Indonesia Minim SDM Pusat Data Andal

Pusat Data Nasional diperlukan sebagai upaya negara menjaga ketahanan digital dan mempercepat transformasi digital.

oleh Iskandar diperbarui 30 Jun 2021, 18:02 WIB
Diterbitkan 30 Jun 2021, 18:02 WIB
Ilustrasi data center. Dok: datacenternews.asia
Ilustrasi data center. Dok: datacenternews.asia

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia masih menghadapi tantangan yang cukup berat guna mempercepat pengadaan Pusat Data Nasional, di mana ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang menguasai kemampuan teknis dalam mengelola pusat data (data center) masih sangat minim.

Pusat Data Nasional diperlukan sebagai upaya negara menjaga ketahanan digital dan mempercepat transformasi digital yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam diskusi bertajuk "Menyelaraskan Kebutuhan Pemerintah dan Pemberdayaan Pelaku Usaha Dalam Negeri", Koordinator Infrastruktur dan Teknologi Interoperabilitas Pemerintahan Kemkominfo, Ade Frihadi, menyampaikan butuh kompetensi dan kapasitas yang tinggi dalam mengelola data center.

"Kenyataannya saat ini, aparatur sipil negara (ASN) yang ada bahkan belum banyak yang memiliki kemampuan IT," kata Ade.

Senada dengan Ade, Ketua Umum Asosiasi Data Center Indonesia (IDPRO), Hendra Suryakusuma, menuturkan tantangan terbesar dalam pembangunan dan pengelolaan data center ada pada SDM karena hampir 73 persen downtime operasional pusat data disebabkan oleh personal yang tidak mumpuni.

"Kami di Industri pun merasa kekurangan SDM yang andal, oleh karenanya kami bekerjasama dengan Universitas Indonesia pada fakultas teknik elektronya untuk bisa memiliki kurikulum khusus pusat data," ungkap Hendra.

 

Kemkominfo Gagal Bentuk SDM Mumpuni

Hendra menilai, Kemkominfo gagal menjalankan fungsinya membangun SDM yang mumpuni untuk mendukung transformasi digital nasional. Kemkominfo hanya fokus pada pembangunan infrastruktur yang sebenarnya merupakan ranah pelaku usaha di industri.

"Kemkominfo sebagai regulator seharusnya mendukung penyelenggara pusat data nasional dengan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas industri nasional, dan tidak menjadi pesaing pelaku industri yang sudah berinvestasi," Hendra menegaskan.

Disampaikan Hendra, saat ini pihaknya sudah bekerja sama dengan lembaga sertifikasi SNI pusat data dengan menerjunkan lima orang engineer untuk merumuskan standar nasional, baik standar untuk spesifikasi teknis, standar operasional data center, dan standar audit.

 

SDM Andal Tak Murah

Dalam kesempatan sama, Ardi Sutedja selaku Chairman Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) berpendapat bahwa pengadaan SDM untuk pengelolaan data center tidaklah murah.

Berkaca dari pengalaman Pusat Komando Siber Nasional Amerika Serikat, butuh waktu lima tahun untuk membangun SDM yang mumpuni, padahal anggaran yang disediakan berlimpah dan infrastrukturnya lengkap.

"Jadi dalam pengadaan Pusat Data Nasional ini tidak sesederhana bahwa ini ada aggarannya. Tapi siapa yang menjalankan, SDM-nya mana. Peningkatan kemampuan SDM ini penting terlebih untuk mencegah kebocoran data?," tegas Ardi.

Selain itu, menurutnya dalam pengadaan Pusat Data Nasional ini sebaiknya semua stakeholder, baik pemerintah maupun industri melakukan kolaborasi.

"Jangan mentang-mentang ada anggarannya, ya sudah bangun saja tetapi lupa bahwa ada industri yang sudah bangun kapasitas besar untuk data center dan akhirnya idle. Ini akan menjadi persoalan karena teknologi itu umurnya pendek. Jika pemerintah membangun data center sendiri, dalam beberapa tahun teknologinya sudah dipastikan akan tertinggal dari data center pelaku usaha," ucapnya menambahkan.

 

Palapa Ring Belum Termanfaatkan dengan Baik

Pembangunan infrastruktur tanpa mempertimbangkan dengan matang kondisi di industri berisiko menjadi beban pemerintah, apalagi dengan pendanaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri.

Palapa Ring adalah salah satu contohnya, di mana infrastruktur yang digadang-gadang akan menghubungkan masyarakat dari Sabang sampai Merauke dengan internet ternyata tidak termanfaatkan dengan baik.

Jika dibandingkan dengan kapasitas fiber optic yang digelar, pemerintah baru bisa meutilisasi kurang dari 10 persen.

Lebih lanjut, Ardi menanyakan mengapa pemerintah tidak memberdayakan data center milik pelaku usaha di industri? Data center yang dimiliki pelaku usaha sudah mampu memenuhi spesifikasi Pusat Data Naisonal. Kapasitasnya pun tersedia.

Pola pikir reinventing the wheel yang selama ini diterapkan pemerintah adalah ancaman serius bagi kemajuan bangsa dan negara.

Ardi khawatir apabila ada campur tangan asing dalam pembangunan Pusat Data Nasional, nanti siapa yang akan bertanggung jawab apabila terjadi peretasan dan kebocoran data.

(Isk/Tin)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya