Orang Indonesia Habiskan Rp 146 Triliun untuk Belanja Online

Dengan adanya inovasi toko online berbasis aplikasi terbukti sangat efektif karena di Indonesia pembelian barang-barang melalui e-Commerce terus naik.

oleh Iskandar diperbarui 27 Feb 2018, 13:30 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2018, 13:30 WIB
Orang belanja online
Ilustrasi Orang belanja online (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Penetrasi dan agresivitas e-Commerce berbanding lurus dengan jumlah pengguna Internet di Indonesia. Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pada 2017 jumlah pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 143,26 juta.

Belanja online memang bukan tren jual-beli yang baru muncul. eBay dan Amazon telah meramaikan pasar bisnis melalui jejaring internet sejak 1990, meskipun mulai ramai digunakan di Indonesia 10 tahun berselang.

Namun dengan adanya inovasi toko online berbasis aplikasi--Tokopedia, Bukalapak, Lazada dan lain-lain--terbukti sangat efektif karena di Indonesia pembelian barang-barang melalui e-Commerce terus naik.

Dalam siaran pers, Selasa (27/2/2018), menurut data Google & Temasek pada 2017, pembelian produk via e-Commerce di Indonesia mencapai US$ 10,9 miliar atau sekitar Rp 146,7 triliun, meroket 41 persen dari angka US$ 5,5 miliar atau sekitar Rp 74 triliun pada 2015.

Dalam konteks kemunculan e-Commerce sebagai bentuk bisnis online di Indonesia tentu juga berkaitan dengan persaingan bisnis offline atau toko-toko yang menjual segala keperluan masyarakat secara konvensional, baik itu elektronik, kebutuhan sandang maupun obat, dan produk kecantikan.

Secara umum, tampaknya masyarakat juga akan berpandangan bahwa adanya e-Commerce akan menurunkan omzet dari toko/retailer offline, karena terbukti mulai adanya perusahaan berbasis offline yang gulung tikar di Indonesia.

Pada September 2017, gerai Matahari Department Store yang berada di Pasaraya Blok M dan Pasaraya Manggarai ditutup karena sepi pembeli.

Pada Oktober 2017, pelaku bisnis ritel PT Mitra Adiperkasa menutup tiga gerai Lotus Department Store di Thamrin, Cibubur, dan Bekasi, menyusul dua gerai yang telah ditutup sebelumnya.

Dua toko Hypermart dan enam gerai Ramayana pun terpaksa gulung tikar di tahun yang sama. 

Penetrasi Ritel Berbasis Online

Orang belanja online
Ilustrasi Orang belanja online (iStockPhoto)

Salah satu faktor penutupan toko ritel offline secara 'sporadis' tersebut dikarenakan bisnis online yang setiap tahun mendapatkan peminatnya.

Secara umum, penetrasi ritel berbasis online di Indonesia memang baru mencapai 1,8 persen dari total keseluruhan penjualan. Namun ke depan, platform online diperkirakan akan semakin meningkat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan e-Commerce di Indonesia pada sensus ekonomi 2016 meningkat 17 persen atau 26,2 juta pelaku bisnis.

Hal ini nampaknya mulai dimanfaatkan oleh perusahaan ritel seperti Matahari dan Hero Supermarket, yang sudah berpindah untuk menggunakan online platform.

 

Bisnis Online Ganggu Bisnis Offline?

Orang belanja online
Ilustrasi Orang belanja online (iStockPhoto)

Banyak pihak memandang bahwa bisnis berbasis online secara tidak langsung mengganggu bisnis offline, terutama di bidang retail. Namun, sebenarnya ada banyak hal yang harusnya bisa berlangsung sinergi antara bisnis online dan offline.

Secara psikologis misalnya, konsumen Indonesia memiliki kecenderungan untuk berbelanja di toko dengan datang langsung karena alasan untuk refreshing atau experience. Karenanya, banyak kini toko online dari raksasa e-Commerce besar pun giat membangun pop up market di beberapa kota.

Sementara itu, dari sisi rantai distribusi, bisnis online harusnya bisa menjadi penghubung antara toko offline dengan ketersediaan produk dari principal.

Adanya pelaku e-Commerce besar yang memiliki akses langsung ke principal dapat membantu toko offline dalam memenuhi kebutuhan inventori produk. Hal ini dikarenakan tidak semua produk dapat diperoleh cepat melalui salesman toko.

Kolaborasi dan sinergi seperti itu diharapkan dapat membangun kesinambungan antara pebisnis e-Commerce besar dan toko offline serta tetap meningkatkan performa para pelaku bisnis offline. Keuntungan lainnya adalah adanya promo-promo menarik yang bisa dimanfaatkan, sehingga memungkinkan mendapatkan harga yang jauh lebih murah.

Selanjutnya, transaksi dapat dilakukan di mana pun dan kapan pun hanya melalui aplikasi/website. Salah satu e-Commerce yang telah menggandeng toko offline sebagai mitra adalah Gogobli dengan membangun kemitraan bersama toko offline.

Jika hal tersebut berjalan sinergi, kekhawatiran hadirnya e-Commerce yang dianggap dapat mematikan toko offline tidak lagi menjadi momok yang menakutkan.

(Isk/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya