Bursa Saham Jepang Catat Kinerja Terbaik di Asia pada 2023

Minat investor asing juga berperan mendorong kinerja indeks Nikkei yang lebih baik. Hal ini didukung oleh pandangan bullish investor sekaligus miliarder Warren Buffett terhadap saham di Jepang.

oleh Agustina Melani diperbarui 30 Des 2023, 09:32 WIB
Diterbitkan 30 Des 2023, 09:31 WIB
Bursa Saham Jepang Catat Kinerja Terbaik di Asia pada 2023
Jepang mencatat kinerja terbaik di bursa saham Asia Pasifik pada 2023. Indeks Nikkei 225 naik 28 persen sepanjang 2023. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Liputan6.com, Jakarta - Jepang mencatat kinerja terbaik di bursa saham Asia Pasifik pada 2023. Indeks Nikkei 225 naik 28 persen, mencapai level yang belum pernah terlihat sejak 1989.

Dikutip dari CNBC, ditulis Sabtu (30/12/2023), indeks Nikkei 225 membukukan rekor tertinggi pada akhir 1989 seiring gelembung real estate dan saham. Ketika krisis itu terjadi, Jepang terjerumus dalam periode perlambatan ekonomi, yang sering disebut sebagai lost decade di Jepang. Namun, kali ini berbeda.

Harga real estate di seluruh negeri belum melonjak seperti pada akhir 1980-an. Jepang telah mengalami perubahan struktural pada 2023.

Perusahaan-perusahaan telah mencatat kinerja yang lebih baik, sebagian karena melemahnya yen sehingga membuat produk menjadi lebih kompetitif.

Nikkei juga melaporkan, korporasi membelanjakan lebih banyak pada 2023. Investasi modal oleh perusahaan-perusahaan Jepang mencapai rekor 31,6 triliun yen atau sekitar USD 221,03 miliar pada tahun fiskal 2023.

Laporan tersebut mengatakan, investasi ke Jepang yang merupakan dua pertiga dari keseluruhan investasi perusahaan Jepang akan alami persentase pertumbuhan dua digit untuk tahun kedua berturut-turut. Investasi luar negeri juga meningkat 22,6 persen, pertumbuhan dua digit selama tiga tahun berturut-turut.

Minat investor asing juga berperan mendorong kinerja indeks Nikkei yang lebih baik. Hal ini didukung oleh pandangan bullish investor sekaligus miliarder Warren Buffett terhadap saham di Jepang.

Investor asing telah menemukan peluang di Jepang berkat pelemahan yen dan potensi kenaikan yang lebih tinggi pada saham,

Head of Macroeconomic Pictet, Dong Chen menuturkan pada Juni, perusahaan-perusahaan global melakukan diversifikasi rantai pasokan dari China. Hal ini dapat menguntungkan Jepang terutama di sektor kelas atas yang lebih padat teknologi seperti semikonduktor.

"Semua hal ini mengarah ke arah yang benar, kami pikir ada alasan untuk bersikap lebih positif secara struktural terhadap Jepang dibandingkan sebelumnya,” ia menambahkan.

Penguatan Yen Bakal Tekan Saham?

Rudal Korea Utara Bikin Bursa Saham Asia Ambruk
Seorang pria berjalan melewati indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Rudal tersebut menuju wilayah Tohoku dekat negara Jepang. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Yen akan mencatat kinerja lebih baik pada 2024, menurut Research Manager Philip Securities Research, Peggy Mak.

Yen Jepang telah melemah sejak awal 2023, menyentuh 151,67 pada 31 Oktober 2023 yang merupakan level terendah terhadap dolar AS sejak 1990. Sejauh ini, yen telah melemah 7 persen.

Mak sekarang antisipasi yen dapat menguat terhadap dolar AS ketika suku bunga global mulai turun. Hal ini seiring pertumbuhan pariwisata, kenaikan upah riil, dan tingkat tabungan yang tinggi yang mendukung yen.

Head of Active Investments for Japan from Blackrock Investments, Yue Bamba menilai, yen sedang undervalued dan memiliki ruang untuk menguat sekitar tahun depan.

“Pandangan kami terhadap mata uang ini adalah menurut kami yen sedang undervalued dan memiliki ruang untuk terapresiasi dalam beberapa bulan ke depan. Hal itu tidak merugikan pasar saham,” ujar Bamba.

Ke depan, Bank of Japan akan mengalihkan kebijakan moneternya yang sangat longgar dan melonggarkan langkah-langkah pengendalian kurva imbal hasil. Gubernur Bank of Japan (BoJ) Kazuo Ueda pada Februari telah melonggarkan batas atas kebijakan pengendalian kurva imbal hasil yang akibatkan imbal hasil obligasi pemerintah Jepang menembus level tertinggi dalam 11 tahun.

Namun, Ueda kembali menegaskan pendiriannya kalau BoJ akan pertahankan kebijakan suku bunga negatifnya hingga target inflasi 2 persen dapat tercapai secara berkelanjutan. Suku bunga acuan BoJ saat ini berada di -0,1 persen.

Inflasi Jepang

Jepang Cabut Pembatasan Wisatawan, Turis Asing Kembali Kunjungi Distrik Asakusa Tokyo
Seorang turis asing melihat ke dalam untuk melihat bagian dalam lentera terkenal di gerbang kuil Buddha Sensoji di distrik hiburan Asakusa, Tokyo, Jepang, Senin (17/10/2022). Kuil ini menjadi salah satu destinasi favorit di Asakusa, sekitar 30 juta wisatawan datang ke tempat ini sepanjang tahunnya. (AP Photo/Hiro Komae)

Inflasi nasional Jepang telah melonjak di atas 2 persen selama 19 bulan berturut-turut. Inflasi yang disebut inti, tidak mencakup harga pangan segar dan energi mencapai 4 persen pada Oktober, telah berada di atas target 2 persen selama 13 bulan berturut-turut.

“Upah riil Jepang meningkat, dan pasar tenaga kerja ketat. Mengingat catatan deflasi Jepang, inflasi cukup baik dan sejauh ini tampaknya sehat,” ujar Chief Market Strategist Lazard Asset Management, Ronald Temple.

Temple menuturkan, pasar akan mengamati “akhir formal” pengendalian kurva imbal hasil. “Kemudian fokus akan beralih ke kapan BoJ akan mengakhiri kebijakan suku bunga negatifnya,” tutur dia.

Ahli Lombard Odier, Homin Lee menilai, ada 2024 akan menjadi tahun yang solid bagi pertumbuhan upah di Jepang. Ia menuturkan, permintaan tenaga kerja di sektor jasa kuat dan kepercayaan pekerja terhadap serikat pekerja meningkat.

Lee menyoroti, the Japanese Trade Union Confederation prediksi kenaikan upah sebesar 5 persen selama negosiasi upah musim semi pada 2024.

“Indikasi untuk 2024 menunjukkan pertumbuhan upah akan cukup bagi BoJ untuk mempertimbangkan akhiri NIRP,” tutur Temple.

Pertumbuhan upah di Jepang juga akan mendukung konsumsi dan investasi bisnis. Lee prediksi, pertumbuhan ekonomi Jepang sebesar 1,2 persen pada 2024.

Penutupan Bursa Saham Asia pada 29 Desember 2023

Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Seorang pria melihat layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Sebelumnya diberitakan, bursa saham Asia Pasifik melemah pada hari perdagangan terakhir Jumat, 29 Desember 2023. Sementara itu, bursa saham China menguat didukung kenaikan saham perusahaan teknologi.

Dikutip dari CNBC, perusahaan elektronik China Xiaomi merinci rencana memasuki pasar kendaraan listrik China yang sudah jenuh. Saham Xiaomi turun lebih dari 4 persen di Hong Kong.

Perusahaan berupaya bersaing dengan raksasa otomotif Tesla dan Porsche. Xiaomi akan habiskan dana USD 1,4 miliar untuk pengembangannya.

Indeks Hang Seng di Hong Kong turun 0,20 persen. Indeks CSI 300 China menguat 0,49 persen ke posisi 3.431,11.

Indeks China dan Hong Kong masing-masing menguat lebih dari 2 persen pada perdagangan sesi sebelumnya. Akan tetapi, indeks Hang Seng catat penurunan terbesar pada 2023 di antara bursa saham Asia Pasifik.

Indeks CSI 300 China merosot 11,8 persen pada 2023, sedangkan indeks Hang Seng anjlok 14 persen.

Indeks Nikkei 225 di Jepang turun 0,22 persen ke posisi 33.464,17. Sepanjang 2023, indeks Nikkei 225 menguat lebih dari 28 persen, dan menjadikannya pasar dengan kinerja terbaik di Asia.

Indeks Topix menguat 0,19 persen ke posisi 2.366,39. Indeks Topix bertambah lebih dari 25 persen pada 2023.Indeks Kospi melesat 18,7 persen pada 2023. Indeks Kosdaq bertambah 27,5 persen.

Indeks ASX 200 di Australia melemah 0,31 persen ke posisi 7.590,80. Indeks acuan tersebut turun setelah naik dalam dua sesi perdagangan berturut-turut. Indeks ASX 200 di Australia menguat 7,84 persen pada 2023.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya