3 Jurus Tangkal Peredaran Berita Bohong di Internet

Menurut penelitian yang berjudul "Most Literate Nations in the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada 2016, Indonesia ternyata ada di peringkat ke-60 dari 61 negara, sebagai negara dengan minat baca terendah.

oleh Jeko I. R. diperbarui 14 Mar 2019, 09:30 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2019, 09:30 WIB
HOAX
Ilustrasi hoax (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan dengan istilah yang dinamai "trigger happy", di mana minat baca mereka cukup rendah, tetapi malah doyan browsing di internet. Terbentuklah kebiasaan sebar dulu konfirmasi belakangan, sehingga produksi informasi keliru dan berita bohong semakin meluas.

Menurut penelitian yang berjudul "Most Literate Nations in the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada 2016, Indonesia ternyata ada di peringkat ke-60 dari 61 negara, sebagai negara dengan minat baca terendah.

Namun, dengan peringkat Indonesia sebagai negara paling aktif keempat dalam hal penggunaan smartphone setelah Tiongkok, India dan AS, membuat Indonesia menjadi salah satu negara "melek digital" dengan jumlah sekitar 130 juta pengguna media sosial di negara ini, dan sangat berbanding lurus untuk populasi dan sirkulasi smartphone.

Dengan minat baca yang rendah, media sosial menjadi sumber informasi alternatif, tetapi ketika tidak digunakan secara bijak, media sosial juga dapat menjadi sarana dalam penyebaran berita palsu.

Konsep trigger happy (hanya berbagi berita tanpa terlalu banyak merinci), telah menjadi kebiasaan buruk sebagian besar pengguna media sosial di Indonesia.

Lantas, bagaimana kamu bisa tahu apakah itu berita palsu atau bukan? Shelly Tantri S, Head of Business Development, BaBe, membagikan tiga kiat yang dapat membantu pengguna mengidentifikasi informasi yang salah ketika Anda menemukan berita atau pesan apa pun di media sosial.

1. Cek Headline atau Judul Berita

Ilustrasi hoax
Ilustrasi hoax (iStockPhoto)

"Pastikan berita yang kita baca tidak mengandung topik sensasional, atau tidak masuk akal. Seperti contoh, ketika gempa bumi terjadi, sudah pasti bahwa berita yang mengatakan gempa susulan dengan skala lebih besar dapat dipastikan adalah berita bohong, karena gempa tidak bisa diprediksi sama sekali." kata Shelly

2. Cek Sumber Berita

Ilustrasi Hoax
Ilustrasi Hoax. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

"Pastikan berita yang kita baca berasal dari sumber yang tepercaya, entah artikel tersebut berasal dari penerbit yang sangat terkenal, atau ditulis oleh seorang ahli. Semua berita di BaBe tentu saja berasal dari media tepercaya di Indonesia," jelas Shelly.

"Selain itu, BaBe dengan AI teknologi dan pembelajaran mesin terkemuka bekerjasama dengan tim konten moderasi mampu menyaring berita yang masuk ke sistem BaBe. Sehingga berita yang disajikan dalam aplikasi BaBe adalah berita yang positif dan bebas dari berita bohong," lanjutnya.

3. Cek Keseluruhan Isi Berita

Ilustrasi hoax
Ilustrasi hoax (iStockPhoto)

"Tidak kalah penting adalah biasakan membaca seluruh isi berita. Berita palsu biasanya menyertakan sumber yang terlihat kredibel, seperti tips kesehatan dari dokter terkenal. Kita dapat dengan mudah menelusuri nama dokter di internet. Jika nama dokter tidak ditemukan dan artikelnya, dapat dipastikan bahwa berita tersebut adalah berita palsu. Selain itu, kita juga dapat memeriksa melalui sumber tepercaya lainnya seperti situs web khusus medis," tandas Shelly.

(Jek/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya