Uber Diperiksa Pemerintah AS Terkait Dugaan Penyuapan di Asia

Otoritas Amerika Serikat tengah menyelidiki kemungkinan ada penyuapan yang dilakukan Uber di sejumlah negara di Asia.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 21 Sep 2017, 08:00 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2017, 08:00 WIB
Ojek Online Uber Mengaspal di Jakarta
uberMotor (uber.com)

Liputan6.com, Jakarta - Uber kini tengah menjalani pemeriksaan oleh petugas federal Amerika Serikat. Perusahaan rintisan itu dikabarkan telah melakukan penyuapan di sejumlah wilayah operasi di Asia, termasuk Indonesia.

Dugaan ini berawal dari kecurigaan Departemen Kehakiman terhadap aktivitas mencurigakan Uber di lima negara Asia, seperti Tiongkok, India, Indonesia, Malaysia, dan Korea Selatan. Menurut mereka, kegiatan itu terindikasi sebagai aksi kriminal.

Dikutip dari Bloomberg, Jumat (22/9/2017), Uber kini bekerja sama dengan firma hukum untuk melakukan penyelidikan internal. Penyelidikan ini termasuk wawancara pegawai dan melacak catatan pengeluaran cabang Uber di luar Amerika Serikat.

Adapun kasus yang menjerat Uber di Indonesia adalah dugaan suap kepada polisi terkait lokasi kantor di Jakarta. Menurut sumber, lokasi yang dijadikan kantor untuk mendukung mitra pengemudi lokal sebenarnya di luar wilayah bisnis.

Namun salah seorang karyawan perusahaan yang bertanggung jawab, memilih membayar sejumlah uang pada polisi agar lokasi tersebut dapat digunakan. Transaksi itu pun tercatat dalam laporan pengeluaran dan disebut sebagai pembayaran pada otoritas lokal.

Transaksi tersebut ternyata sudah disetujui pula oleh Alan Jiang selaku Head Business Uber Indonesia. Karyawan yang melakukan aksi tersebut sudah dipecat, sedangkan Alan Jiang diminta cuti dan kini sudah mundur dari perusahaan.

Awalnya, tim hukum Uber memutuskan tak melaporkan tindakan tersebut ke regulator Amerika Serikat. Namun setelah otoritas setempat menemukan kasus ini, perusahaan akhirnya memilih bekerja sama untuk mendapatkan keringanan.

Sementara untuk di Malaysia, Uber dilaporkan telah menyumbang sekitar puluhan ribu dolar Amerika ke Pusat Inovasi dan Kreativitas Global Malaysia, sebuah pusat pengusaha yang didukung pemerintah.

Di sisi lain, pengelola uang pensiun Malaysia bernama Kumpulan Wang Persaraan berinvestasi di Uber dengan nilai US$ 30 miliar.

Kurang dari setahun, pemerintah Malaysia lantas membuat peraturan yang memuluskan layanan ride-hailing, seperti Uber dapat berjalan lancar. Karena itu, pengacara kini tengah mencari bukti apakah ada aksi quid pro quo alias barter dalam keluarnya peraturan tersebut.

(Dam/Cas)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya