YouTube Hapus 70.000 Video Terkait Invasi Rusia di Ukraina

YouTube telah menghapus lebih dari 70.000 video hingga saat ini, terkait dengan invasi Rusia di Ukraina.

oleh Iskandar diperbarui 23 Mei 2022, 17:00 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2022, 17:00 WIB
Youtube - Vania
Ilustrasi Youtube/https://unsplash.com/Nordwood Themes

Liputan6.com, Jakarta - Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada akhir Februari 2022, YouTube dilaporkan telah menghapus lebih dari 70.000 video hingga saat ini, terkait dengan konflik tersebut.

Perusahaan mengatakan kepada The Guardian, dikutip dari Engadget, Senin (23/5/2022), mereka telah menghapus banyak video karena melanggar kebijakan utama tentang peristiwa kekerasan, yang melarang pembuat konten menyangkal atau meremehkan peristiwa seperti invasi.

Namun, YouTube tidak merinci tindakan penegakan tersebut. Mereka hanya mengklaim telah menangguhkan sekitar 9.000 saluran dalam penyisiran, termasuk satu yang terkait dengan jurnalis pro-Kremlin, Vladimir Solovyov.

Beberapa video yang diturunkan YouTube melanggar pedoman perusahaan dengan menyebut invasi sebagai 'misi pembebasan'.

“Kami memiliki kebijakan peristiwa kekerasan besar dan itu berlaku untuk hal-hal seperti penolakan peristiwa kekerasan besar: mulai dari Holocaust hingga Sandy Hook. Dan tentu saja, apa yang terjadi di Ukraina adalah peristiwa kekerasan besar,” kata Neal Mohan, kepala produk YouTube kepada The Guardian.

“Jadi kami menggunakan kebijakan itu untuk mengambil tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” sambungnya.

Terkait hal ini, YouTube melihat peningkatan yang signifikan dalam jumlah pengguna di Ukraina, Polandia, dan Rusia yang mengonsumsi konten 'otoritatif' dalam konflik tersebut. Di Ukraina, misalnya, konten berita tentang invasi telah ditonton lebih dari 40 juta kali.

“Tanggung jawab pertama dan mungkin yang paling penting adalah memastikan bahwa orang yang mencari informasi tentang acara ini dapat memperoleh informasi yang akurat, berkualitas tinggi, dan kredibel di YouTube,” kata Mohan menambahkan.

Langkah ini menggarisbawahi peran penting layanan seperti YouTube dalam mencegah penyebaran informasi yang salah secara online. Di Rusia saja, YouTube memiliki lebih dari 90 juta pengguna, menjadikannya platform berbagi video tunggal terbesar di negara itu.

Tindakan perusahaan terhadap jaringan yang disponsori negara seperti media Rusia, RT dan Sputnik, menghadapi dampak besar pada kemampuan organisasi tersebut untuk menyebarkan pesan Kremlin.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Google Rusia Berencana Ajukan Pailit

Google Plex
Suasana kantor pusat Google di Googleplex, Mountain View, Palo Alto, California. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza

Di sisi lain, Google cabang Rusia dilaporkan akan mengajukan bankrut. Menurut laporan Reuters, perusahaan menyatakan tidak bisa lagi menjaga operasional cabang di Rusia.

Mengutip The Verge, Kamis (19/5/2022), Google Rusia dilaporkan menghasilkan keuntungan sebesar USD 2.086 miliar dan mempekerjakan lebih dari 100 karyawan.

"Penyitaan rekening bank Google Rusia oleh otoritas telah membuat kantor kami di Rusia tidak bisa berfungsi, termasuk mempekerjakan dan membayar karyawan yang berbasis di Rusia," kata juru bicara Google dalam pernyataan ke The Verge.

Google juga mengeluhkan, penyitaan rekening bank tersebut membuat perusahaan tidak bisa membayar pemasok dan vendor serta memenuhi kewajiban keuangan lainnya.

"Google Rusia telah menerbitkan pemberitahuan tentang niatnya untuk ajukan pailit," kata sang juru bicara.

Maret 2022, Google telah menangguhkan penjualan iklan di Rusia, tidak lama setelah negara itu menginvasi Ukraina.

Selain itu, YouTube milik Google juga bergerak untuk melarang iklan di channel yang dimiliki oleh media terafiliasi pemerintah Rusia. Google pun akhirnya memblokir channel-channel ini sepenuhnya.

Desember lalu, Rusia menerapkan sanksi denda sebesar USD 98 juta kepada Google. Saat itu Google gagal menghapus konten yang dianggap ilegal oleh Rusia dari platformnya. Denda tersebut setara dengan 8 persen pendapatan Google Rusia.

Reuters juga melaporkan, saluran TV Rusia mengklaim, pihak berwenang menyita USD 15 juta dari Google pada April lalu, karena tidak memulihkan ke akun YouTube media terafiliasi pemerintah.

Layanan Gratis Google Masih Tersedia di Rusia

Logo Google
Kantor pusat Google. Foto: Digital Trends

Sementara, regulator komunikasi Rusia pun mengancam Google akan memberlakukan denda USD 95.000 setelah Google menghapus video yang mereka anggap ilegal dari YouTube. Sejauh ini, tidak jelas berapa banyak total uang yang disita Rusia dari Google.

Sebuah catatan yang diunggah ke registri keuangan Rusia, seperti dilihat Reuters, merinci niat Google mengajukan Google Rusia bankrut dengan mengatakan:

"Sejak 22 Maret 2022, Google meramalkan kebankrutan dan ketidakmampuannya untuk memenuhi kewajiban moneter, tuntutan membayar pesangon dan remunerasi staf yang bekerja sebelumnya atau bekerja di bawah kontrak kerja, atau kewajiban untuk membuat pembayaran wajib dalam jangka waktu tertentu yang ditentukan."

Meski Rusia tidak melarang layanan Google di negaranya, Rusia telah melarang Facebook dan Instagram yang dimiliki Meta. Google mengatakan, layanan gratisnya akan tetap tersedia di negara tersebut.

Perusahaan Teknologi Pertama yang Ajukan Bankrut di Rusia

Booth keren Google di CES 2019
Booth Google bertema Google Assistant (Foto: Twitter/ @google)

"Orang-orang di Rusia mengandalkan layanan kami untuk mengakses informasi berkualitas dan kami akan terus menyediakan layanan gratis seperti Google Search, YouTube, Gmail, Maps, Android, dan Google Play Store," kata juru bicara Google.

Sejauh ini, Google menjadi perusahaan teknologi besar pertama yang mengajukan kepailitan di Rusia akibat perang di Ukraina.

Perusahaan lain seperti Apple, Meta, dan Microsoft semuanya menangguhkan operasi di Rusia. Namun belum ada cabang-cabangnya di Rusia yang menyatakan kebankrutan.

Sebelumnya, startup pengiriman makanan Buyk mengajukan kebankrutan pada Maret lalu sebagai akibat dari sanksi ekonomi yang dijatuhkan pada negara tersebut.

Sementara, McDonald's mengumumkan akan meninggalkan Rusia dan menjual gerai restoran cepat sajinya setelah lebih dari 30 tahun beroperasi di negara itu.

Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)

Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya