai, kondisi geopolitik global memberikan risiko jangka pendek, dan mempengaruhi investor asing yang akan masuk ke Indonesia. Apalagi saat ini Indonesia sudah memasuki tahun politik.

“Tentu geopolitik global akan mempengaruhi investor asing juga yang masuk ke Indonesia. Interest rate yang naik di Amerika, Indonesia akan shifting player di equity. Entah mereka kembali karena biayanya menjadi lebih mahal atau karena interest rate ataupun fixed incmen menjadi lebih menarik untuk invest,” tutur dia.

Sedangkan terkait permodalan atau equity, Michael menilai lebih merujuk kepada risiko investasi jangka panjang, bukan hanya satu tahun, sehingga masih jadi pertanyaan apakah 2024 menjadi waktu tepat bagi investor untuk masuk saat pasar terkoreksi. Apalagi saat ini investor fokus pada sektor dan industri tertentu.

Bos JP Morgan Sebut IPO Bakal Ada meski Masuk Tahun Politik

Indeks Harga Saham Gabungan Akhir Tahun 2022 Ditutup Lesu
Karyawan melintasi layar yang menampilkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat acara Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2022 di Jakarta, Jumat (30/12/2022). PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ada 59 perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) atau pencatatan saham sepanjang 2022. Pada penutupan perdagangan akhir tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup lesu 0,14% atau 9,46 poin menjadi 6.850,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya diberitakan, Direktur Eksekutif dan Kepala JP Morgan Indonesia, Henry Wibowo menuturkan, penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) bakal selalu ada termasuk saat tahun politik.

Henry menuturkan, IPO tersebut juga tergantung dari sektor yang saat ini diminati pelaku pasar. Pelaku pasar pun diimbau untuk memahami fundamental ekonomi menjadi penting saat menilai kelayakan IPO.

"Saya rasa IPO akan selalu ada tergantung sektornya saja apa yang bagus, apa yang sedang diminati oleh investor. Kalau kita lihat biasanya balik lagi ke fundamental. Saya rasa IPO di Indonesia setiap tahun sudah pasti ada,” ujar dia seperti dikutip dari Antara, Jumat (27/10/2023) pada accara Go Public Talkshow di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Selain itu, terkait prospek sektor saham pada 2024, Henry menuturkan, sektor keuangan dan konsumer akan menjadi sektor yang “outperform” pada 2024 yang merupakan tahun politik di Indonesia.

Adapun outperform adalah istilah pada saham yang diprediksi kenaikannya dapat melebihi rata-rata pasar. “Kita masuk suka sektor perbankan, kita suka sektor konsumer. Saya rasa dua sektor ini akan tetap outperform tahun depan,” ujar Henry.

Henry menilai, hal itu dipengaruhi oleh perputaran uang menjelang pemilihan umum (pemilu) yang diprediksi meningkat. Ia menambahkan, menjelang pemilu terjadi peningkatan dalam perputaran uang yang berpotensi untuk mendorong pertumbuhan di sektor konsumer.

“Dengan meningkatnya kepercayaan domestik, konsumsi dalam negeri pun cenderung meningkat,” kata Hendry.

Ia menilai, ketertarikan terhadap sektor perbankan dan konsumer pun masih kuat.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya