Film Ganjil Genap: Resiliensi Perempuan Menolak Ambyar, Esensi Move On, dan Komitmen Saling Berubah

Film Ganjil Genap yang dilepas ke bioskop mulai Kamis (28/6/2023) adalah karya sineas Bene Dion Rajagukguk adaptasi dari novel bersutan Almira Bastari.

oleh Wayan Diananto diperbarui 07 Jul 2023, 06:00 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2023, 06:00 WIB
Film Ganjil Genap
Film Ganjil Genap yang dilepas ke bioskop mulai Kamis (28/6/2023) adalah karya sineas Bene Dion Rajagukguk adaptasi dari novel bersutan Almira Bastari. (Foto: Dok. Instagram @bene_dion)

Liputan6.com, Jakarta Film Ganjil Genap yang dilepas ke bioskop oleh rumah produksi MD Pictures mulai Kamis (28/6/2023), adalah karya sineas Bene Dion Rajagukguk, hasil adaptasi dari novel berjudul sama milik Almira Bastari.

Ganjil Genap memasang tiga bintang utama dengan jam terbang lumayan tinggi di layar lebar. Oka Antara memerankan Aiman, dokter gigi berusia 35 tahun yang tak sengaja bertemu Gala (Clara Bernadeth) di bioskop.

Gala adalah pegawai bank di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Baskara Mahendra yang kita kenal lewat film Bebas, menghidupkan karakter Bara, pacar Gala selama 8 tahun terakhir namun batal ke pelaminan.

Kisah Ganjil Genap bermula ketika Bara memutuskan Gala dengan alasan “spark” dalam cinta mereka sudah tidak terasa, beberapa tahun terakhir. Bagi Bara cinta sudah lewat. Yang tersisa hanya komitmen. Masalahnya, komitmen saja tak cukup untuk melangkah ke jenjang pernikahan.

Dibantu dua sahabatnya, Sidney (Nadine Alexandra) dan Nandi (Joshua Suherman), Gala bersumpah akan move on. Ia lantas berkenalan dengan sejumlah cowok hasil rekomendasi Sidney dan Nandi. Apes tak ada yang nyangkut.

Mencoba aplikasi Tinder, Gala malah diajak santuy di apartemen sekalian cuddling. Hatinya makin ambyar kala tahu Bara bertunangan dengan Risty (Josephine Firestrome) padahal baru 8 minggu pacaran. Kini, Gala berada di persimpangan setelah hubungannya dengan Aiman kian intens.

 

Beranjak dan Jungkir Baliknya

Film Ganjil Genap
Clara Bernadeth sebagai Gala dalam film Ganjil Genap. (Foto: Dok. MD Pictures)

“Wajar dong, gue berharap. Masa pacaran 8 tahun enggak ada bekasnya?” (Gala)

 

Ganjil Genap tidak memotret fenomena sosial soal ruwetnya lalu lintas Jakarta (yang konon kian tertata, kian dicinta) pada jam pulang kantor hingga jelang malam. Ini soal romantika cinta mereka yang telah berkarier dan mapan. Secara spesifik, soal bagaimana move on semestinya dilakukan, yang ternyata tak semudah membalik telapak tangan. Apalagi, jika hubungan itu telah menahun.

Psikolog Anna Surti Ariani, dalam catatannya untuk Health Liputan6.com, yang dipublikasikan pada 9 Februari 2016, menjelaskan, saat hubungan yang telah menahun putus, “korban” punya banyak PR yang mesti dikerjakan. Pertama, mengingat-ingat rasanya jadi jomlo. Kedua, ketika bertemu keluarga maupun teman, ia mesti memperkenalkan diri sebagai single dan ini tak mudah. Ketiga, kebiasaan-kebiasaan yang dulu dilakukan bersama kini harus terbiasa dijalani sendiri. 

PR serupa dirasakan Gala yang bingung mencari alasan saat Mama (Lydia Kandou) kaget melihatnya pulang naik ojol pada hari pelat nomor genap. Biasanya Gala yang mengantar dengan mobil pelat genapnya, sampai ke rumah. Termasuk saat Mama berencana mengundang Bara ke rumah untuk makan soto bareng, Gala kelimpungan mencari dalih yang logis.

Lalu, dimulailah perjuangan untuk move on. Gala melewati lima fase yang diperkenalkan Elisabeth Kubler-Ross dalam buku On Death and Dying (1969). Pertama, denial atau menolak kenyataan bahwa statusnya kini jomlo. Diputuskan tanpa alasan jelas awalnya membuat Gala meyakini ini bukan fakta meski ini benar nyata.

Kedua, anger atau marah. Berkali Gala yang tak terima diputuskan menyebut Bara bangke. Di depan bestie (Sidney dan Nandi) hingga polisi yang merazianya dalam operasi ganjil genap di salah satu jalan protokol di Jakarta. Dalam amarahnya pula, tercetus sumpah akan mendahului Bara menikah. Tersirat jelas motif balas dendam ada di sana.

Ketiga, bargaining, yakni era di mana “korban” bernegosiasi dengan keadaan. Dalam konteks negatif, Gala menciptakan ilusi harapan dengan mengontak Bara satu, dua, hingga empat kali. Saat Bara menghubungi dan mengajaknya bertemu, ilusi ini meninggi. Padahal, pertemuan itu hanya berisi presentasi ringkas soal alasan putus. Salah satunya, Bara mimpi naik pelaminan dengan cewek lain. Gala menawarkan solusi absurd (pertanda sumbu logikanya memendek) dengan meminta Bara tidur lagi. Siapa tahu, dalam tidurnya kali ini, Bara mimpi bersanding dengan Gala lengkap dengan baju pengantin.

Keempat, depression, ditandai momen Bara beranjak dari lokasi pertemuan tanpa melakukan “puk-puk” untuk menguatkan Gala. Ia pergi begitu saja. Level stres Gala meninggi saat tak sengaja melihat Bara bersama Risty di parkiran, persis setelah menyampaikan alasan putus. Sakit hati. Marah. Tak berharga padahal ia merasa lebih cantik dari Risty. Mental dan hati Gala berada di titik terendah. Benar-benar ambyar.

Terakhir, acceptance atau penerimaan. Ditandai dengan upaya Gala mencari pacar baru. Apakah ini berarti Gala telah move on? Tunggu dulu.

 

Penyakit Klasik: Membandingkan dengan Mantan

Film Ganjil Genap
Baskara Mahendra sebagai Bara dalam film Ganjil Genap. (Foto: Dok. MD Pictures)

“Gal, kalau kamu gini terus, gimana bisa move on?”

 

Saat bertemu orang baru untuk penjajakan, secara fisik “korban” putus cinta hadir di situ. Namun acapkali pikirannya mengembara ke masa lalu. Sibuk membandingkan kenalan baru dengan mantan. Leon Festinger dalam A Theory of Social Comparason Processes: Human Relations rilisan 1954, mencatat kecenderungan manusia untuk membandingkan dirinya dengan orang lain dalam social comparation theory. Ada dua kemungkinan di sana.

Pertama, downward comparison atau membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang tidak lebih baik. Efeknya, menciptakan nyaman dan syukur atas apa yang dimiliki. Kedua, upward comparison atau membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang dalam banyak aspek lebih baik. Sisi positifnya, ini membuat seseorang termotivasi untuk berupaya lebih keras memperbaiki diri lewat banyak aspek pula.

Psikolog Ayoe Sutomo dari Tiga Generasi dalam catatannya untuk Showbiz Liputan6.com, Sabtu (1/7/2023), menjelaskan, social comparation theory “menjalar” ke perbandingan dalam konteks lain, seperti masa lalu dan masa kini yang tengah dihadapi. Gala dalam Ganjil Genap, mencoba move on dengan mencari pengganti Bara. Ada tiga pria dengan karakter berbeda yang dijajaki termasuk Akbar (Hardy Hartono). Ada yang selalu mendominasi percakapan, pamer punya banyak mantan, hingga dokter dengan selera kuliner yang (menurut Gala) enggak banget. Selama PDKT, Gala sibuk membandingkan dengan mantan hingga sampai pada kesimpulan: Tak ada yang lebih baik dari Bara.

Dalam sebuah relasi, membandingkan harus berpegang pada standar minimum. Ayoe Sutomo mengulas, membandingkan seseorang dengan mantan, tak 100 persen berdampak buruk. Mantan bisa menjadi salah satu referensi karena pernah menjalani hubungan sehat. Ketika ada konflik dengan pasangan yang baru, mantan bisa dijadikan benchmark dalam mengambil keputusan.

“Menjadi buruk, ketika membandingkan pasangan dengan mantan sampai ke hal detail. Tak semua orang bisa cepat melakukan penerimaan diri. Jika masih membanding-bandingkan orang baru dengan mantan, artinya moving on-nya belum selesai. Belum di fase acceptance,” Ayoe Sutomo membeberkan. Nandi, dalam obrolan santai di rumah Sidney mengingatkan, move on tak akan berhasil jika Gala sibuk membandingkan kenalan baru dengan mantan walau hanya dalam pikiran.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Resiliensi Menolak Ambyar

Film Ganjil Genap
Oka Antara sebagai Aiman dalam film Ganjil Genap. (Foto: Dok. MD Pictures)

“Masalah yang bikin orang tumbuh, Mas. Kalau enggak ada masalah, enggak akan ada pendewasaan, kan? Padahal aku sudah yakin, pas ketemu sama kamu, setiap ada masalah, aku jadi dewasa. Bukan jadi hancur.” (Gala)

 

Bagian paling krusial dari Ganjil Genap bukan di elemen komedi, melainkan bagaimana penokohan Gala terbentuk makin matang hingga ke babak akhir. Ia jatuh bangun mendefinisikan, menjalani, dan menyelesaikan proses move on. Ia adalah cerminan Anda dan saya, laki-laki dan perempuan, tua dan muda, korban putus cinta dalam konteks pacaran maupun cerai dari pernikahan, serta relasi lain apapun bentuknya. Bene Dion Rajagukguk menyediakan ruang leluasa agar penonton dengan sabar dan senang hati memberi waktu buat Gala beranjak dari cinta lamanya.

Jurnalis kanal Health Liputan6.com, Dyah Puspita Wisnuwardani, dalam laporannya pada 25 November 2019, mengutip ulasan Kepala Departemen Konseling serta Konselor Pendidikan di Northern Illinois University, AS, Suzanne Degges-White, Ph.D., bahwa setiap orang butuh waktu berbeda untuk move on. Ini dilatari banyak faktor salah satunya resiliensi (kekuatan atau ketangguhan).

Janet Ledesma dalam artikel “Conceptual Frameworks and Research Models on Resilience in Leadership” (kali pertama dipublikasikan pada Agustus 2014) menyebut resiliensi sebagai kemampuan untuk bangkit kembali dari kesulitan, frustrasi, dan kemalangan. Ini penting bagi siapapun khususnya pemimpin. Jurnal “Resilience Theory: A Summary of the Research” dari Catherine Moore, MBA, yang dipublikasikan laman positivepsychology.com, 30 Desember 2019, menyatakan yang paling penting dalam resiliensi bukan tingkat kesulitan tapi bagaimana seseorang menghadapinya. Resiliensi membantu manusia bertahan, pulih, dan bertumbuh secara psikis. 

Dalam perjalanan move on yang diwarnai trial and error, Gala akhirnya tiba pada kesimpulan ini: kombinasi resiliensi dan masalah melahirkan pertumbuhan batin. Masalah (putus cinta hanya salah satu di antaranya) membuatnya tumbuh. Ia tak lagi takut menghadapi masalah. Ironisnya, Aiman yang lebih tua dari Gala belum sampai di fase ini. Ia masih dibayangi ketakutan dari masa lalu.

 

Dear Cinta, Di Mana Posisi Komitmen?

Film Ganjil Genap
Salah satu adegan film Ganjil Genap yang menampilkan karakter Bara dan Gala. (Foto: Dok. MD Pictures)

“Cinta itu usianya hanya empat tahun, selebihnya komitmen. Dan aku belum siap hidup selamanya hanya dengan komitmen…” (Aiman)

 

Saat move on masih didefinisikan dengan mencari pengganti mantan, masalah lain muncul. Jika pengganti tak lebih baik atau celakanya sebelas-dua belas dengan sebelumnya, ini akan membentuk lingkaran setan. Gala (atau siapapun Anda di luar sana) akan seperti hamster yang berlari pada roda yang berputar. Ia merasa melangkah jauh namun faktanya masih di situ-situ saja. Ini terjadi saat Gala menyelami hubungan dengan Aiman yang diam-diam menyimpan trauma dan berkukuh ogah menjalani hubungan hanya bermodal komitmen.

Pertanyaan yang kemudian muncul, di mana letak komitmen dalam sebuah hubungan yang dilandasi cinta? Profesor Psikologi dari Cornell University New York, AS, Robert J. Sternberg, dalam laman resmi robertjsternberg.com, dilihat pada Rabu (5/7/2023), mengulas Triangular Theory of Love. Teori ini ditopang tiga pilar yakni, intimasi, hasrat atau gairah, dan komitmen.

Intimasi mengacu pada perasaan dekat, terkoneksi, dan terikat atas nama cinta. Ia merefleksikan kehangatan. Meminjam istilah yang digunakan Bara, spark (percikan) membuatnya dengan Gala (dulu) terasa hangat. Ini yang absen dalam hubungan mereka beberapa tahun terakhir.

Kedua, hasrat atau gairah yang mengarah pada romansa. Salah satunya ditandai dengan ketertarikan fisik juga secara seksual. Bara saat masih merasakan “spark” terang-terangan menagih ciuman ke Gala. Aiman yang masih malu-malu, menerjemahkan hasrat itu dengan mengusap kepala Gala saat dirawat di rumah sakit akibat GERD. Ini bagi Aiman, sudah merupakan kode keras. Sekeras upayanya menanti Gala menata hati.

Terakhir, komitmen merawat hubungan bersama. Bersama komitmen, hasrat dan intimasi membentuk standar minimal hubungan cinta yang mengerucut ke eksklusitivitas. Bahasa sehari-hari eksklusitivitas adalah, “Aku untuk kamu, kamu untuk aku.”

Komitmen, tak dapat berdiri sendiri. Inilah kekhawatiran Aiman yang memiliki referensi percintaan buruk. Ibunya meninggal karena sakit-sakitan setelah diceraikan ayahnya. Sang ayah punya rekam jejak pernikahan buruk. Tiga menikah dan tiga kali cerai dengan usia rumah tangga rata-rata 4 tahun, seolah menggenapi “nubuat” bahwa usia cinta memang 4 tahun saja. Selebihnya komitmen.

 

Move Sebagai Tahap Akhir: Biarkanlah Kenangan Itu…

Film Ganjil Genap
Salah satu adegan dalam film Ganjil Genap. (Foto: Dok. MD Pictures)

Aiman: Gala, kamu benaran sayang sama aku, kan? Kamu sudah move on, kan?

Gala: Aku sayang, Mas. Aku sudah move on tapi, aku enggak bisa lagi sama orang yang kayak Bara.

 

Move on sebagai menu utama Ganjil Genap mencapai babak final yang disajikan dalam percakapan dua tokoh utamanya. Dalam hal ini, saya menangkap dua hal penting tentang move on. Pertama, move on sebagai babak akhir dari tragedi bernama putus cinta. Bagi yang sudah menyaksikan tentu ingat betul, petikan dialog di atas terjadi di dalam mobil, tak lama setelah Gala bertemu Bara di sebuah restoran. Di sana, Bara mengajak balikan dan nikah. Gala bukan menolak, malah pikir-pikir.

Pernyataan sikap Gala ini menarik karena dalam satu kalimat, ia mengaku sudah move on namun masih menyebut nama Bara. Jadi, apa move on itu? Psikolog Ayoe Sutomo mengingatkan, salah besar jika move on diartikan melupakan mantan. Pasalnya, selama daya ingat Anda masih tajam, maka tak mungkin 100 persen lupa pada sang mantan dan semua yang telah dilewati bersamanya.

Move on artinya menerima apa yang telah terjadi, tidak harus dalam hal pacaran. Bisa juga nasib sial atau yang kurang sesuai harapan tapi memang harus dihadapi. Mel Schwartz L.C.S.W., dalam esai “What Do We Mean by Moving On?” yang dipublikasikan di laman psychologytoday.com, 6 Juni 2011, menjelaskan, move on tidak berarti kita dengan mudah menghapus peristiwa atau hubungan yang tak menyenangkan, dan di saat bersamaan tidak terperosok di dalamnya.

Ini seperti lirik lagu “Dan Senyumlah,” dari Sinikini yang dirilis Ceepee pada 1997. Ini salah satu lagu favorit saya yang masuk dalam daftar 150 Lagu Indonesia Terbaik Sepanjang Masa versi Rolling Stone Indonesia (2009). Sepenggal liriknya saya bagikan sebagai “highlight” yang mendefinisikan move on:

 

 

Di sana kau berdiri dalam bayang kelabu

Mengharapkan dia kembali oh…

Namun kau sadari segera atau nanti,

Semua tinggal indah kenangan.

Dan senyumlah seperti mentari,

Tiada satu pun yang abadi,

Biarkanlah, kenangan itu menghias hatimu

 

 

Jelas sudah, move on tidak menghapus masa lalu namun memungkinkan kita mengatasi masalah dengan belajar mengintegrasikan kecewa, sedih, marah dan merasa diperlakukan tak adil. Move on salah satu tolok ukur pertumbuhan jiwa seseorang. Frasa tidak menghapus masa lalu, patut digarisbawahi. Move on adalah berdamai dengan kenangan. Membiarkan kenangan (buruk) itu tetap di hati. Hanya, tidak terasa sakit lagi karena sudut pandang telah di-upgrade menjadi lebih matang alias dewasa.

 

Move On Sebagai Babak Awal: Saling Berubah

Film Ganjil Genap
Salah satu adegan dalam film Ganjil Genap. (Foto: Dok. MD Pictures)

Aiman: Jadi, aku ini move on atau pelarian? Kenapa kamu limpahin bebannya Bara sama aku? Kamu benaran sayang sama aku, atau cuma supaya lupa sama Bara? Sudah move on tapi diajak nikah malah dipertimbangin, aku enggak ngerti…

Gala: Karena sekarang (Bara) mau berubah. Kamu enggak pernah mau berubah, kan?

 

Cinta lama sudah lewat. Cinta baru datang. Setelah move on, saatnya memulai lagi. Proses move on berakhir di fase penerimaan. Saat memulai kembali dengan yang lain, penerimaan menjadi modal awal. Ini yang terjadi saat Gala memastikan Bara sudah berlalu dan Aiman, yang di depan mata, adalah awal baru. Di sinilah acceptance sebagai sinonim move on dijadikan episode awal.

John Kim LMFT dalam esai “What Moving On Really Looks Like” yang terbit di laman psychologytoday.com, 28 Januari 2021, menyebut penerimaan adalah awal dari penyembuhan apa pun. Saat menerima apa yang terjadi, Anda secara alami mulai melangkah maju (sendiri maupun dengan pasangan baru). Penerimaan memungkinkan kita menarik kaki keluar dari masa lalu yang lengket kemudian melenggang ke masa kini.

Memulai dengan yang baru (tentu saja tanpa membandingkannya dengan mantan) adalah bentuk kesiapan untuk berubah. Patut dicatat, sebuah hubungan, apapun formatnya, dilandasi asas saling. Tanpa saling, hubungan termasuk percintaan tak akan berjalan mulus. Di sinilah, masalah baru Gala: Aiman belum siap beranjak dari ketakutan untuk berkomitmen. Gala siap berubah. Aiman belum.

Jika jeli, penggambaran patah hati, penerimaan, dan jatuh cinta ini, sebenarnya tercermin lewat warna busana yang dipakai para karakter Ganjil Genap untuk merefleksikan fase hidup mereka. Gala selalu dengan kuning dan turunannya, dari warna pinggala, soga, oranye, hingga dewangga. Bara merah dengan turunannya. Aiman membiru dengan turunannya dari warna nilakandi hingga lazuardi.

Lalu, ada sebuah adegan simbolis yang menggarisbawahi asas saling berubah dalam Ganjil Genap. Dieksekusi dengan anggun kala Gala dan Aiman jalan-jalan di mal lalu mampir ke toko perhiasan. Maksud hati, mencari cincin kawin. Namun, Aiman tak mampu menutupi air mukanya yang kecut dan pucat saat simulasi mengenakan cincin kawin terjadi. Gala bukan tak menyadari perubahan ekspresi Aiman ini.

“Pernikahan itu ketemu di tengah,” Gala mengingatkan Aiman. Bukan laki-laki menjemput perempuan lalu menempatkannya di tengah atau sebaliknya. Dalam pernikahan, laki-laki dan perempuan sebagai pasangan sepadan, memberi effort. Berusaha bertemu di titik tengah untuk berikrar. Gala pun sadar, hubungannya belum mencapai fase saling. Hanya ia yang berusaha berubah. Aiman masih jungkir balik untuk selesai dengan diri sendiri dan traumanya.

Adegan diakhiri dengan menutup boks cincin kawin lalu keduanya sepakat mengambil jeda. Perhatikan warna baju mereka: hijau, yang notabene hasil dari saling berubah antara kuning (warna Gala) dan biru (kelir Aiman). Hijau dapat dimaknai sebagai komitmen saling berubah dan keinginan di hati kecil untuk tak mau terjebak dalam kisah yang sama.

Sepulang dari bioskop, adegan Ganjil Genap ini membekas di benak saya. Ia terasa segaris dengan lirik lagu “Kisah Yang Sama” milik Audy (dari album 20-02 rilisan Sony Music Indonesia), karya musisi Stephen Santoso dan Inno Daon. Khususnya di bagian refrein:

 

 

Jika memang harus terjadi

Kuingin kita berjanji

Untuk mencoba kembali

Saling berubah oh…

 

 

Sudah Selesai Sama Diri Aku Sendiri

Film Ganjil Genap
Salah satu adegan dalam film Ganjil Genap. (Foto: Dok. MD Pictures)

 “Aku sudah selesai sama diri aku sendiri. Aku butuh orang lain. Aku butuh tumbuh.” (Gala)

 

Sejumlah penulis dan pemerhati sinema dari era Graeme Turner hingga Budi Irawanto pernah menyinggung salah satu peran penting film sebagai refleksi atau cerminan masyarakat di mana realitas bertumbuh dan berkembang di sana.

Berkaca pada Ganjil Genap, menu utamanya adalah move on, sebuah realitas dan kosakata populer yang digaungkan generasi medsos dengan Raditya Dika sebagai salah satu “begawan”-nya. Move on makin terasa serius di tengah isu kesehatan mental yang kerap didengungkan banyak pihak belakangan ini. Agar tidak terlalu berat, film Ganjil Genap menghidangkan tema ini dalam kemasan komedi romantis alias rom-com.

