Potensi Arus Modal Keluar di Tengah Intervensi Bank Indonesia Imbas Rupiah Lesu

Ekonom KISI Asset Management, Arfian Prasetya Aji menilai, pelemahan Rupiah ini disebabkan oleh kombinasi faktor eksternal dan domestik.

oleh Pipit Ika Ramadhani Diperbarui 06 Mar 2025, 06:00 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2025, 06:00 WIB
Potensi Arus Modal Keluar di Tengah Intervensi Bank Indonesia Imbas Rupiah Lesu
Nilai tukar Rupiah melemah 0,7% ke level Rp 16.578 per USD pada Jumat, 28 Februari 2025, menyentuh titik terendah sejak April 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar Rupiah melemah 0,7% ke level16.578 terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat, 28 Februari 2025, menyentuh titik terendah sejak April 2020. Pelemahan ini terjadi di tengah kebijakan tarif impor dari Kanada dan Meksiko yang mulai berlaku pekan ini.

Menanggapi kondisi tersebut, Bank Indonesia (BI) intervensi pasar guna menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan valuta asing serta menjaga kepercayaan pasar. Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Edi Susianto menegaskan, langkah ini bertujuan untuk memastikan stabilitas Rupiah tetap terjaga di tengah ketidakpastian global yang meningkat.

Ekonom KISI Asset Management, Arfian Prasetya Aji menilai, pelemahan Rupiah ini disebabkan oleh kombinasi faktor eksternal dan domestik.

"Ketidakpastian kebijakan moneter The Fed serta dinamika perdagangan global menambah tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk Rupiah. Selain itu, arus keluar modal dalam sepekan terakhir yang mencapai Rp10,33 triliun juga turut memperburuk situasi,” tutur dia, ditulis Kamis (6/3/2025).

Meski demikian, Rupiah saat ini kembali menguat ke kisaran 16.444 terhadap dolar AS. Arfian menambahkan, upaya intervensi BI serta langkah-langkah stabilisasi di pasar keuangan akan sangat menentukan pergerakan Rupiah ke depan.

Namun, intervensi BI tidak serta-merta menghilangkan kekhawatiran investor. Jika sentimen pasar terhadap kebijakan moneter domestik terus melemah, arus modal keluar berpotensi meningkat, terutama jika investor global mencari aset yang lebih aman di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Promosi 1

Penolakan China terhadap HBA Baru Berpotensi Hambat Ekspor Batu Bara

FOTO: Ekspor Batu Bara Indonesia Melesat
Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten, Kamis (21/10/2021). Ekspor batu bara menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi mencapai 70,33 persen dan kenaikan hingga 168,89 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Di sektor energi, beberapa pembeli batu bara asal China menolak implementasi Harga Batubara Acuan (HBA) yang baru. Eksportir batu bara Indonesia pun meminta masa transisi selama enam bulan guna mengakomodasi perubahan ini, mengingat sosialisasi dan implementasi kebijakan dinilai terlalu cepat.

Kebijakan HBA bertujuan untuk memberikan Indonesia kontrol lebih besar atas harga ekspor batu bara serta menjaga stabilitas harga domestik. Namun, potensi penurunan permintaan dari China bisa berujung pada renegosiasi kontrak atau bahkan pembatalan pesanan, yang berimbas pada volume ekspor dan pendapatan sektor batu bara Indonesia. Menurut Arfian, keputusan China ini perlu diantisipasi dengan strategi diversifikasi pasar.

“Jika ketergantungan pada China masih tinggi, maka dampak dari penolakan ini bisa signifikan terhadap ekspor Indonesia. Pemerintah dan pelaku industri harus mulai mencari pasar alternatif guna mengurangi risiko ke depannya,” kata Arfan.

BI Kucurkan Rp 130 Triliun untuk Program Perumahan Terjangkau

Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)... Selengkapnya

Bank Indonesia (BI) mendukung program perumahan terjangkau yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo dengan menyediakan likuiditas sebesar Rp 130 triliun.

BI menegaskan, dukungan ini sejalan dengan kebijakan makroekonomi yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, serta kesejahteraan masyarakat.

Dukungan BI terhadap program perumahan ini diwujudkan dalam beberapa bentuk utama, di antaranya memastikan program Asta Cita berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil, menyediakan insentif likuiditas bagi bank-bank yang menyalurkan kredit ke sektor prioritas, termasuk perumahan, serta mendukung pendanaan program perumahan dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Meski kebijakan ini berpotensi memberikan dorongan bagi sektor perumahan dan industri terkait, sejumlah pihak mengkhawatirkan dampaknya terhadap independensi Bank Indonesia. Beberapa investor menilai bahwa keterlibatan BI yang terlalu dalam dalam kebijakan pemerintah dapat mengurangi kredibilitasnya sebagai otoritas moneter yang independen.

Arfian berpendapat, meskipun kebijakan ini memiliki manfaat ekonomi yang luas, risiko terhadap stabilitas sektor keuangan juga perlu diperhatikan. “Jika kepercayaan pasar terhadap independensi BI terganggu, potensi arus modal keluar bisa meningkat dan berimbas pada volatilitas pasar keuangan,” pungkasnya.

 

 

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya