Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan data UNHCR, ada lebih dari 14.000 pengungsi dan pencari suaka di Indonesia pada 2018 yang menunggu untuk tempat tinggal permanen.
Kebanyakan dari mereka menghindari konflik bersenjata di negara asal dan menderita trauma psikologis, termasuk anak−anak. Karena kehadiran mereka di Indonesia bersifat sementara dan memakan waktu hingga bertahun−tahun lamanya serta mereka juga tidak mempunyai kepastian mengenai masa depan mereka, beberapa pengungsi anak−anak mendapatkan program pendidikan dari para pengungsi yang tergabung di organisasi komunitas, seperti yang dilakukan Hope Learning Center, di Cisarua Jawa Barat. Di sini, mereka mengajar 120 pengungsi anak−anak dari negara−negara seperti Afghanistan, Pakistan, Iran, Iraq, Yaman, dan Ethiopia untuk mendapatkan pendidikan secara gratis.
Karena musik adalah bagian integral dari sistem pendidikan di sekolah, pelajaran bermusik adalah salah satu yang menjadi perhatian dari HLC.
Advertisement
Melalui program Music Time, Yamaha Musik Indonesia (Distributor) dan Hope Learning Center berkeinginan untuk membantu pengungsi anak−anak menikmati masa−masa mereka di pusat pembelajaran tersebut dengan belajar bermain musik.
“Mrs. Mei Chou Donovan, istri dari Duta Besar Amerika Serikat di Indonesia yang memberi tahu saya tentang kesempatan ini dan saya bersyukur dapat membantu karena saya yakin melalui musik, anak−anak di pengungsian ini paling tidak dapat merasa gembira dan bahagia”, kata Mr. Shinichi Takenaga selaku Presiden Direktur Yamaha Musik Indonesia (Distributor) dalam keterangannya kepada media.
Pengalaman
Berkat lebih dari 45 tahun pengalaman pada pendidikan musik di Indonesia, Yamaha telah membuat program serupa di banyak sekolah negeri maupun swasta di Indonesia dan memiliki reputasi yang, menurut Mrs. Mei Chou Donovan, mampu meningkatkan Hope Learning Center dalam menyediakan lingkungan belajar−mengajar yang lebih baik.
“Mengajar musik merupakan hal baru bagi kebanyakan guru di Hope Learning Center. Bahkan bagi anak−anak di sana, banyak dari mereka yang belum pernah melihat alat musik sebelumnya. Jadi kami menyusun kurikulum yang sederhana tapi mampu membuat para guru bisa mengajar musik”, ujar Mr. Takenaga.
Program Music Time di Hope Learning Center mencakup seminar untuk para guru dan donasi instrumen seperti pianika, gitar, dan recorder.
“Karena musik penting bagi hidup kita dan merupakan makanan bagi jiwa, kami berencana memasukkan musik dalam kurikulum sekolah kami pada tahun 2020 dan juga atas desakan komunitas, kami berencana membuat departemen khusus musik. Sehingga, langkah ini membutuhkan guru musik profesional yang harus lulus workshop dan seminar. Kami berharap dapat berkolaborasi dengan Yamaha untuk jangka waktu lama”, ujar Mr. Naweed Aieen selaku Direktur Hope Learning Center.
Advertisement
Hasil
Para murid di Hope Learning Center telah menunjukkan hasil dari proses pembelajaran di depan Mr. Shinichi Takenaga dan Mrs. Mei Chou Donovan pada suatu kunjungan di bulan November.
“Saya terkesima mendengarkan suara kegembiraan dari para remaja yang bermain gitar, dan anak−anak yang bermain pianika dan recorder sewaktu masuk ke Hope Learning Center,” ujar Mrs. Mei Chou Donovan.
Menurut Mr. Takenaga, program Music Time ini sejalan dengan filosofi perusahaan, “Yaitu berkontribusi terhadap masyarakat melalui suara dan musik. Kami tidak menganggap masalah pengungsi secara politik, tapi melihatnya sebagai sesama manusia. Dalam situasi yang membuat anak−anak terpisah dari negara tempat dulu mereka tinggal, membuat saya menyadari pentingnya membantu menyediakan tempat yang membuat mereka merasa diterima,”.