“Komedi yang ringan tapi bermakna. Bayangkan Gala yang patah hati, tapi digambarkan patah hatinya dengan nuansa komedi. Lalu, Gala yang jatuh cinta, berusaha digambarkan jatuh cintanya dengan nuansa komedi. Lalu, Gala yang kembali bimbang, lagi-lagi digambarkan dengan komedi,” terang Bene Dion Rajagukguk dalam interviu yang diunggah di kanal YouTube MD Pictures, 26 Juni 2023.

Komedi adalah kemasan untuk membungkus tema serius agar lebih diterima pasar. Meski faktanya, performa Ganjil Genap di tangga box office Indonesia tahun ini kurang menggembirakan. Akun Twitter pemerhati film @bicaraboxoffice membocorkan, pada 4 Juli 2023, Ganjil Genap diprediksi baru tembus 100 ribuan penonton. Di pekan yang sama, ia diadang salah satu raksasa Hollywood, Mission: Impossible – Dead Reckoning Part 1. Dalam catatan redaksi Liputan6.com, era horor di Indonesia dalam dua tahun terakhir memang belum lewat. Per 6 Juli 2023, 7 dari 10 film Indonesia terlaris tahun ini bergenre horor. Satu dari yang tujuh itu, komedi horor.

Ganjil Genap menempatkan diri sebagai komedi romantis dengan karakter utama berusia spesifik, di atas 25 tahun. Ini bukan kisah cinta yang diawali saling benci lalu berakhir dengan pernyataan cinta agar hati penonton ABG meleyot. Ini tentang lajang dengan karier mapan yang siap melangkah ke episode baru dalam hidup, tepat seperti yang dikatakan Gala kepada Aiman, “Aku sudah selesai sama diri aku sendiri. Aku butuh orang lain. Aku butuh tumbuh.” Ganjil Genap adalah perjalanan psikis, mengamini pendapat Almira Bastari bahwa, “(Proses) move on seseorang itu dengan diri dia (sendiri). Ini sebuah perjalanan personal.”

Maka, jangan harap Ganjil Genap menyajikan adegan akhir eksplisit berupa pernikahan layaknya komedi romantis pada umumnya demi memuaskan mayoritas penonton. Dimodali naskah solid Bene Dion Rajagukguk (yang dikenal lewat film box office Ghost Writer dan Ngeri-ngeri Sedap) bareng Sigit Sulistyo, Ganjil Genap menjelma perjalanan jiwa Gala dan Aiman (juga jutaan orang patah hati di luar sana) untuk mencapai fase acceptance bermodal resiliensi, semangat memulai kembali, dan saling berubah.

Hasil akhirnya, senyum bahagia menyadari cita-cita saling berubah tampaknya tercapai. Karena hubungan itu bersifat saling, maka yang tersenyum bukan satu tapi dua orang. Adegan simbolis ini sejujurnya mencubit nurani saya yang sudah 10 tahun menjomlo. Kali terakhir saya berhubungan pada 2013 dan berakhir tragis. Sejak itu saya belum siap memulai kembali. Ganjil Genap dengan kekurangan dan kelebihannya menyindir nyali yang tak kunjung berani memulai kembali. Saya maksudnya, (dan semoga) bukan Anda.

 

 

Pemain: Clara Bernadeth, Oka Antara, Baskara Mahendra, Josephine Firmstone, Joshua Suherman, Nadine Alexandra, Dede Yusuf, Lydia Kandou, Hardy Hartono

Produser: Manoj Punjabi

Sutradara: Bene Dion Rajagukguk

Penulis: Sigit Sulistyo, Bene Dion Rajagukguk (dari novel Almira Bastari)

Produksi: MD Pictures

Durasi: 2 jam, 4 menit

infografis perfilman indonesia
Jumlah produksi film Indonesia, berapa banyak? (Liputan6.com/Trie yas)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya