Dampak Buruk Pinjaman Online, Bikin Konsumen Trauma hingga Ingin Bunuh Diri

Akibat bunga yang sangat tinggi misalnya, banyak peminjam berupaya menjual organ tubuh (ginjal) sampai pada upaya bunuh diri.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Nov 2018, 12:32 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2018, 12:32 WIB
Fintech
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Liputan6.com, Jakarta - Maraknya platform pinjaman online berbasis aplikasi, dapat mempermudah masyarakat untuk meminjam melalui kecanggihan teknologi.

Kendati demikian, menurut laporan masyarakat yang diterima oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, platform pinjaman online atau pinjol ini telah melanggar hukum yang ditetapkan.

Menurut LBH, sekitar 283 korban pinjol telah mengadukan berbagai bentuk pelanggaran hukum. Mengutip situs web resmi LBH Jakarta, Rabu (7/11/2018), kasus pinjol sudah meluas sejak Juni 2018, salah satunya adalah cara penagihan pinjaman online kepada konsumen yang tidak dipatut dilakukan.

Berdasarkan pengaduan tersebut, LBH Jakarta mendapati temuan awal sebagai berikut:

  • Penagihan dengan berbagai cara mempermalukan, memaki, mengancam, memfitnah, bahkan dalam bentuk pelecehan seksual;
  • Penagihan dilakukan kepada seluruh nomor kontak yang ada di ponsel konsumen/peminjam (ke atasan kerja, mertua, teman SD, dan lain-lain);Bunga pinjaman yang sangat tinggi dan tidak terbatas;
  • Pengambilan data pribadi (kontak, sms, panggilan, kartu memori, dan lain-lain) di telepon seluler (ponsel) konsumen/peminjam;
  • Penagihan baik belum waktunya dan tanpa kenal waktu;Nomor pengaduan pihak penyelenggara pinjaman online yang tidak selalu tersedia;
  • Alamat kantor perusahaan penyelenggara pinjaman online yang tidak jelas;
  • Aplikasi pinjaman online yang berganti nama tanpa pemberitahuan kepada konsumen/peminjam selama berhari-hari namun bunga pinjaman selama proses perubahan nama tersebut terus berjalan.

Permasalahan-permasalahan yang merupakan temuan awal tersebut membawa dampak yang tidak ringan. Akibat penagihan ke nomor telepon yang ada di ponsel, peminjam menjadi di-PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja, diceraikan oleh suami/istri mereka (karena menagih ke mertua), trauma (karena pengancaman, kata-kata kotor, dan pelecehan seksual).

Akibat bunga yang sangat tinggi misalnya, banyak peminjam yang tidak mampu membayar akhirnya frustasi, mereka kemudian berupaya menjual organ tubuh (ginjal) sampai pada upaya bunuh diri.

Oleh karena itu, LBH telah membuka pos pengaduan pinjol mulai 4-25 November 2018, yang dilakukan secara online melalui situs resmi LBH Jakarta.

Pengaduan dapat dilakukan dengan mengisi formulir di situs web LBH Jakarta, dengan menyertakan bukti-bukti terkait.

Pembukaan pos pengaduan dilakukan untuk mengetahui lebih dalam tentang permasalahan-permasalahan terkait pinjaman online.

Atas pengaduan yang telah dibuat, para pengadu selanjutnya akan dihubungi oleh LBH Jakarta untuk menentukan langkah selanjutnya atas permasalahan-permasalahan yang ada.

Tanggapan Asosiasi

Penggunaan smartphone
Ilustrasi penggunaan smartphone. (Doc: Mashable)

Menanggapi hal itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai asosiasi resmi bagi para penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (fintech) memastikan perusahaan yang memiliki debt collector tersebut bukan bagian dari anggotanya.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Sunu Widyatmoko, mengatakan 73 perusahaan fintech pendanaan yang mendapat izin dari OJK tak memiliki cara penagihan seperti yang diberitakan.

"Mereka itu adalah penyelenggara pinjaman online ilegal yang tidak terdaftar OJK dan bukan anggota asosiasi. Kalau ilegal, maka tugas penegak hukum yang harusnya menangani. Hal-hal seperti ini jangan sampai merusak industri yang sudah kita bangun," kata Sunu di Office 88, Jakarta, Selasa (6/11/2018).

Tak hanya mengkritisi perusahaan yang melakukan penagihan secara tidak manusiawi, Sunu juga mengkritisi cara nasabah yang hingga memiliki pinjaman hingga ke sembilan perusahaan fintech pembiayaan.

Ia menceritakan, setiap perjanjian pinjaman, pihak perusahaan dan calon peminjam sudah terinformasi dan sepakat mengenai berapa dana yang akan cair, berapa bunga yang harus dibayarkan.

"Memang menurut saya ada upaya mereka ingin menghindari kewajiban pinjaman yang mereka terima. Orang-orang ini bukan tidak mampu bayar tapi dari awal niatnya memang sudah ngemplang," tegas Sunu.

 

AFPI Akan Perkarakan Masalah Ini

Ilustrasi Fintech
Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Pada kesempatan sama, Dino Martin selaku Ketua Bidang Pendanaan Multiguna AFPI menambahkan, mengenai perusahaan yang melakukan penagihan di luar batas tersebut, meski tak menjadi anggotanya, akan diperkarakan.

"Meski tak menjadi anggota, kita akan kirimkan surat, kalau perlu kita bantu untuk pelaporan ke polisi. Asosiasi ini ada untuk terus mengawal membangun industri yang baru ini. Kalau ada hal seperti ini kan sama saja apa yang sudah kita bangun ini rubuh begitu saja," Dino menambahkan.

Di dalam asosiasi pun, Dino mengaku proses penagihan ini menjadi satu hal yang wajib disampaikan kepada para anggotanya baik secara formal ataupun personal kepada masing-masing pemiliknya.

(Vivi Hartini/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya