Kronologi Keluarga Bawa Paksa Jenazah Pasien Corona COVID-19 di RS Paru

Ketua gugus kuratif COVID-19 Jatim, Joni Wahyuhadi menyayangkan kondisi jenazah pasien COVID-19 dibawa paksa lantaran dapat menularkan ke yang lain kalau pemulasaran tidak tepat.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 10 Jun 2020, 13:27 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2020, 08:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Ketua Gugus Kuratif Covid-19 Jatim, Joni Wahyuhadi (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Dirut RSUD Dr Soetomo Surabaya, yang juga menjabat sebagai ketua gugus kuratif COVID-19 Jatim, Joni Wahyuhadi mengaku telah menerima laporan dari direktur Rumah Sakit (RS) Paru Karang Tembok, Kecamatan Semampir Surabaya, tentang kronologi jenazah pasien Corona COVID-19 yang dibawa paksa keluarga untuk pulang. 

"Pihak rumah sakit ingin mengklarifikasi dan menyampaikan apa adanya. Sebetulnya pasien ini sudah dirawat oleh dokter anastesi dengan upaya maksimal, kemudian pada waktu subuh, 4 Juni kemarin, pasien meninggal dunia," tutur dia dalam konferensi pers live streaming di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa malam, 9 Juni 2020.

Selanjutnya, kematian pasien tersebut sudah dilaporkan oleh dokter RSUD, keluarga juga sudah dihubungi tapi tidak sambung dan sudah dilakukan perawatan jenazah sesuai protokol Corona COVID-19, sekitar pukul 06.00 WIB, walaupun pihak keluarga belum ada. 

"Kemudian perawat shif malam terus mencoba menghubungi keluarga, kemudian pukul 7.30 WIB, kepala ruangan RSUD menghubungi keluarga lewat handphone sampai lima kali tapi masih juga tidak diangkat," ucap Joni. 

"RSUD menelpon ke 120 untuk menghubungi keluarga tapi juga tidak terjawab. Sampai jam delapan lewat, terhubung ke keluarga dan siap menuju ke rumah sakit," ia menambahkan.

Selanjutnya, keluarga pasien di ruang anastesi dijelaskan oleh dokter jaga terkait meninggalnya pasien tersebut. Keluarga kemudian izin berunding dengan keluarga yang lain, sampai pukul 8.30 WIB. 

"Jadi mulai jam lima meninggalnya. Kemudian jam sembilan ada dua orang dari keluarga pasien yang meminta masuk untuk memastikan bahwa yang meninggal itu ibunya," ujar Joni. 

Kemudian petugas menyiapkan APD untuk keluarga tersebut. Keluarga masuk melihat jenazah dengan menggunakan APD, tapi jenazah sudah dibungkus plastik. 

"Setelah keluarga melihat, petugas melakukan melakukan perawatan jenazah kembali sesuai dengan protokol COVID-19. Kemudian yang melihat jenazah itu juga berunding lagi dengan keluarga yang lain," ucap Joni. 

Selanjutnya, sekitar pukul 11.00 WIB, sekitar 10 sampai 11 orang menuju lantai empat ruang isolasi jenazah dan membawa paksa jenazah beserta tempat tidur. 

"Jam 11.05 WIB, petugas lapor ke direktur bahwa keluarga pasien membawa paksa jenazah. Selanjutnya melapor ke security supaya keluarga membawa jenazah dihentikan," ujar Joni. 

"Dan ini juga sudah dilaporkan ke kepolisian, Babinkamtibmas bahwa pasien atau jenazah tersebut adalah pasien COVID-19, yang sebelumnya dirawat di Rumah Sakit PHC Surabaya, hasil PCRnya positif," ucap Joni. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Masyarakat Masih Ada yang Belum Terima

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Ketua Gugus Kuratif Covid-19 Jatim, Joni Wahyuhadi (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Kemudian, direktur RS Paru memerintahkan perawat dengan menggunakan APD lengkap datang ke rumah almarhum untuk membantu pemulasaran jenazah.

"Loh bayangkan, sampai perawat datang ke rumah almarhum dengan dua ambulan," ujar Joni. 

Kemudian, sesampainya di rumah duka sudah ada ratusan orang dan tidak mau jenazah dirawat sesuai dengan protokol jenazah COVID-19.

"Selanjutnya, masa anarkis dengan memukul mobil ambulan dan mendorong petugas, tidak ada polisi pada waktu itu. Petugas berlindung ke depot air isi ulang," ucap Joni. 

"Dan petugas kembali ke rumah sakit, setelah jenazah dibawa oleh mobil ambulan menuju ke TPU Keputih Surabaya," ujar Joni.

Dikonfirmasi apa tindakan tersebut sudah dilaporkan ke polisi, Joni menjawab jika mengacu kepada undang-undang karantina, itu ada sanksinya. Siapapun yang berbuat sesuatu yang berlawanan dengan protokol kesehatan untuk mencegah penularan penyakit bisa dapat sanksi. 

"Hukumannya pidana bukan sanksi administrasi. Cuma ini orang yang sudah meninggal dan keluarga dalam keadaan sedih masa akan dilaporkan ke polisi," ucap Joni. 

"Tapi yang kita sayangkan adalah bahwa ini bisa menularkan ke yang lain kalau pemulasarannya tidak tepat. Saya kira ini pelajaran karena COVID-19 ini adalah barang baru sehingga belum diterima kadang-kadang oleh masyarakat," ujar Joni. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya