Kemkominfo dan Siberkreasi Dorong Konten Positif lewat Budaya Lokal di Media Sosial

Kementerian Kominfo bersama GNLD (Gerakan Nasional Literasi Digital) Siberkreasi menggelar webinar dengan tema 'Jadi Penjelajah Wisata, Bangga Budaya Indonesia'.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 26 Agu 2022, 14:00 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2022, 14:00 WIB
Ilustrasi Media Sosial (Image by Natalie_voy from Pixabay )
Ilustrasi Media Sosial (Image by Natalie_voy from Pixabay )

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) bersama GNLD (Gerakan Nasional Literasi Digital) Siberkreasi menggelar webinar dengan tema 'Jadi Penjelajah Wisata, Bangga Budaya Indonesia' di Banjarmasin, Kalimantan Tengah.

Webinar ini digelar mengingat besarnya populasi muda dan tingginya penggunaan media sosial di Indonesia yang menjadi modal berharga untuk memperkenalkan ragam kekayaan budaya Nusantara di ruang digital.

Hadir sebagai narasumber di webinar ini adalah Sekretaris Relawan TIK Magetan, Alamsurya Endriharto; Dosen Universitas Indonesia dan Korwil Barat DPP IAPA, Lina Miftahul Jannah; serta Dosen Kebijakan Publik Unsoed dan Pengurus Pusat IAPA, Dwiyanto Indiahono.

Dalam webinar tersebut, Alamsurya membahas mengenai banyaknya peluang dan jenis pekerjaan yang menuntut kemampuan termasuk keterampilan digital. Mulai dari analis dan ilmuwan data, spesialis big data, spesialis pemasaran digital, dan spesialis transformasi digital.

Kemunculan beragam pekerjaan baru ini sudah menjadi tuntutan dan kebutuhan pasar, sehingga masyarakat juga harus bisa menggali potensi diri dan mengasah keterampilan digital agar dapat merebut peluang.

"Diproyeksikan di 2030 nanti potensi kontribusi pekerja dengan keterampilan digital terhadap ekonomi Indonesia mencapai Rp 4.344 triliun. Kita mau jadi penonton saja atau mau ikut berkontribusi?," tutur Alamsurya dalam siaran pers yang diterima, Jumat (26/8/2022).

Ia mencontohkan, saat ini mayoritas anak muda merupakan pengguna media sosial dan kian banyak yang tertarik membuat konten untuk diunggah di medsos. Namun, untuk memberi nilai tambah dari konten di medsos harus kreatif dan menciptakan interaksi dengan audiens.

"Ingat, content is king but engagemnent is queen. Seringkali kita bikin konten tapi tidak pernah interaksi dengan audiens. Misal target audiens kita anak sekolah, bagaimana mau ngobrol dengan market kalau kita posting-nya jam 12 malam?" tuturnya.

 

Kompetensi Budaya Bermedia Digital

Ilustrasi viral di media sosial.
Ilustrasi viral di media sosial. (iStockphoto)

Sementara Dwiyanto dalam webinar itu menuturkan, Indonesia saat ini didominasi oleh lebih dari 50 persen generasi muda. Hal ini bisa berarti dua hal, yakni kesempatan mengubah wajah dunia digital Indonesia.

Terlebih, warganet Tanah Air dikenal paling tidak sopan atau tidak ramah, sehingga ini kesempatan untuk mengubah wajah dunia. Lalu, ini potensi besar untuk menggerakkan ekonomi digital Indonesia menjadi lebih energik.

"Kami dorong milenial menciptakan produk dan jasa di dunia digital karena pangsa pasarnya besar dan luas. Salah satu tantangan adalah bagaimana agar barang dan jasa yang dijual di marketplace juga produksi lokal," tutur Dwiyanto.

Lalu Lina Miftahul Jannah mengatakan, kompetensi budaya bermedia digital dimana masyarakat terutama milenial dapat menjadi pelaku digitalisasi kebudayaan pemanfaatan TIK. Harapannya, ini disertai pengetahuan dasar yang mendorong perilaku mencintai produk dalam negeri.

Selain itu, Miftahul jubga menyebut masyarakat Indonesia harus cinta dan bangga menggunakan produk dalam negeri. Ia mengajak masyarkat mengembangkan kebiasaan yang bisa mendukung cinta produk dalam negeri.

Menurutnya, budaya juga bukan melulu hal yang terlihat di permukaan seperti bahasa atau pakaian, melainkan lebih dalam dari itu. Filosofi ini bisa diterapkan dalam berwisata atau menjelajah suatu daerah.

"Seringkali terjadi, orang menjelajah tapi buang sampah sembarangan dan akhirnya merusak lingkungan. Jadi, perlu kebijakan dan kebajikan agar menjadi penjelajah yang baik,” tutur Miftahul.

Kominfo dan GNLD Siberkreasi Rilis 58 Buku Literasi Digital

Ilustrasi Literasi Digital
Ilustrasi Literasi Digital (Liputan6.com/Trie Yasni)

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi berbagai mitranya meluncurkan 58 buku Literasi Digital. Ada tujuh mitra yang berkolaborasi dalam peluncuran ke-58 buku ini.

Para mitra tersebut adalah CfDS (Center for Digital Society), Universitas Gadjah Mada, Common Room, Hipwee, Klinik Digital UI, ICT Watch, Mafindo, dan Relawan TIK.

Peluncuran 58 buku literasi digital ini diselenggarakan dengan tujuan agar masyarakat bisa menggunakan buku-buku tersebut untuk pendidikan. Buku-buku yang sudah diluncurkan bisa diunduh secara bebas dan gratis di situs literasidigital.id.

Mengutip keterangan Kominfo, Selasa (16/8/2022), berdasarkan survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang dilakukan Kominfo dan Katadata Insight Center pada 2021, Indonesia masih berada di kategori "sedang" dalam hal kapasitas literasi digital. Angkanya ada di skor 3.49 dari 5 poin.

Mengingat tingkatan literasi digital yang masih ada di tingkat "sedang", Kominfo bekerja sama dengan Siberkreasi dan mitra-mitra meluncurkan ke-58 buku Literasi Digital.

Dewan Pengarah Siberkreasi, Donny Budi Utoyo, menyebut toleransi yang ada saat ini merupakan hasil dari tingkat literasi digital serta kebebasan berekspresi. Menurutnya, tingkat toleransi akan makin tinggi jika apresiasi dan etika ada saat orang berpendapat.

"Kebebasan berekspresi ini tidak bisa dipisahkan dengan etika dan toleransi. Mereka ini harus jadi satu. Jika tidak, bisa menimbulkan masalah, bahkan bisa berujung ke ranah hukum. Alangkah indahnya jika ada perbedaan pendapat, berikan juga tempat untuk berdiskusi secara baik," tutur Donny.

 

Cegah Cyberbullying

Amelia Kusumaningtyas dari CfDS UGM menyebut, buku-buku yang diluncurkan adalah bentuk riset tentang perubahan-perubahan sosial yang disebabkan oleh transformasi digital.

Ada buku yang membahas tentang ekonomi digital, apa dampaknya, hingga implikasi ke pemberdayaan digital, hingga inovasi digital apa yang bisa terbentuk saat pandemi Covid-19.

Buku lainnya membahas tentang bahaya doxing. Menurut Amelia, perundungan alias bullying berbentuk apa pun di dunia maya tidak bisa dibenarkan.

"Dari situlah, kami bahas apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan mencegah cyberbullying," katanya. 10 buku lainnya dibuat oleh Common Room untuk membantu menurunkan kesenjangan digital di Indonesia.

Buku-buku tersebut ada yang membahas tentang peningkatan kapasitas di bidang TI, pemanfaatan digital, kebijakan dan reguasi, hingga pembelajaran TI dan layanan berbasis komunitas.

(Dam/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya